Kamis, 31 Juli 2014

Mengenang Bioskop Misbar


Jakarta Biennale 2013 SIASAT telah berakhir. Tapi upaya untuk membuka akses bagi aktivitas kultural yang menarik dan terbuka bagi publik kota belum usai. Bersama Kineforum, satu-satunya ruang pemutaran film alternatif di Jakarta, Jakarta Biennale akan menggelar Bioskop Kineforum Misbar di pelataran Monas, Jakarta Pusat, dari 10 hingga 16 Desember 2013.
© kineforum 2013
© kineforum 2013
Berbeda dari program-program pemutaran film di ruang terbuka lainnya, Bioskop Misbar mengambil format sinema yang populer di Indonesia pada dekade 1970 dan 1980-an. Misbar (gerimis bubar) merujuk pada gedung bioskop tanpa atap. Format pertunjukan ini sudah ada di Jakarta sejak tahun 1900 ketika bioskop pertama di Batavia berdiri. Bioskop itu terletak di Lapangan Gambir. Bangunan segi empat berdinding gedek dan beratap kaleng atau seng itu dimiliki seorang pengusaha Belanda bernama Talbot. Atap yang renggang, atau bahkan lowong, membuat hujan dan gerimis menyusup masuk. Penonton akan menepi ke sisi ruangan sambil tetap menikmati film yang diputar, atau pulang meninggalkan pertunjukan.
Seiring perkembangan industri perfilman di Indonesia, misbar tetap hidup berdampingan dengan tumbuhnya gedung-gedung bioskop baru yang lebih permanen dan mewah. Tidak hanya di Jakarta, tapi juga kota-kota kecil lain di Jawa. Mereka yang melewati masa kecil di dekade 70 dan 80-an memiliki ingatan yang khas tentang bioskop misbar. Namun, di Indonesia tidak ada banyak catatan tentang bioskop, baik yang ditulis secara personal maupun lewat penelitian tertentu. Padahal masyarakat Indonesia memiliki budaya menonton yang tinggi. Maka, kabar tentang bioskop misbar pun disampaikan secara lisan, dari orang tua pada anaknya, dari generasi lampau ke generasi yang tumbuh bersama stasiun-stasiun televisi swasta. (sumber: http://jakartabiennale.net/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar