Rabu, 23 Juli 2014

Tahu Gejrot

Tahu adalah salah satu jenis makanan kaya protein dengan harga terjangkau. Banyak artikel yang mencatat bahwa tahu telah dikenal masyarakat dan  telah dikonsumsi di Tiongkok sejak abad 2 SM. Dan kini seperti yang kita ketahui, penyebarannya di Indonesia telah menjadi pemerkaya kuliner Nusantara. Menjadi jenis makanan beragam bentuk, tekstur dan cara penyajian yang khas di tiap daerah.Tentunya perubahan ini terjadi karena penyesuaian kondisi alam dan budaya masyarakatnya.
Misal di Cirebon, kita mengenal nama Tahu Gejrot. Tekstur, rasa, dan cara penyajiannya tentu telah jauh berbeda dengan tahu Cina. Berbeda pula dengan Tahu Sumedang, Tahu Pong (Semarang), Mau pun Tahu Petis dll. Lantas bagaimanakah proses perubahan itu terjadi
Di negara asalnya, Tiongkok, telah tercipta ratusan jenis tahu, meski secara umum dapat dibedakan menjadi tiga jenis utama : Tahu Utara, Tahu Selatan dan Tahu GDL. Tahu Utara adalah jenis yang dikeringkan dan di-press. Jenis koagulan (penggumpal protein) yang digunakan adalah air asin. Teksturnya masih memiliki kelembaban yang sama dengan “momen tofu” di Jepang. pembedanya adalah kulitnya yang kering sehingga dapat diambil dengan mudah oleh sumpit. Sementara Tahu Selatan menggunakan jenis koagulan dengan bahan gypsum-calcium sulfate. Meski dalam prosesnya mirip dengan jenis utara, hanya saja prosesnya lebih ringan daripada tahu dari utara.
Begitu pun dengan jenis tahu yang ada di Indonesia. Dari sekian banyak jenis tahu, secara umum dapat dibedakan dalam tiga jenis. Jenis yang pertama masih sangat dekat secara bentuk, tekstur dan cara penyajiannya dengan tofu. Teksturnya lebih lembut,  dengan cara penyajian dikukus. Atau secara umum disebut tahu mentah. Tahu jenis kedua adalah tahu berkulit namun memiliki tekstur yang lembut di bagian dalam. Jenis ini serupa dengan jenis Tahu Utara, karena menggunakan air asin sebagai koagulan. Dan yang ketiga adalah tahu berkulit keras dan tekstur dalam yang kosong. Tahu yang ketiga ini kemudian menjadi tiga nama yang begitu populer, yakni; tahu Pong, tahu Bulat, dan Tahu Gejrot.
Dari segi bentuk dan bahan koagulan yang dipakai, Tahu Gejrot tergolong dalam jenis Tahu Cina Selatan. Dan memiliki kesamaan dengan tahu Bulat (Jawa Barat), dan tahu Pong (Semarang). Secara Kesejarahan, Dinasti-dinasti Cina Selatan telah sering berhubungan dengan Jawa. Mulai dari Abad ke-5 dengan Faxian (Fa Hsien) sebagai utusan, hingga Laksamana Cheng Ho pada abad ke 15 sebagai utusan.
Dan secara geopolitik, Cirebon pernah berhubungan langsung dengan Cina ketika tahun 1415 M, Laksamana Cheng Ho memindahkan 25.000 orang Cina dari Provinsi Yunan dan Swatow di Cina Selatan ke Palembang, Kalimantan, dan Pulau Jawa. Di Jawa, imigran Cina ditempatkan di Banten, Cirebon, Semarang, Juwana, Jepara, Gresik, Ampel (Surabaya), dan Bangil. Semua ini dilakukan dalam rangka menjaga hubungan bilateral antara Raja-raja di Nusantara dengan Dinasti Ming III. Karena Dinasti Cina Selatan telah menjalin hubungan sejak abad ke-5. Hubungan berikutnya antara Dinasti Cina Selatan dengan Cirebon adalah hubungan perkawinan antara Sunan Gunung Jati dengan Putri Kaisar bernama Tan Hong Tien Nio.
Berkat hubungan bilateral yang sangat dekat, dengan membangun daerah-daerah Pecinaan di Palembang, Kalimantan dan Jawa, maka sangat memungkinkan bahwa Tahu Gejrot tercipta di Cirebon pada tahun-tahun migrasi Laksamana Ceng Ho di tahun 1415 M. Bertepatan dengan pembangunan mercusuar di atas Bukit Amparan Jati.
Meski secara umum, tahu Bandung atau tahu mentah dengan koagulan GDL seperti Tahu pada awalnya di Cina, bisa jadi lebih tua. Keberadaannya bertepatan dengan kedatangan Faxian pada abad ke-5 di Taruma Negara. Karena penyebaran Tahu ditenggarai oleh vegetariannya para penganut Budha.
Pembeda berikutnya adalah kekhasan dari tahu gejrot yang rasanya tawar, berwarna pucat pasi dengan tekstur kulit yang tebal dan isi yang (agak) kosong. Inilah pembeda tahu gejrot dengan tahu sumedang, tahu petis, tahu pong, atau tahu-tahu yang lainnya. Padahal Cirebon memiliki garis pantai dan tambak garam di sepanjang Pantura. Tawarnya Tahu Gejrot dikarenakan, pabrik-pabrik pembuat tahu ini berada jauh dari garis pantai.
Seperti yang sampai hari ini bisa ditemui, salah satu komplek pembuatan Tahu Gejrot terdapat di Desa Jatiseeng, Kec Ciledug- Kab Cirebon. Berjarak 70-an KM ke arah timur dari Kota Cirebon dan 5-an KM ke arah barat laut dari alun-alun Kecamatan Ciledug. Di sana terdapat komplek pabrik tahu yang telah berdiri sejak tahun 1968-an, dikelola secara turun temurun. Pemasarannya telah tersebar hingga ke Bandung, Jakarta, Semarang dan beberapa kota besar lainnya di Pulau Jawa. Ketahanannya yang mencapai 5-7 hari menjadi batas pemasaran tahu yang khas disajikan dengan kuah ini.
Tahu jenis ini sudah sangat identik sebagai salah satu kuliner khas dari Cirebon. Tapi jangan salah, masing-masing wilayah di Cirebon memiliki kekhasan kulinernya masing-masing, dan tahu gerjrot ini awalnya adalah makanan khas dari Cirebon Timur. “Gejrot” adalah istilah dalam bahasa sunda ketika air mencimprat karena sebuah tekanan. Sementara bawang merah adalah komoditas pertanian yang melimpah di Cirebon Timur.
Jadi dari segi bentuk dan tekstur, Tahu Gejrot sangat dekat dengan Tahu Pong dan Tahu Bulat. Namun dari segi rasa Tahu gejrot tidak berasa (tawar) seperti tahu GDL, atau tahu mentah Bandung. Kekhasan berikutnya adalah cara penyajiannya yang mengoptimalkan melimpahnya bawang merah.
Bernama Tahu Gejrot karena penyajiannya tidak bisa terlepas dari racikan kuah. Kuahnya tidak sembarang, melainkan menjadi keharusan menggunakan rebusan gula merah dengan perasa garam secukupnya. Kemudian dicampur dengan hasil ulekan cabe rawit dan bawang merah mentah.
Sensasi “gejrot”nya berasal dari irisan tahu yang kecil dengan tekstur isi yang cenderung kosong, mampu menyerap kuah dan akan memuncrat ketika digigit. Inilah salah satu sensasi makan tahu gejrot yang asik dengan pasangan kuahnya. Bayangkan jika tahu petis yang bertekstur kulit tipis dan isi yang cenderung padat dengan rasa yang asin jika kita celupkan pada kuah rebusan gula merah, maka tidak ada sensasi “gejrot”-nya karena tahu petis bukanlah tahu gejrot.
Apalagi tahu Sumedang dengan rasanya yang (sudah) asin, maka jika disajikan dengan kuah rebusan gula merah yang gurih maka akan makin asin. Pokoknya hanya tahu gejrot yang pantas disajikan dengan kuah rebusan gula merah.
Cara penyajian dari tahu gejrot ini seolah telah menjadi rumus matematik yang akan ganjil ketika salah satu resep tidak terpenuhi. Atau hanya dimakan tahunya saja seperti tahu lain. Iris jadi dua dengan garis iris dari sudut ke sudut sehingga membentuk segi tiga. Kemudian siapkan kuah dengan merebus gula merah secukupnya. Setelah rebusan gula merah mendidih masukkan garam secukupnya hingga terasa perpaduan antara rasa manis dan asin menyatu menjadi gurih.
Setelahnya siapkan bawang merah dan cabe rawit (untuk komposisinya bisa disesuaikan dengan selera masing-masing) pada sebuah cobek tanah liat, jangan terlalu lembut, cukup sekadar hancur dan melebur antara bawang dan cabainya. Keduanya mentah, tanpa direbus atau digoreng. Kemudian kucurkan kuah rebusan gula tadi ke atas cobek yang terdapat rendosan atau ulekan bawang merah dan cabai rawit mentah, aduk hingga rata. Siapkan potongan tahu gejrot pada cobek yang terpisah, lalu basuhkan kuah dari cobek cabe ke dalam cobek berisi tahu. Maka tahu gejrot pun siap dinikmati. (http://www.wacananusantara.org/)

Sumber Rujukan:
Dede Firmansyah Albanjary. 2012. Tahu Gejrot Asli Cirebon.http://nutrisiuntukbangsa.org/tahu-gejrot-asli-cirebon/
Hadiana Tian. 2011. Tahukah Anda? Tahu Gejrot Dari Cirebon. http://hadianatian-powerblog.blogspot.com/2011/09/tahukah-anda-tahu-gejrot-dari-cirebon.html
Ihwanul Falah. 2012. Sejarah Cirebon Versi Catatan Tionghoa. http://indramayutradisi.blogspot.com/2012/06/
Sejarah Cirebon.2013. Laksamana Cheng Ho Singgah di Pelabuhan Muara Jati.http://sejarahcirebon.wordpress.com/2013/03/07/
Huang Dada. 2013. Sejarah Singkat Tahu Dari Tiongkok ke Seluruh Dunia.http://parahyangan.wordpress.com/2011/08/13/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar