Keberadaan Pelabuhan Muara Jati sangat erat kaitannya dengan
sejarah berdirinya kota Cirebon, sehingga Pelabuhan Muara Jati pun
merupakan salah satu target kunjungan ketika kami sedang berada di Kota
Cirebon ini. Jika hari sebelumnya kami
menggunakan becak untuk berkeliling di Cirebon, maka Pelabuhan Muara
Jati kami kunjungi dengan menyewa sebuah mobil dan merupakan tempat
pertama yang kami datangi di pagi itu.
Melewati Jl. Sisingamangaraja kami pun masuk melalui pintu gerbang
pelabuhan dan menyusuri jalan di dalam kompleks Pelabuhan Muara Jati
sampai akhirnya tiba di sebuah dermaga yang berada di Jl. Pelita.
Suasana cukup sepi di dermaga Pelabuhan Muara Jati ini. Hanya ada
beberapa buah kapal yang terlihat tengah sandar, dan tidak ada kesibukan
aktivitas bongkar muat yang lazim terjadi di sebuah pelabuhan niaga.
Sebuah kapal tunda yang terlihat masih baru bernama KT Muarajati I
tengah tengah sandar di salah satu dermaga Pelabuhan Muara Jati Cirebon
ini. Di belakangnya adalah kapal patroli polisi perairan berwarna
abu-abu dengan senapan mesin terpasang di haluannya.
Beberapa buah kapal yang tengah sandar di dermaga Pelabuhan Muara Jati
Cirebon. Di depan adalah ANS 86 dari Jakarta, dan di belakangnya adalah
Atlantic Star 19 dari Samarinda. Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan
Muara Jati kabarnya memang sepi, karena para pedagang tampaknya lebih
suka membongkar muat barangnya di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta,
atau Pelabuhan Tanjung Mas di Semarang.
Kapal Atlantic Star 19 dilihat dari sisi depan. Pelabuhan Muara Jati
Cirebon ini dahulunya adalah sebuah pelabuhan nelayan tradisional kecil,
yang mulai berkembang menjadi pelabuhan niaga pada abad ke-14,
menjelang berdirinya kerajaan di Cirebon.
Tumpukan batubara yang membukit di atas sebuah kapal di sudut dermaga
Pelabuhan Muara Jati Cirebon. Dermaga yang memanjang di sebelah kiri
kapal tampaknya menjadi dermaga bongkar batubara di Pelabuhan Muara Jati
Cirebon. Truk-truk pengangkut batubara ini sempat dipermasalahkan oleh
masyarakat setempat karena seringnya mereka parkir di sembarang tempat.
Sebuah perahu motor kecil tampak tengah melintas masuk ke dalam dermaga
Pelabuhan Muara Jati Cirebon. Setelah beberapa saat di sekitar Jl.
Pelita, kami pun meninggalkan dermaga ini, menyusur jalanan di dalam
kompleks Pelabuhan Muara Jati Cirebon dan berhenti beberapa saat di
dermaga kecil yang berada di Jl. Perniagaan.
Kapal-kapal yang tengah sandar di dermaga di Jl. Perniagaan Pelabuhan
Muara Jati Cirebon. Tidak pula terlihat kesibukan di dermaga kecil ini.
Jika anda melihat peta Google Pelabuhan Muara Jati Cirebon pada bagian
akhir tulisan ini, cobalah anda melihat citra satelitnya untuk mendapat
gambaran mengenai posisi dan ukuran dermaga di Jl. Perniagaan ini, yang
tidak terlihat pada peta biasa.
Sebuah kapal kecil yang hampir seluruh badannya telah berada di bawah
permukaan air, atapnya pun sudah dibongkar, menyisakan deretan
tiang-tiang penyangganya, kandas di dermaga Jl. Perniagaan Pelabuhan
Muara Jati Cirebon.
Jangkar yang menjadi lambang kehidupan bahari, menggantung beristirahat
di haluan kapal. Peran jangkar digantikan tali tambang kuat yang
mengikat kapal di patok-patok baja atau beton di tepian dermaga ketika
sebuah kapal tengah bersandar.
Haluan kapal yang nyaris tenggelam menjadi sebuah pemandangan yang cukup
menarik di dermaga Jl. Perniagaan di Pelabuhan Muara Jati Cirebon ini.
Kapal pun mengikuti siklus lahir, jaya, dan mati.
Pengendara sepeda motor tampak tengah melintas di depan gedung tua di
Jl. Perniagaan di kompleks Pelabuhan Muara Jati Cirebon. Gedung ini
bertahun pembuatan 1918, dan tampaknya dijadikan sebagai tempat
pergudangan.
Kapal-kapal sandar di dermaga Jl. Pelita Pelabuhan Muara Jati Cirebon
dengan latar belakang biru Gunung Ceremai yang dibalut sederet awan
putih.
Manuskrip Purwaka Caruban Nagari menyebutkan bahwa pada abad XIV desa
nelayan kecil Muara Jati ini telah disinggahi banyak kapal asing untuk
berniaga dengan penduduk setempat. Adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang
ditunjuk oleh penguasa Galuh (Padjadjaran) sebagai pengurus pelabuhan
ini. Kemudian Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan para nelayan ke tempat
pemukiman baru di daerah Lemahwungkuk, dan ia pun diangkat sebagai
kepala pemukiman baru itu dengan gelar Kuwu Cerbon. (http://www.thearoengbinangproject.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar