Rabu, 24 Desember 2014

Kesetiaan Gereja Ayam Tak Lekang Jaman



Sejarah penyebaran Kristen di Indonesia terutama di Jakarta, banyak
menyisakan cerita. Terutama peninggalan berupa gereja-gereja yang tua
tersebar di pelosok Jakarta, salah satunya Gereja Ayam.
Gereja Ayam terletak di Jalan Samanhudi No.12 Pasar Baru, Jakarta
Pusat. Konon, dinamakan Gereja Ayam (Belanda:Haantjes Kerk) karena di
menaranya terdapat penunjuk arah angin yang berbentuk ayam jago.
Pertama kali dibangun pada tahun 1856, awalnya gereja ini hanya
berupa kapel untuk melayani jemaat Belanda dan pribumi pada waktu itu.
Khotbah diadakan pada hari Minggu dalam ahasa Melayu dan Belanda.
Kemudian pada tahun 1914 bangunan gereja lama dibongkar karena sudah
rusak dan dianggap tidak aman lagi untuk digunakan. Pembangunan gereja
baru yang berbentuk seperti sekarang ini, membutuhkan dana yang tidak
sedikit. Oleh karena itu pembangunannya sempat tersendat.
Tetapi dengan sumbangan besar dari J.Dinger, seorang pembesar
Belanda, Gereja ini akhirnya bisa diresmikan pada tahun 1915. Bangunan
ini dirancang oleh NA. Hulswit dari biro arsitek Cuypers en Hulswit dan
dapat menampung hingga sekitar 2.000 jemaat.
Mulai tahun 1953 dinamakan Gereja Pniel. Bangunan yang mempunyai dua
buah menara pada tampak mukanya bergaya neo-romanik dengan unsur-unsur
neo-barok.
Museum Bersejarah
Banyak benda bersejarah tersimpan di Gereja Ayam. Salah satunya
Alkitab tua yang tebalnya lebih dari 20 sentimeter dan diperkirakan
berumur satu abad. Alkitab bersampul kayu ini konon hanya ada dua di
dunia dan didatangkan dari Belanda.
Adapula sebuah jam antik yang menggerakkan lonceng untuk memulai
ibadah di gereja. Jam ini terletak di menara gereja, sayang saat ini
jam itu rusak dan belum diperbaiki. Gereja juga mempunyai kaca jendela
yang khusus didatangkan dari Belanda dan masih dipertahankan hingga
kini.
Soal penunjuk angin berbentuk ayam, menurut cerita simbol ini
diilhami oleh salah satu ayat dalam Injil yang mengisahkan penyangkalan
Yesus sebagai Tuhan oleh muridnya, Petrus, sebanyak tiga kali sebelum
ayam berkokok. Simbol berumur ratusan itu hingga kini masih terpelihara
dengan baik.
Cerita Ayam dan Kelabang
Ada cerita menarik yang menghubungkan Gereja Ayam dan kawasan Pasar
Baru. Konon, Pasar Baru yang didirikan Gubernur Jenderal Deandels itu
pernah mengalami kemerosotan ekonomi tahun 1928.
Pengunjung berkurang drastis dan banyak pedagang gulung tikar. Para
pedagang yang kebanyakan keturunan Tionghoa yakin bahwa hal itu ada
hubungannya dengan Feng Shui.
Mereka percaya penyebabnya adalah patung ayam di Gereja Ayam yang
letaknya memang berdekatan dengan Pasar Baru. Konon, jika dilihat dari
atas, Pasar Baru berbentuk seperti kelabang. Jalannya berbentuk lurus
serta ada cabang di kanan kirinya.
Dalam kepercayaan Tionghoa, kelabang sangat takut dengan ayam.
Bahkan, binatang berkaki banyak itu salah satu menu utama ayam.
Menariknya, patung ayam di Gereja Ayam memang berhadapan langsung dengan
Pasar Baru, seakan siap menerkam kelabang.
Diceritakan pula, seorang ahli Feng Shui yang sengaja didatangkan
dari Tiongkok menyarankan agar dibuat patung burung elang untuk
menangkal kesialan di Pasar Baru.
Menurut pakar Feng Shui itu, ayam sangat takut dengan burung elang.
Akhirnya, patung burung elang itu dipasang di atas “Toko Populer” dan
masih ada sampai sekarang. (http://kabarinews.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar