Selasa, 30 September 2014

Penjudi Terkaya di Kota


Semua penduduk kota tahu belaka, kekayaan orang terkaya di kota, Sugiarta, didapat dari Judi. Sepakbola adalah ajang yang paling sering menjadi objek judinya.
Awalnya, Sugiarta hanyalah pemain judi kecil-kecilan. Sampai suatu kali, Ia memasang taruhan pada kesebelasan favoritnya. Di piala dunia 2006, ia menjagokan Italia. Menjual sepeda motor sebagai modal taruhan. Mujur baginya, Italia keluar sebagai juara. Ia menang besar. Meraup untung yang lumayan.
Keberuntungannya terus berlanjut ketika Tim Favoritnya, Inter Milan semakin menggila beberapa tahun belakangan ini. Uang kemenangan hasil judinya semakin bertumpuk. Ia gunakan sebagian untuk membangun rumah, sisanya lagi digunakan untuk membangun kerajaan, ia menjadi Bandar Judi.
“Feeling nya bagus sekali, aku curiga ia main dukun, masa tebakannya tepat melulu!” Begitu kira-kira komentar warga tentang kemujuran Sugiarta dalam judi bola.
“Ya dia pasti main dukun. Kemujurannya keterlaluan”
“Namanya Sugiarta. Sugih Harta, dalam bahasa jawa, artinya kaya harta. ini berpengaruh tidak pada peruntungannya?”
“Tidak! banyak nama sugiarta lain yang kukenal, mereka kere! Sugiarta yang satu ini pasti main dukun!”
Perbincangan itu terjadi di sebuah Cafe pada suatu malam beberapa tahun yang lampau, saat Sugiarta baru mulai merintis bisnis Judinya. Perbincangan yang diikuti oleh orang-orang paling kaya di kota. Salah satu yang terlibat dalam percakapan malam itu adalah Dayat, musuh besar Sugiarta.
“Aku tidak percaya klenik” Kata Dayat tiba-tiba, menghentikan perdebatan itu.
“Aku akan bungkam dia dengan caraku” lanjut Dayat.
*****
Sugiarta sedang berada di rumahnya yang megah. Rumah berpagar tinggi dengan pos satpam di halaman, menjaga keamanan rumah. Duduk ia di teras depan rumah, ditemani Karni, istrinya yang makin hari makin cantik saja penampilannya. Menikmati senja sambil mengamati rumput hijau di pekarangan rumahnya yang luas.
“Rumah kita ini masih bisa dibangun lagi, Pak. Dibikin rumah bertingkat” Ujar Karni sore itu.
“Buat apa, kita toh belum punya anak?”
“Biar terlihat makin megah gitu, Pak”
“Ah, Rumah ini juga sudah cukup mewah, kok, Bu. Kokoh dan penuh lukisan mahal”
Lukisan, adalah salah satu hal yang banyak menyedot harta Sugiarta. Dia suka pergi ke Galeri-galeri lukisan, mengunjungi pameran, mengangguk-angguk ketika mendengarkan penjelasan tentang pelukis ini pelukis itu, sekalipun sesungguhnya tidak mengerti. Yang ia Pahami, Dayat, orang yang juga termasuk paling kaya di kota, gemar menyambangi pameran semacam ini.
Sugiarta merasa puas bila mengalahkan penawaran Dayat di pelelangan Lukisan. Dengan begitu, ia merasa mengungguli kekayaan Dayat. Sebaliknya Dayat merasa sakit hati bila penawaran yang ia lontarkan di acara-acara lelang hampir selalu dikalahkan oleh Sugiarta.
Pernah suatu kali, mereka berdua bertarung untuk mendapatkan lukisan dari pelukis baru yang belum punya nama. Lukisan yang mereka berdua tak tahu dimana letak keindahannya. Dayat membuka pertarungan dengan tawaran dua puluh juta rupiah. Seketika ruang di balai lelang itu senyap. Dua puluh juta untuk lukisan tidak terkenal. Ketika juru lelang mulai mengumandangkan hitungan, Sugiarta menukas. “Duapuluh lima Juta!” teriaknya. Dayat tak mau kalah, tawarannya dinaikkan lagi.
Begitu terus, dua orang ini saling berusaha mengungguli.
Juru lelang menghapus keringat didahinya dengan saputangan. Tawaran terakhir, delapan puluh juta rupiah yang dilontarkan Sugiarta tidak mendapat perlawanan. Harga yang terlalu tinggi untuk sebuah lukisan yang entah siapa pelukisnya. Bagi Sugiarta, ini tidak penting. Yang penting adalah, semua orang tahu, siapa orang yang paling kaya di kota.
Dia yang paling kaya, yang mau menghamburkan uang untuk sebuah lukisan yang tidak jelas juntrungannya, itu standar yang dipakai oleh Sugiarta.
Perseteruan Dayat dan Sugiarta ini mulai terjadi ketika Sugiarta mulai merintis bisnis Judi bolanya. Dayat yang lebih dulu mengawali bisnis ini merasa dilangkahi. Ada orang yang berani membuka lahan yang sama di wilayah yang ia kuasai. Maka Dayat pun menyewa Mat Gedor, tukang pukul paling ditakuti di kota, memerintahkannya untuk meneror Sugiarta. Tiap malam, Mat Gedor menyatroni kediaman Sugiarta, yang kala itu belum berpagar setinggi sekarang, dan belum ada satpam di pelatarannya.
Sugiarta belum tahu soal ini ketika pada suatu malam kira-kira pukul sebelas, pintu rumahnya diketuk dengan keras. Ketika dibuka, terkejut ia mendapati sesosok Mat Gedor yang tinggi besar bertampang sangar menyeringai lebar tepat didepan mukanya.
“Kau yang namanya Sugiarta, heh?!”
Sugiarta mengangguk pelan, ia tak sanggup menjawab. Kata-katanya terhenti diujung lidah yang kelu.
“Mulai besok, kau musti tutup bisnismu!”
“Bisnis apa?” Sugiarta memberanikan diri bertanya.
“Bisnis Judi Bolamu! Tolol!” Bentak Mat Gedor.
“Itu.. eh.. anu.. kenapa?” tanya Sugiarta panik. Dibentak oleh seorang sekasar dan sesadis Mat Gedor, memang membuat nyali ciut seketika.
“Karena itu wilayah Bos Dayat! Kalau kau masih nekat juga, ku bikin mampus kau sekeluarga!”
Ancaman dari seseorang seperti Mat Gedor, mau tidak mau harus dituruti. Ia terlihat sangat serius waktu mengucapkan niatnya untuk menghabisi Sugiarta sekeluarga. Ancamannya bukan ancaman kosong. Tangan Mat Gedor sudah terlampau sering memakan korban. Sugiarta pun menuruti saran Mat Gedor. Menutup Bisnis Judinya. Saat itu, Sugiarta merasa keberuntungannya telah habis. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Atmaja.
Atmaja, seorang pemuda kurus berkacamata, jika bicara sepatah-sepatah, selalu gugup. Sugiarta bertemu dengannya di sebuah warung internet (warnet) di dekat rumahnya. Sejak kejadian Mat Gedor itu, Sugiarta memang jadi lebih suka memasang taruhan judi secara On Line. Ia suka mengunjungi situs-situs judi bola.
Dari situ, kemujurannya perlahan kembali. Ia hampir selalu menang, tebakannya hampir selalu tepat. Atmaja sendiri adalah seorang pecandu Game Online. Tipa malam menghabiskan waktu di warnet untuk bermain game, mendapatkan uang dari menjual karakter game, atau item-item yang dibutuhkan oleh para pemain game. Atmaja dengan mudah mendapatkan item-item tersebut. Ia bisa membobol database server game tersebut.
Suatu kali kemampuan Atmaja membobol database ini sampai juga ke telinga Sugiarta. Ia membayangkan, dengan bantuan Atmaja, database server situs judi itu bisa ia ubah sesuka hati, mentransfer sejumlah nominal tanpa perlu berdebar-debar menanti hasil pertandingan.
Maka pada suatu kesempatan yang baik, ketika penjaga warnet telah tertidur, dan pengunjung warnet tinggal mereka berdua, Sugiarta memberanikan diri menghampiri Atmaja. Berbasa-basi sebentar, lalu mengutarakan maksudnya. Ingin mengajak Atmaja bekerja sama membobol database server situs judi langganan Sugiarta. Ajakan yang dijawab Atmaja dengan cibiran.
“Kalau saya sih, lebih suka bikin situsnya, jadi bandarnya” Kata Atmaja sambil tetap menatapi layar monitornya.
“Itu sih sudah jelas, Nah, masalahnya, saya tidak bisa bikin, dan saya dengar kamu bisa membobol database” tukas Sugiarta.
“Saya bisa bobol, saya juga bisa bikinnya pak” kata Atmaja lagi.
Mata Sugiarta berbinar-binar. Ia merasa sedikit malu, kenapa hal ini tidak terpikirkan sebelumnya. Menjadi bandar judi online, ini tentu lebih menguntungkan daripada mengambil sedikit-sedikit nominal dengan membobol database.
Dengan naluri penjudi yang ia punya, Sugiarta segera mencatat kontak Atmaja, menjadikannya rekan bisnis, dan dimulailah lembar baru itu. Ia gelontorkan sisa dana yang ia punya untuk membangun situs judi bola.
Satu semester berjalan, dan situs judinya itu sudah mulai menarik banyak pengunjung. Melampaui bisnis yang dibangun Dayat sejak lama, sebab bisnis Sugiarta kali ini, tidak terbatas ruang dan waktu. Mereka yang memasang taruhan di situsnya, berasal dari berbagai penjuru dunia.
Sejak saat itu, Sugiarta menjelma sebagai Orang kaya baru di kotanya. Dayat hanya bisa memandang iri, tidak bisa lagi ia menyuruh Mat Gedor untuk menggertak Sugiarta, karena Mat Gedor kini tunduk pada perintah Sugiarta. Bayaran yang ditawarkan Sugiarta jauh lebih tinggi.
Beruntung bagi Dayat, Sugiarta tidak menyimpan dendam, ia tidak memerintahkan Mat Gedor untuk mengancam Dayat. Kalaupun menyimpan dendam, ia lampiaskan dendamnya itu dengan membungkam Dayat di pameran-pameran lukisan.
***
“Jadi pak, bagaimana, rumah kita ini ditingkat saja ya? biar makin megah” Ucapan Karni membuyarkan lamunan Sugiarta.
“Bukannya tadi sudah aku bilang tidak perlu?”
“Ah..” Karni merengut kecewa.
“Jangan suka cemberut begitu, nanti cepat tua” Sugiarta tertawa menanggapi istrinya yang cemberut.
Kata-kata Sugiarta yang menegaskan bahwa merevonasi rumah adalah tidak perlu sepertinya cuma angin lalu. Satu bulan sejak percakapan sore itu, rumah itu dibongkar, dibangun ulang, melibatkan arsitek terbaik dikota untuk mengepalai proyek.
Sementara rumahnya direvonasi, Sugiarta dan Karni berlibur ke berbagai negara, sebulan lamanya. Karni tidak tahu mengenai rencana renovasi rumah ini. Sugiarta membayangkan bagaimana senangnya Karni nanti sepulang liburan nanti, rumahnya berubah wujud, menjadi rumah bertingkat seperti keinginannya. (http://kisahfiktif.wordpress.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar