Rabu, 30 Juli 2014

LHB Km 17 Karang Joang


Mantan Asisten II Sekdakot Balikpapan, Almarhum Misbahudi Halim sempeat bercerita awal dibangunnya LHB Km 17 Karang Joang. Tulisan ini juga sempat terbit tahun 2010 lalu, namun karena banyak masyarakat yang bertanya-tanya sejarah LHB Km17 maka Balikpapan Pos mengulasnya kembali.
Mendengar LBH Km 17, tentunya hampir semua masyarakat dewasa di Kota Beriman mengetahuinya sebagai tempat prostitusi. Melihat sejarahnya, mungkin hanya sedikit saja yang mengetahui. Sempat dikelola pemkot sebagai pusat rebailitasi, seiring waktu mengalami pergeseran menjadi lokalisasi.
Badan Penanggulangan dan Rehabilitasi Sosial (BPRS) terhadap Wanita Tuna Susila (WTS) yang dibentuk Pemkot Balikpapan mengaku kesulitan melakukan rehabilitasi. Hal ini karena jumlah pertambahan penduduk, terutama pendatang luar daerah yang menetap di Balikpapan.  Maka secara tidak langsung,  juga mempengurhi terhadap peningkatan jumlah WTS di Balikpapan.
“BPRS ini maksudnya baik, dan sempat berjalan sukses. Tapi karena makin banyaknya penduduk, kita semakin sulit merehabilitasinya,” ujar mantan Ketua Umum BPRS, H Misbahudin Halim.
Almarhum Misbah sempat menjelaskan kepada Balikpapan  Pos bahwa untuk mengatasi maraknya praktek prostitusi di wilayah Kota Balikpapan, pada awalnya tahun 1983 silam Pemkot Balikpapan melalui Surat Keputusan (SK) Wali Kotamadya Daerah Tingat II Balikpapan Nomor 04 tahun 1983 membentuk sebuah Badan Penanggulangan dan Rehabilitasi Sosial (BPRS) terhadap Wanita Tuna Susila (WTS). “ BPRS ini dibentuk untuk meminimalisir kebaradaan WTS, kemudian melakukan pembinaan pada WTS yang sudah ada,” kata Misbah-akrabnya disapa.
Seiring kian banyaknya penduduk, maka tahun 1988 masa kepemimpinan pelaksanan tugas (Plt) Wali kota H Hermani Okol kembali melakukan penyempurnaan terhadap struktur BPRS.
Di mana pada saat itu, Misbahudin Halim yang menjabat sebagai Asiten II Bidang Pembangunan Sekdakot  Balikpapan ditunjuk sebagai Ketua Umum BPRS, sedangkan wakilnya berasal dari Kepala Kantor Departemen Sosial (Depsos).
Tugasnya tidak lain, melakukan penertiban, melokalisir lokalisasi menjadi satu tempat dari sekian banyak lokalisasi, mengadakan penyuluhan dan pembinaan beragama, pendidikan dan keterampilan. “Saat itu juga kita berkoordinasi dengan instansi, dinas atau jawatan serta organisasi lainnya. Tujuannya supaya tugas pokok BPRS berjalan lancar,” ujar Misbah.
Setelah melakukan inventarisir lokalisasi oleh BPRS, maka  wali kota yang saat itu telah dijabat H Syarifuddin Yoes pada tanggal 1 Agustus 1989 mengeluarkan SK Nomor 188.45-149.1./1989 tentang penutupan beberapa lokalisasi WTS dalam Kota Balikpapan dan Penetapan Komplek Lokasi WTS Km 17 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara. Komplek WTS Km 17 Karang Joang sebagai satu-satunya lokasi WTS dalam wilayah Balikpapan.
“Pemusatan ini dilakukan supaya BRPS bias focus melakukan pembinaan, jadi tidak ada tempat prostitusi lain selain di Km 17 itu. Kebetulan posisinya juga saat itu sangat berjauhan dari pusat kota, tidak seramai sekarang,” jelasnya.
Lokalisasi yang ditutup di antaranya adalah Komplek WTS Lembah Harapan Baru  (LHB) Jalan Industri Gunung Malang Klandasan Ilir, Komplek WTS Manggar Sari, Komplek Benteng Jalan Pengeran Antasari Klandasan Ilir, Komplek WTS Km 3 Batu Ampar serta yang  terakhir Komplek WTS Km 6 Batu Ampar. “Jadi setelah ditutupnya lima lokasi itu, maka penghuninya dipindah ke Komplek WTS Km 17.  Supaya WTS tidak lagi berkeliaran di tengah kota, itu pak Syarifuddin Yoes yang membuat SK” kata Misbah.
Dengan adanya Komplek WTS Km 17, maka Walikota Syarifuddin Yoes membentuk tim khusus untuk meneliti dan menilai harga bangunan komplek rehabilitasi atas nama CV Sumber Karya Utama. Saat itu diketuai Asisten I yang dijabat Abdul Gani  dan sekretarisnya Drs H Moh Ali yang menjabat Kabag Kesejahteraan Rakyat.
“Jadi lahan dan bangunannya pemkot yang mengerjakan, saat itu ketuanya Assiten I. Saya lupa berdapa dana yang dikeluarkan pemkot, yang jelas kita bukan merelokasi tapi merehabilitasi,” ungkap pria yang terkahir menjabat Kepala Badan Pengingkatan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Pemkot Balikpapan.
Selanjutnya, Misbah selaku ketua umum kembali menegaskan struktur organisasi dan tata kerja BPRS yang berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT)lewat SK No 1/BPR/1989. Tugas pokok UPT BPRS di antaranya adalah melaksanakan segala usaha dan kegiatan pengelolaan keuangan dari semua sumber. Mengadakan pengamanan dan melakukan usaha-usaha penertiban terhadap pengunjung maupun penghuni komplek rehabilitasi.
“Usaha itu sempat berjalan dengan lancar, banyak WTS yang hidupnya membaik seperti jadi tukang jahit dan buka warung. Tapi setelah saya pensiun tahun 1995, saya tidak tahu lagi karena sudah diswastakan,” imbuh Misbah.
Misbah juga sempat mempertanyakan kinerja pihak swasta yang mengelola komplek rehabilitasi Km 17 saat ini. Pasalnya, yang berkembang bukan lagi rehabilitasi tetapi menjadi pusat lokalisasi. “Inikan melenceng dari fungsi utama pemkot membangun Km 17, seharusnya ini lebih baik bukan semakin buruk. Makanya saya berharap instansi terkait bisa segera menyikapinya, karena ini amanah,” tutur Misbahudin Malim. (http://balikpapanpos.co.id/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar