Sabtu, 22 Agustus 2015

Kisah perlawanan Pak Sakera hingga mati digantung Belanda

Kisah perlawanan Pak Sakera hingga mati digantung Belanda
Sakera. ©film Pak Sakerah


Kisah Pak Sakera memang tidak banyak ditemukan dalam literatur buku-buku sejarah. Apalagi tokoh Madura yang dikenal berani melawan Belanda ini belum masuk sebagai pahlawan nasional. Namun demikian, epos perjuangan Sakera populer bagi masyarakat Jawa Timur, terutama di Pasuruan dan Madura dan tetap awet lewat cerita-cerita ludruk.

Bahkan kisah Pak Sakera ini juga pernah menghiasi layar televisi pada tahun 80-an. Misalnya lewat tayangan ludruk di TVRI maupun lewat film layar lebar yang dibuat pada 1982 silam dengan tokoh utama W.D. Mochtar sebagai Sakera.
Lalu bagaimana kisah Sakera yang disebut-sebut tewas dihukum gantung oleh Belanda itu?

Berdasar cerita tutur dan kisah-kisah dalam ludruk, Sakera bernama asli Sadiman lahir dari keluarga ningrat dari kelas MAS di Kelurahan Raci, Kota Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, pada abad 19 ketika negeri ini di jajah Belanda. Sakera tumbuh menjadi jagoan di daerahnya, sehingga akhirnya dia bekerja sebagai mandor di perkebunan tebu milik Pabrik Gula Kancil Mas Bangil di Pasuruan, Jawa Timur.

Tampang Sakera digambarkan sangar dengan kumis lebat dan udeng di kepala. Namun demikian dia bukan lah mandor jahat, tapi sebaliknya dia adalah mandor baik dan sangat memperhatikan kesejahteraan para pekerja hingga dijuluki sebagai Pak Sakera (Sakera dalam bahasa kawi artinya ringan tangan, akrab/banyak teman).

Sakera memiliki dua istri, yang pertama bernama Ginten sementara istri kedua bernama Marlena. Dia juga merawat keponakannya bernama Brodin. Kehidupan keluarga Sakera awalnya bahagia sebelum dia dicap sebagai pembunuh dan menjadi buron kompeni.
Kisah perlawanan Sakera bermula setelah musim giling selesai, yakni ketika pabrik gula tersebut membutuhkan banyak lahan baru untuk menanam tebu. Karena kepentingan itu, orang Belanda pemimpin pabrik gula itu ingin membeli lahan perkebunan yang luas dengan harga semurah-murahnya.
Dengan cara licik pimpinan pabrik menyuruh carik di Kampung Rembang agar menyediakan lahan baru bagi perusahaan dalam jangka waktu singkat dan murah dengan iming-iming harta dan kekayaan. Bisa ditebak, si carik silau dengan iming-iming harta sehingga bersedia memenuhi keinginan tersebut.

Si carik lalu menggunakan cara-cara kekerasan kepada rakyat untuk memenuhi ambisi perusahaan Belanda tersebut. Sakera yang melihat ketidakadilan ini mencoba selalu membela rakyat sehingga berkali kali upaya carik Rembang itu gagal. Dia lantas melaporkan hal ini kepada pemimpin perusahaan. Benar saja, pemimpin perusahaan marah dan mengutus wakilnya, Markus untuk membunuh Sakera.
sumber: www.merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar