Keberadaan rumah sakit yang berada dibawah naungan PTPN IImenyebabkan rumah sakit menjadi aset bagi PTPN II sehingga segalakonsekuensi atas rumah sakit menjadi tanggung jawab PTPN II.Keberadaan aset PTPN II berupa rumah sakit Tembakau Deli menjadi permasalahan yang kompleks mengingat dalam peraturan menteri BUMN bahwatidak ada larangan bagi PTPN sebagai unit usaha BUMN untuk menjual ataumengalihtangankan aset yang dimiliki. Permasalahan mengenai legalitas tidak hanya berhenti pada persoalan itu saja melainkan juga bersinggungan denganUndang-undang No 11 Tahun 2010 mengenai perlindungan bangunan bersejarah.
Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah
Perkembangan zaman yang pesat membuat cagar budaya menjadi sumber daya budaya yang memiliki sifat rapuh, unik, langka terbatas, dan tidak terbarukan.Dalam konteks menjaga cagar budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik diwilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan pengaturan untuk menjamin eksistensinya. Pengaturan mengenai perlindungan bangunan bersejarah berdasarkan perundang-undangan meliputi aktifitas pembongkaran ataupun pelanggaran terhadap bangunan bersejarah.Pemerintah melalui UU No. 11 Tahun 2010 telah menetapkan beberapaklasifikasi zona yang diperuntukkan untuk perumahan atau pemukiman, perdagangan, perkantoran, pendidikan dan lain-lain. Bangunan kuno yangmemiliki nilai sejarah tersebut dapat dikategorikan sebagai benda cagar budayadan mendapat perlindungan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentangcagar budaya.
Foto 4Lokasi Rumah Sakit Tembakau Deli dan Zona Bangunan BersejarahSumber : Google maps
Berdasarkan peta tersebut, zona bangunan bersejarah berkaitan dengansebaran keberadaan bangunan bersejarah pada lokasi tersebut, seperti rumah sakitumum Tembakau Deli, rumah sakit militer KODAM I Bukit Barisan, Perumahan(bangsal) Jalan Gaharu, Kantor Telekomunikasi Jalan H.M. Yamin, Kantor P.T.KAI Jalan H.M. Yamin, Kantor Dinas Pariwisata Jalan H.M. Yamin, kompleks perumahan Jalan Sena, Medan Conservatory Jalan Mahoni dan lainnya yangtersebar di kawasan tersebut. Secara sederhana keberadaan bangunan bersejarah dikawasan tersebut termasuk dalam sebaran bangunan bersejarah ring (lingkaran) 1,yaitu ring utama yang terdiri dari beragam bangunan bersejarah dengan beragamlatar belakang sejarah dan pusat perkembangan Kota Medan.Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya menjelaskan bahwa cagar budaya merupakan warisan budaya bersifatkebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, kawasan cagar budaya di darat/atau di air yang perludilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.Hal tersebut menjelaskan bahwa bangunan cagar budaya merupakan cagar budayayang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah.Pelestarian bangunan cagar budaya yang memiliki nilai penting bagi sejarahdidasarkan pada Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010Tentang Cagar Budaya.Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar BudayaPelestarian Cagar Budaya bertujuan:a. Melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia; b. Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya;c. Memperkuat kepribadian bangsa;d. Meningkatkan kesejahteraan rakyat; dane. Mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakatinternasional .Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budayamengenai lingkup pelestarian cagar budaya, merupakan:a. Pelindungan, merupakan upaya mencegah dan menanggulangi darikerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya. b. Pengembangan, merupakan peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, danadaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian.c. Pemanfaatan, merupakan pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetapmempertahankan kelestariannya.Cagar budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik,langka, terbatas, dan tidak terbarui, sehingga dalam rangka menjaga cagar budayadari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupunyang berada di lingkungan air, diperlukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatannya. Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentangcagar budaya menjelaskan benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai benda, bangunan, atau struktur cagar budaya apabila dapat memenuhi kriteria
sebagai berikut:a. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,agama, dan/atau kebudayaan; dand. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai bangunan bersejarahdengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangandengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya, maka bangunan bersejarah boleh saja beralih fungsi sepanjang tetap memperhatikanfungsi sosialnya. Hal ini menjelaskan bahwa alih fungsi bangunan tidak secarakhusus diatur di dalam undang-undang ini.
Upaya Pencegahan Terjadinya Alih Fungsi Bangunan Bersejarah
Secara sederhana pemilik bangunan bersejarah merupakan individu ataukelompok yang memiliki hak atau yang memiliki sertifikat yang sah baik yangdiperoleh dari cara pewarisan maupun jual-beli atas bangunan bersejarah. Pemilik yang memiliki bangunan bersejarah di Kota Medan mengatakan bahwaketerbatasan pemilik untuk merawat dan melestarikan bangunan bersejarahdikarenakan pemilik tidak memiliki dana yang cukup. Sebagian besar dari pemilik bangunan bersejarah telah mengalihfungsikan bangunan bersejarah tersebutmenjadi tempat usaha dan jasa.Berdasarkan hal tersebut, peran pemerintah sangat dibutuhkan sebagaiupaya pencegahan terjadinya alih fungsi bangunan bersejarah menjadi bangunankomersial. Salah satu upaya pencegahan terjadinya alih fungsi ialah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.Undang-Undang tersebut berfungsi untuk mengatur pelestarian mencakup tujuanuntuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu berarti bahwaupaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan secara keruangan antarakepentingan akademis, ideologis, dan ekonomis, yang pada kenyataannya upayatersebut tidak berperan secara aktif karena kurangnya pengawasan dariPemerintah Daerah.
Upaya pencegahan alih fungsi terhadap bangunan dapat dihindari, apabila pemanfaatan ruang dikendalikan dengan baik, serta pola ruang berupa klasifikasizonasi benar-benar diterapkan. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan yangdilakukan merupakan pembangunan yang berkelanjutan (
suistainabledevelopment),
dalam arti bahwa pembangunan yang dilakukan saat ini tidak hanya bermanfaat untuk generasi saat ini tetapi juga untuk generasi yang akan datang.Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 TentangPenataan Ruang menyatakan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang merupakanupaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. pengendalian pemanfaatan ruang punmerupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruangdan menertibkan penyimpangan pemanfaatan ruang yang telah terjadi.Upaya pencegahan alih fungsi pun dapat dilaksanakan berdasarkan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan melalui penetapan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi sebagaimanatercantum dalam Pasal 35 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, pada kenyataannya yang terjadi di lapangan adalah banyaknya bangunan bersejarah yang beralih fungsi pada tujuan komersial semata. []
Daftar Pustaka :
Breman, Jan. 1997.
Menjinakkan Sang Kuli; Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad Ke-20
. P.T. Pustaka Utama Grafiti – Perwakilan Koninklijk Instituut voor Taal, Land-en Volkenkunde, Jakarta.Passchier, Corr. 1995.
Medan; Urban Development by Planters and Entepreneurs1870-1940
. Issues in Urban Development, CNWS Leiden University.Pelzer, Karl. J.
Toean Keboen dan Petani; Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatra Timur 1863-1947
. Penerbit Sinar Harapan.Saraswati, Titien. 2011.
Managing the Treats to Vernacular Quality of 'Loses' in Java, Indonesia
. ISVS e-journal, Vol 2 Issue 1 June 2011. Duta Wacana ChristianUniversity, Yogyakarta, Indonesia.Syuhada, Ichsan. 2009.
Kontroversi Hari Jadi Kota Medan
, Skripsi S1, JurusanSejarah Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, tidak diterbitkan.
Sumber Foto :
Foto 1sumber Ibnu Avena MatondangFoto 2 dan 3, sumber Tropen Museum.(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7a/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Hospitaal_TMnr_60016269.jpg).Foto 4, sumber Google Maps
Academia © 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar