Pulau miangas berdasarkan
sejarah telah berganti nama sebanyak 3 kali. Konon yang pertama namanya adalah “foi
laten” yang pertama kali ditemukan oleh dua bersaudara laki-laki dan perempuan yaitu
Tinuli (L) dan Sapo (P) yang merupakan keturunan dari mataengena dan sabolao
yang berasal dari mindanao, filipina. Mereka tumbuh bersama dalam keluarga
tersebut, hingga akhirnya mereka meminta izin ke kedua orangtuanya untuk
melakukan rantau. Menurut cerita, mereka menggunakan ikan hiu untuk berlayar di
lautan, berdasarkan itu pula lah pantangan untuk makan hiu bagi mereka.
Akhirnya, mereka sampai ke suatu pulau yang sekarang disebut miangas. Hingga
bertahun-tahun lamanya, mereka menetap di pulau tersebut dan tidak pernah
kembali ke kampung halamannya.
Sebagai
orang tua mataengena dan sabolao khawatir tak pernah mendengar kabar dari
anak-anak mereka. Mereka pun meminta doa kepada Allah agar kedua anaknya masih
hidup, mereka meyakini dalam doanya apabila terjadi kilatan di tempatnya dan di
tempat lain maka anaknya masih hidup. Dan saat itu terjadi kilatan secara
bersamaan di pulau seberang dan menamainya “foi laten” yang artinya disana ada
kilatan.
Kedua bersaudara ini sudah
lama tinggal di pulau ini, sebelum mereka di bawa oleh orang marampit untuk di
proses. Mereka dibawa karena orang marampit dulunya mau menguasai pulau ini
tapi ternyata sudah ada orang yang lebih dulu menemukannya. Saat itu kedua
bersaudara ini sempat melarikan diri ke hutan namun usaha mereka gagal lalu di
ikat dan dinaikkan ke perahu. Setelah melakukan pelayaran keliling pulau
miangas dari hilir ke hulu mereka akhirnya di buang ke luat untuk menghilangkan
jejak. Proses pelayaran dari hilir ke hulu ini akhirnya dinamakan “Tinonda”.
Berkat pertolongan yang maha
esa, mereka terselamatkan oleh hiu yang menyambar mereka dan membawanya kembali
ke miangas. Setelah bertahun-tahun tanpa sepengetahuan orang marampit, mereka
kembali bertahan hidup dipulau tersebut beranak cucu untuk menjaga peradaban
mereka. Saat orang marampit kembali untuk menguasai miangas mereka kaget
ternyata di miangas sudah terbentuk peradaban kecil yang merupakan keturunan
dari tinuli dan sapo dan akhirnya mereka tidak lagi berniat untuk membunuhnya.
Mereka pun akhirnya tinggal bersama di miangas dan kembali beranak cucu dengan
keturunan tinuli dan sapo. Pada zaman ini belum ada marga, dimana sekarang di
miangas sudah ada 12 marga yang menjaga miangas sampai sekarang.
Setelah sekian lama, bangsa
portugis yang memiliki kebiasaan berlayar dengan tujuan menjual rempah-rempah
akhirnya menemukan pulau miangas. Dan melakukan perdagangan di pulau tersebut
dan menamakan pulau tersebut dengan sebutan “Pulau Palmas” karena di pulau ini
banyak ditemukan pohon palem yang katanya berasal dari eropa.
Miangas
juga memiliki pahlawan sendiri yang melindungi mereka dari keganasan para
penjajah. Pahlawan tersebut adalah “opa mura”, Opa mura merupakan salah satu
pahlawan yang paling dikenal di miangas. Asal usul beliau sama sekali tidak
jelas dan tak ada satupun masyarakat miangas yang mengetahuinya. Saat perang
dengan kerajaan sulu (filipina), opa mura merupakan orang yang paling berjasa
menyelamatkan pulau miangas. Saat orang sulu tiba di miangas, Mura datang dan
mengangkat batu besar sampai orang sulu ketakutan dan pergi. Tapi karena
kebodohan orang-orang dulu, saat orang sulu sudah lari mereka pergi ke pantai
maliu keluar dari persembunyian mereka. Karena melihat itu orang sulu pun balik
ulang dan kembali menyerang miangas. Para penduduk termasuk opa mura sendiri
lari ke tanjung wora untuk menyelamatkan diri lalu lari lagi ke gowa kamenanga’.
Di sini banyak penduduk yang menjadi korban karena gowa tersebut dibakar dengan
daun kelapa kering yang disimpan dimulut gowa dengan tujuan agar mereka keluar
dan menyerah tapi sebagian penduduk kemudian lari lagi ke ota’ (gunung
keramat). Disini terjadilah perang terang-terangan antara orang miangas dipimpin
oleh Mura dengan orang-orang sulu. Berkat kasih dari yang Maha Kuasa, masyarakat
setempat berhasil mengusir penjajah ini. Leluhur akhirnya menamakan pulau ini
dengan sebutan Miangas yang artinya menangis. Melihat letak pulau yang juga
merupakan pulau terluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Batu yang menjadi saksi bisu perjuangan opa mura dengan orang sulu sejak dulu hingga sekarang masih berada di pantai maliu dekat gowa kamenanga’ dengan ukuran seperti dibawah ini.
Penulis :
Denni Aristiawan
Narasumber : Aser Essing (mantan mangkubumi) dan mangkubumi
1 tahun 2013
(http://kebutsemalam.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar