Senin, 04 Agustus 2014

Pasar Bacan Makassar

  •  
Pasar Tradisional Tertua di Pecinan MakassarArmin Sulfikar
Bagi pendatang baru tak akan menyangka jika di tengah kawasan pecinan yang ditumbuhi bangunan mewah berupa ruko, rumah tinggal, tempat peribadatan, perkantoran dan berbagai tempat usaha lain, juga terdapat pasar tradisional. Unik. Itulah Pasar Bacan di kawasan pecinan kota Makassar.

Pasar yang dulunya lebih dikenal dengan nama Pasar China karena berada di kawasan pecinan, termasuk salah satu pasar tradisional berusia tua di kota Makassar. Kehadiran pasar ini diperkirakan sudah ada untuk melayani kebutuhan orang Tionghoa yang banyak memasuki ibukota Provinsi Sulsel di akhir abad XIX.

Selain masih terjaga tradisi jual-beli layaknya di pasar- pasar tradisional, Pasar Bacan juga hingga sekarang hanya hidup setengah hari. Pasar yang mulai aktivitasnya pada pukul 05.00 subuh  tersebut, tanpa dikomando para pedagang di sana sudah menutup, membersihkan,  dan memindahkan semua lapak penjualannya dari muka jalan sebelum pukul 12.00 siang setiap hari.  

Pasar tidak mempunyai lodz dan kios permanen. Para penjual hanya menggunakan tenda dan balai-balai yang seketika dapat dibongkar atau dipindahkan. Maklum, sesuai namanya, kegiatan transaksi jual-beli pasar ini menggunakan bentangan Jalan Bacan yang melintas di kawasan pecinan Makassar. Poros ini pada pukul 12.00 siang hari hingga pukul 05.00 subuh esoknya berfungsi normal sebagai Jl. Bacan yang dapat dilintasi berbagai jenis kendaraan.

Setiap pagi, suasana di jalan Bacan selalu ramai oleh para pedagang yang sibuk mempersiapkan barang dagangan. Sejumlah mobil angkutan, ojek dan becak tampak meramaikan suasana pasar. Beberapa becak terlihat penuh dengan muatan sayur-mayur, rempah-rempah, dan ikan. Ada pula yang membawa daging babi.

“Cari apaki, Pak?” Begitu seorang perempuan berusia sekitar 50 tahun dengan ramah menyapa Independen sambil membereskan meja dagangannya. Perempuan penjual daging babi dan bakso yang mengaku bernama Linlin itu, telah berdagang sejak tahun 1970. Pasar China, urainya, telah mengalami banyak sekali perubahan. Berbeda dengan pasar China Makassar tempo dulu.

"Sekarang kita bisa lebih tenang berdagang, karena tempatnya sudah jelas. Beda dengan dulu, kita selalu merasa diburu dan terancam digusur. Syukur tempatnya sekarang sudah ditata baik dan bersih sehingga dirinya bersama pedagang lain bisa lebih tenang berjualan," jelasnya.

Pasar didominasi  konsumen etnis Tionghoa diakui dapat lebih nyaman dan aman, lantaran sudah ada orang ditugasi bertanggung jawab memelihara kebersihan serta mengatur ketertiban jual-beli. ‘’Tapi sekarang yang berjualan di sini kebanyakan orang baru. Hanya tinggal beberapa orang merupakan pedagang lama,’’ kata Linlin.  

Menurut kisahnya, pasar di jalan Bacan, kelurahan Melayu, kecamatan Wajo ini tumbuh bersamaan datangnya etnis Tionghoa di Makassar. Mereka datang bergelombang, sejak abad ke-14 hingga abad ke-19.

Jeffry Chandra, seorang warga Tionghoa di Jalan Lombok kepada Independen berkisah, bahwa pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, migrasi orang Tionghoa  semakin besar. Banyak di antara mereka yang membawa serta keluarga dari tanah kelahirannya ke Makassar. “Mereka inilah yang kemudian hidup beranak-pinak dan menjaga darah Tionghoa asli mereka. Orang menyebutnya sebagai Tionghoa Totok,” jelasnya.

Orang Tionghoa Totok, katanya, memiliki sejumlah keunikan. Diantaranya, selalu menjaga kemurnian darah mereka dengan cara menikah antara sesamanya Tionghoa. Sebagian besar mereka suka memilih tinggal di daerah eksklusif, yang sekarang dikenal sebagai pecinan atau China Town. Orang Tionghoa Totok juga menjaga kebiasaan berbahasa Mandarin meski dalam lingkungan tertentu. ‘’Bahkan mereka memiliki pasar khusus dan tempat pemakaman tersendiri,” ujar Jeffry.

Pasar China, awal berdirinya memang di kawasan pecinan. Bagi warga Tionghoa, keberadaan pasar merupakan sarana sosial, tempat berinteraksi dengan sesama warga. Pasar China ini sebelumnya mengalami beberapa kali perpindahan lokasi.

Kepala Kelurahan Melayu, M Rizal Zain menunjuk beberapa tempat yang pernah dijadikan pasar China di Makassar, di antaranya jalan Sulawesi, jalan Sangir, jalan Timor, dan terakhir jalan Bacan.

Menurut M.Rizal, pasar China sebelumnya sering berpindah tempat lantaran adanya keberatan dari warga sekitar lokasi. Warga tidak setuju sekitar lingkungan pemukimannya dijadikan tempat berjualan  meskipun setelah pasar usai, jalanan tetap dibersihkan.

“Dulu penjual sering dikejar-kejar karena warga merasa dirugikan, meskipun setelah pasar China itu bubar lokasi kembali bersih seperti semula, namun karena warga waktu itu keberatan, akhirnya pasar itu beberapa kali mengalami perpindahan tempat. Sekarang menetap di jalan Bacan, buka pukul 05.00 subuh hingga jam 12.00 siang setiap hari,” katanya.

Selain warga Tionghoa, sudah terdapat beberapa dari etnis Bugis- Makassar. Salah seorang diantaranya adalah Naharuddin. “Dulu waktu buka pasar singkat sekali. Hanya berlangsung dari pukul 06.00 hingga 10.00 pagi,’’ jelasnya.

Segala macam barang keperluan dapur sehari-hari dijual di Pasar Bacan. Tak heran jika saat ini juga, selain etnis Tionghoa sudah banyak warga kota Makassar lainnya sekitar pecinan berbelanja di pasar ini.


- See more at: http://www.independen.co/news/index.php/urban/makassar/item/1498-pasar-tradisional-tertua-di-pecinan-makassar#sthash.PAx3dOmp.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar