Konon, pada ribuan tahun silam
terdapat sebuah desa yang terletak di sungai payan-anak sungai (long pujungan)
yang di huni 80 KK dari masyarakat suku dayak, sub-etnis kayan dari puak
Ma-Afan.
Di desa itu
terdapat seorang tokoh yang sangat dihormati dan disegani bernama Ku Anyi
sebagai kepala suku yang hidup dengan damai sejahtera. Namun, hingga masa
tuanya, suami istri Ku Anyi belum juga di anugerahi keturunan, sehingga setiap
saat Ku Anyi dan istri berdoa kepada yang maha kuasa dengan penuh kepasrahan.
Ku Anyi setiap harinya dengan mata pencahariannya berburu menelusuri hutan
belantara, gunung, dan bukit bersama anjing kesayangannya.
Alhsil, saat
menelusuri hutan belantara tersebut, Ku Anyi mendengar suara aneh dan melihat
anjjingnya menyalak dengan keras dan terus menerus ke arah serumpun bambu
betung dan di sekitar itu juga terlihat sebutir telur di atas daun jemelai.
Karena hari
sudah terlalu sore dan hasil buruan tidak kunjung di dapat, dengan rasa
penasaran terhadap bambu dan telur yang ditemukannya, maka Ku Anyi membawanya
pulang kerumah. Sesampainya di rumah, Ku Anyi memberikan bambu dan telur
tersebut kepada istrinya, kemudian istrinya meletakkannya di atas para-para
dapurnya.
Karena
merasa lelah dan capek serta suasana pada malam itu sedang turun hujan lebat
dan guntur yang cukup dahsyat, Ku Anyi dan istrunyya beristirahat, hingga
akhirnya mereka tertidur dengan lelapnya.
Setelah
keesokan harinya, Ku Anyi dan istrinya di bangunkan oleh suara tangis bayi yang
cukup keras yang berasal dari arah dapur. Dengan rasa penasaran, mereka segera
menghampiri sumber tangis bayi tersebut. Alangkah terkejutnya mereka melihat
ternyata sumber tangis bayi itu berasal dari bambu betung dan teluryang ia bawa
kemarin.
Setelah diamati
ternyata bayi tersebut merupakan bayi laki-laki dan bayi perempuan, kedua bayi
ini di anggap karunia dewa. Kemudian Ku Anyi memberikan nama Jau Iru yang
artinya guntur
besar pada bayi laki-laki dan Lamlai
Suri pada bayi perempuan.
Setelah
mereka dewasa, Jau Iru dan Lamlai Suri di nikahkan oleh Ku Anyi. Kisah Jau Iru
dan Lamlai Suri diabadikan dengan didirikannya monumen “Telor Pecah”. Monumen
tersebut terletak di antara jalan sengkawit dan jelarai, yang mengingatkan kita
tentang cikal bakal berdirinya kesultanan Bulungan.
Bulungan,
berasal dari kata “Bulu Tengon” (bahasa bulungan), yang artinya bambu betulan.
Karena adanya perubahan dialek bahsa Melayu maka berubah menjadi
“Bulungan”.
( Cerita Rakyat Bulungan/http://ndah-nduuyy.blogspot.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar