Minggu, 28 Juni 2015

Pan Belog dan Bebek

Pan Belog sangat dungu. Di desa itu ia terkenal karena  kebodohannya. Banyak orang mencemoohkan dan menertawakannya.  Ia bukan saja tidak mau bersekolah, tetapi juga tidak mau bekerja. Namun di depan istrinya, ia tidak pernah menolak  tugas. Ia tidak suka dibilang malas, dan juga tidak suka dibilang bodoh.
"Bapane!" seru istrinya pada suatu pagi. "Hari ini aku sangat sibuk. Tolong belikan aku dua ekor bebek di pasar. Bebek itu akan digunakan upacara di rumah mertua."
Setelah menerima uang, Pan Belog segera berangkat ke pasar.
"Pilih bebek yang gemuk dan berat, Bapane!" kata istrinya lagi.
"Beres!" jawab Pan Belog.
Baru saja masuk ke pintu pasar, lelaki bodoh itu melihat banyak pedagang bebek. "Aku beli dua bebek. Ini uang!" katanya kepada seorang pedagang.
Pedagang itu heran, karena pembeli bebek itu mengambil begitu saja dua ekor bebek dan menyerahkan sekeping uang ringgit. Sebetulnya ia masih memiliki sisa uang, tetapi ia segera pergi dan tidak memperdulikan uang kembalian. "Aneh benar laki-laki itu," pikir pedagang bebek. "Ia tidak menawar dan tidak menanyakan uang kembalian," pikirnya lagi sambil menyimpan sekeping uang ringgit itu.
Dalam perjalanan pulang, Pan Belog melewati sebuah sungai yang cukup dalam. Dalam hatinya terlintas, ingin mengetahui keadaan bebek itu. Bebek-bebek itu sangat gemuk. Istrinya pasti senang mendapatkan bebek yang gemuk itu.
Bur! Geek, geek, geek! Bebek-bebek itu dilemparkan ke sungai. Bebek-bebek itu bersahut-sahutan riang gembira. Mereka berenang ke sana ke mari. Membenamkan seluruh tubuhnya, lalu mengambang kembali.
"Kurang ajar!" teriak Pan Belog. "Pedagang itu telah menipuku!" katanya. Lelaki bodoh itu mengira bebek-bebek itu adalah hewan palsu. Tubuhnya hanya terdiri dari bulu-bulu, sedangkan badannya kosong.
Pan Belog meninggalkan bebek-bebek palsu itu. Ia pulang dan segera melaporkan perbuatan pedagang yang suka menipu itu.
"Mana bebekmu? Dan mana uangmu?" tanya istrinya setelah melihat Pan Belog pulang dengan tangan hampa.
"Aku ditipu oleh pedagang jahat itu!" kata Pan Belog marah-marah. Lalu ia menceritakan pengalamannya, mulai dari memilih bebek, menyerahkan sekeping ringgit, dan melepas bebek-bebek itu di sungai.
"Bebek itu kosong. Hewan itu hanya terdiri dari bulu-bulu," kata Pan Belog menutup ceritanya.
"Dasar dungu!" teriak istrinya marah-marah. "Bebek berenang dikira kosong!" Istrinya tambah marah setelah mengetahui suaminya tidak membawa uang kembalian. Sang istri mengambil sebilah kayu lalu mengancam suaminya. Pan Belog lari terbirit-birit. Ia kembali ke sungai untuk mengambil bebek-bebek itu. Tetapi di sana tak ada bebek yang berenang.
***
 
Tak ada yang perlu diteladani dari sifat dan perilaku Pan Belog. Tokoh yang benar-benar dungu itu tidak menyadari kebodohannya. Salah satu sifat bodoh adalah ketidaksadaran akan kebodohan. Ada beberapa kemungkinan sifat bodoh. Mungkin karena genetik, menderita sakit, dan mungkin pula karena kurangnya pengalaman belajar.
Cerita rakyat "Pan Belog dan Bebek" yang berasal dari Bali itu lebih menekankan kebodohan karena kurangnya pengalaman belajar. Ia tidak tahu sifat bebek dan tidak tahu menghitung uang. Namun ia merasa dirinya mampu dan mengetahui seluk-beluk bebek.
Jalan pikirannya logis. Benda yang mengapung adalah benda ringan. Walaupun bebek itu gemuk, tetapi kegemukan itu disebabkan bulu-bulu yang tebal, sedangkan isinya kosong-melompong. Ia bermaksud memenuhi permintaan istrinya, yakni membeli bebek gemuk dan berat. Ternyata bebek yang dibelinya itu kosong. Ia tidak menyalahkan dirinya sendiri, tetapi menuduh pedagang yang suka menipu.
Dongeng mengenai orang bodoh itu tergolong dongeng humor. Kekuatan humornya adalah sifat aneh dan cara berpikir yang tampak logis. Apa yang dikira logis itu sesungguhnya tidak logis. Dua unsur yang bersimpang jalan itu disebabkan sifat dungu. Ada usaha dari Pan Belog memperbaiki kesalahannya, tetapi terlambat. Bebek-bebek itu telah hilang. Mungkin diambil orang atau dihanyutkan air sungai.
* made taro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar