Kamis, 21 Mei 2015

PULAU MIANGAS


Pulau miangas berdasarkan sejarah telah berganti nama sebanyak 3 kali. Konon yang pertama namanya adalah “foi laten” yang pertama kali ditemukan oleh dua bersaudara laki-laki dan perempuan yaitu Tinuli (L) dan Sapo (P) yang merupakan keturunan dari mataengena dan sabolao yang berasal dari mindanao, filipina. Mereka tumbuh bersama dalam keluarga tersebut, hingga akhirnya mereka meminta izin ke kedua orangtuanya untuk melakukan rantau. Menurut cerita, mereka menggunakan ikan hiu untuk berlayar di lautan, berdasarkan itu pula lah pantangan untuk makan hiu bagi mereka. Akhirnya, mereka sampai ke suatu pulau yang sekarang disebut miangas. Hingga bertahun-tahun lamanya, mereka menetap di pulau tersebut dan tidak pernah kembali ke kampung halamannya.
Sebagai orang tua mataengena dan sabolao khawatir tak pernah mendengar kabar dari anak-anak mereka. Mereka pun meminta doa kepada Allah agar kedua anaknya masih hidup, mereka meyakini dalam doanya apabila terjadi kilatan di tempatnya dan di tempat lain maka anaknya masih hidup. Dan saat itu terjadi kilatan secara bersamaan di pulau seberang dan menamainya “foi laten” yang artinya disana ada kilatan.
Kedua bersaudara ini sudah lama tinggal di pulau ini, sebelum mereka di bawa oleh orang marampit untuk di proses. Mereka dibawa karena orang marampit dulunya mau menguasai pulau ini tapi ternyata sudah ada orang yang lebih dulu menemukannya. Saat itu kedua bersaudara ini sempat melarikan diri ke hutan namun usaha mereka gagal lalu di ikat dan dinaikkan ke perahu. Setelah melakukan pelayaran keliling pulau miangas dari hilir ke hulu mereka akhirnya di buang ke luat untuk menghilangkan jejak. Proses pelayaran dari hilir ke hulu ini akhirnya dinamakan “Tinonda”. 
Berkat pertolongan yang maha esa, mereka terselamatkan oleh hiu yang menyambar mereka dan membawanya kembali ke miangas. Setelah bertahun-tahun tanpa sepengetahuan orang marampit, mereka kembali bertahan hidup dipulau tersebut beranak cucu untuk menjaga peradaban mereka. Saat orang marampit kembali untuk menguasai miangas mereka kaget ternyata di miangas sudah terbentuk peradaban kecil yang merupakan keturunan dari tinuli dan sapo dan akhirnya mereka tidak lagi berniat untuk membunuhnya. Mereka pun akhirnya tinggal bersama di miangas dan kembali beranak cucu dengan keturunan tinuli dan sapo. Pada zaman ini belum ada marga, dimana sekarang di miangas sudah ada 12 marga yang menjaga miangas sampai sekarang. 
Setelah sekian lama, bangsa portugis yang memiliki kebiasaan berlayar dengan tujuan menjual rempah-rempah akhirnya menemukan pulau miangas. Dan melakukan perdagangan di pulau tersebut dan menamakan pulau tersebut dengan sebutan “Pulau Palmas” karena di pulau ini banyak ditemukan pohon palem yang katanya berasal dari eropa.
Miangas juga memiliki pahlawan sendiri yang melindungi mereka dari keganasan para penjajah. Pahlawan tersebut adalah “opa mura”, Opa mura merupakan salah satu pahlawan yang paling dikenal di miangas. Asal usul beliau sama sekali tidak jelas dan tak ada satupun masyarakat miangas yang mengetahuinya. Saat perang dengan kerajaan sulu (filipina), opa mura merupakan orang yang paling berjasa menyelamatkan pulau miangas. Saat orang sulu tiba di miangas, Mura datang dan mengangkat batu besar sampai orang sulu ketakutan dan pergi. Tapi karena kebodohan orang-orang dulu, saat orang sulu sudah lari mereka pergi ke pantai maliu keluar dari persembunyian mereka. Karena melihat itu orang sulu pun balik ulang dan kembali menyerang miangas. Para penduduk termasuk opa mura sendiri lari ke tanjung wora untuk menyelamatkan diri lalu lari lagi ke gowa kamenanga’. Di sini banyak penduduk yang menjadi korban karena gowa tersebut dibakar dengan daun kelapa kering yang disimpan dimulut gowa dengan tujuan agar mereka keluar dan menyerah tapi sebagian penduduk kemudian lari lagi ke ota’ (gunung keramat). Disini terjadilah perang terang-terangan antara orang miangas dipimpin oleh Mura dengan orang-orang sulu. Berkat kasih dari yang Maha Kuasa, masyarakat setempat berhasil mengusir penjajah ini. Leluhur akhirnya menamakan pulau ini dengan sebutan Miangas yang artinya menangis. Melihat letak pulau yang juga merupakan pulau terluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.



        
             Batu yang menjadi saksi bisu perjuangan opa mura dengan orang sulu sejak dulu hingga sekarang masih berada di pantai maliu dekat gowa kamenanga’ dengan ukuran seperti dibawah ini.
 

Penulis             : Denni Aristiawan
Narasumber     : Aser Essing (mantan mangkubumi) dan mangkubumi 1 tahun 2013
(http://kebutsemalam.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar