Selasa, 22 Juli 2014

Pasar Taman Puring

Apa yang terbayang pertama kali ketika mendengar nama Taman Puring? Bagi kebanyakan orang, satu hal yang terbayang  pastinya adalah sepatu murah. Sejak dahulu, kawasan yang berlokasi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tersebut memang terkenal sebagai pasar bagi para penjual sepatu-sepatu dengan harga yang tidak menguras isi kantong para pembelinya. Di tempat itu memang banyak sekali pilihan sepatu dengan kondisi barang masih bagus, tetapi dihargai miring oleh si penjual. 

Namun sebenarnya, tidak hanya sepatu yang diperdagangkan disana.  Beragam barang kebutuhan lainnya, mulai dari elektronik, handphone, aksesoris otomotif, hingga pakaian, tersedia disana. Berbagai barang tersebut, baik yang baru maupun yang bersifat second-hand, pada umumnya tersedia dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan pusat perbelanjaan lainnya di Jakarta.  

Suasana di pasar Taman Puring sendiri tampak telah tertata baik. Sebuah bangunan pasar modern yang berdiri di sebelah Polsek Taman Puring tersebut menjadi tempat bernaung bagi sekitar 710 pedagang. Bangunan tersebut tampak tertata rapi dengan ketinggian dua lantai. Hal ini tentu sangat berbeda dengan kondisi pasar Taman Puring beberapa puluh tahun yang lalu.   
    
Kawasan Taman Puring sudah tenar sekitar tahun 1960an. Ketika itu Taman Puring masih berupa pangkalan oplet, dimana pedagang pikulan "mangkal" disana untuk mengeruk rejeki. Baru pada tahun 1983, berdasarkan kebijakan Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Soeprapto, dibuatlah pasar untuk menampung para pedagang bekas di Jakarta Selatan. Selain itu, disebelah pasar tersebut, juga dibangun taman untuk rekreasi publik. Semenjak itulah, kawasan tersebut hingga kini akrab disebut Taman Puring.  

Pada pertengahan tahun 1997, ketika krisis moneter melanda negeri ini, Walikota Jakarta Selatan menyediakan sejumlah tenda sementara di area taman publik bagi warga yang terkena PHK. Izin berdagang di sana tentu sifatnya hanya sementara dan dibatasi. Pedagang hanya boleh berjualan di setiap hari Sabtu dan Minggu, sehingga disebut Pasar Tunggu (Sabtu-Minggu).  

Namun, pada masa itu, tidak lagi tampak keberadaan taman yang seharusnya menjadi rekreasi publik tersebut. Seluruh badan taman tampak ditutupi oleh ratusan tenda kumuh para pedagang disana. Sampah-sampah yang berserakan juga turut "menghiasi" taman yang kerap menjadi Pasar Tunggu tersebut. Pemandangan di kawasanTaman Puring pada saat itu sangatlah tidak sedap untuk dipandang mata. 
Barulah pada tahun 1999, tepatnya pada tanggal 8 Januari, Pemda Jakarta Selatan melakukan pembongkaran paksa. Ratusan pedagang di Taman Puring harus menempati lokasi baru yang telah disediakan. Di antaranya di Pasar Pondok Indah dan ditepi rel kereta api dekat stasiun kereta api Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.  

Pada masa 1980 hingga 1990-an, image pasar Taman Puring, yang berada disebelah taman tersebut, juga cukup kelam. Di masa itu, pasar Taman Puring terkenal sebagai pusat tadahan barang-barang hasil kriminal. Ada copet yang menjual kembali hasil copetannya, ataupun rampok yang juga menjual hasil kerjanya. 

Hal itu dibenarkan oleh Buyung, seorang pedagang kaset lama yang telah menempati pasar Taman Puring sejak 1985. Menurutnya, pada saat itu memang Taman Puring banyak pedagang yang menjual barang-barang curian. "Tapi kebanyakan pedagang-pedagang tersebut berjualan di kawasan taman, bukan di pasar Taman Puring," katanya.  

Selain itu, kondisi pasar Taman Puring  pada masa itu juga tampak berantakan. Ratusan pedagang tampak berjubel-jubel menempati kios-kios sederhana yang telah disediakan oleh Pemda DKI tersebut. Sebuah bangunan kumuh yang telah berumur menjadi tempat bernaung bagi sekitar 700-an pedagang. "Pada saat itu, kami memang hanya menempati tempat yang telah disediakan oleh Pemda. Kondisinya memang cukup memprihatinkan. Pasar gak nampung pedagang yang jumlahnya ratusan," jelas Buyung. 

Tapi hal itu berubah sekitar tahun 2002. Kebakaran hebat yang melanda pasar tersebut, memaksa pemerintah membangun kembali bangunan pasar dengan bangunan yang lebih modern. Sebuah bangunan baru dibuat lebih luas dengan dua tingkat, mampu menampung hingga lebih dari 700 pedagang. Gedung pasar yang telah tertata rapi itulah yang hingga kini masih berdiri dengan cukup megah.  

Adalah Sukiman, sekretaris pengelola pasar Taman Puring, yang menjadi saksi mata perubahan Taman Puring tersebut. Sukiman, yang juga bekerja sebagai pedagang sejak 1988 tersebut, sempat juga menyaksikan kebakaran di pasar tersebut.  

"Kebakaran terjadi pada tahun 2002. Tidak lama kemudian, kami para pedagang mengajukan pembangunan kembali pasar ini, karena ini tempat kami mencari rejeki. Tak lama kemudian Gubernur Sutiyoso menerima permintaan kami dan mengucurkan dana Rp10 milyar untuk membangun pasar seperti yang bisa kita lihat saat ini," papar Sukiman ketika diwawancarai pada Sabtu (3/12). 

Menurut Sukiman, pasar Taman Puring sendiri bukan berbentuk Pasar Jaya.  Pasar ini murni pasar yang diperuntukan untuk pedagang kaki lima. Pasar ini dibina oleh Pemda DKI Jakarta. Namun untuk pengelola dipercayakan oleh pedagang. 
"Di pasar Taman Puring terdapat 710 kios. terbagi 2 lantai. Lantai atas kebanyakan diisi oleh pedagang loak berbagai macam barang elektronik. Sementara itu, lantai bawah diisi oleh macam-macam pedagang, seperti sepatu, pakaian, aksesoris dan lain-lain.  Pada umumnya, di lantai bawah didominasi oleh pedagang sepatu, yang berjumlah sekitar 415 kios," jelas Sukiman.  

Sukirman juga menjelaskan, bahwa kini barang-barang yang dijual oleh pedagang tidak ada lagi yang berupa curian. Menurutnya, pedagang-pedagang yang menjadi penadah tersebut umumnya berjualan di kawasan taman, bukan di pasar. Dan saat ini, mereka sudah tidak lagi berdagang di kawasan TP. 

"Semenjak tahun 1999, pemda telah membongkar para pedagang-pedagang yang berjualan di kawasan taman tersebut. Mereka kini telah dipindahkan ke kawasan pasar Kebayoran Lama," jelasnya.  
Selain itu, menurut Sukiman, kini barang-barang yang dijual oleh pedagang tidak lagi melulu barang bekas atau barang black market. Barang-barang baru kini menjamah pasar Taman Puring. Barang-barang baru yang dijual oleh para pedagang tersebut umumnya dipasok langsung dari negeri Cina. Namun ada pula yang merupakan pasokan lokal, seperti dari Tangerang dan Mangga Dua.

"Kita sih gak pernah menganjurkan barang-barang black market, karena barang-barang tersebut kan tidak pasti kualitasnnya," papar Sukirman.  

Oleh karena itu, ia menyarankan, para pengunjung yang ingin berbelanja di pasar Taman Puring sebaiknya bisa membedakan mana barang yang asli dan barang yang palsu.  Walaupun kini pasar Taman Puring telah berubah menjadi pasar yang tertata rapi, Sukiman mengakui masih banyak tantangan yang dihadapi oleh pasar Taman Puring. Menurutnya, beberapa kali, rencana penggusuran telah dicetuskan oleh Pemda DKI. 

"Saya berharap pasar Taman Puring tetap dipertahankan sebagai pasar yang menampung para pedagang kaki lima. Pasar ini selama berpuluh-puluh tahun telah menghidupi ratusanpedagang-pedagang kecil seperti saya. Jangan sampai digusur hanya karena Pemda ingin membangun mall atau pusat perbelanjaan yang lebih modern," ungkap Sukiman. 

Oleh karena itu, ia berharap agar media-media massa turut membantu menyuarakan agar pemerintah tetap mempertahankan pasar yang telah berdiri sejak tahun 1983 tersebut.  Terlebih, kini pasar Taman Puring telah menghilangkan image terdahulunya sebagai pasar penadah. 

"Dengan sejarah panjang yang dimiliki oleh pasar Taman Puring, sudah sepantasnya pemerintah tetap mempertahankannya," pungkas Sukiman. (http://www.kabarindonesia.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar