Jumat, 18 Juli 2014

Gado-gado


Dalam kehampaan sejarah tentang asal-muasal gado-gado, kita anggap saja gado-gado adalah sajian khas Betawi. Tetapi, gado-gado sudah sejak lama menembus keluar Jakarta dan telah pula menjadi hidangan yang sangat populer di seluruh Indonesia. Gado-gado muncul pada daftar makanan di restoran dari Sabang sampai Merauke. Bahkan banyak orang asing mengenali gado-gado – di samping nasi goreng – sebagai carte du jour nasional Indonesia.

Bahkan asal kata gado-gado pun masih gelap. Mungkinkah itu berasal dari bahasa Prancis? Atau Belanda? Atau Portugis? Tidak ada satu pun kamus Bahasa Indonesia yang dapat menjelaskan dari mana asal kata gado-gado. Bahkan dalam bahasa Betawi – yang untuk sementara kita sepakati sebagai asal-muasal dan tempat terpopuler untuk makan gado-gado – tidak dikenal istilah asli yang dapat menjelaskan asal kata gado-gado. RRI Studio Jakarta dulu punya acara obrolan yang amat populer antara seorang tukang sado (Bang Madi) dan tukang gado-gado (Mpok Ani). Keduanya adalah tokoh legendaris yang telah ikut menanamkan claim bahwa gado-gado adalah hidangan khas Betawi.

Gado-gado bahkan menjadi istilah untuk segala macam yang sifatnya merupakan adukan dari berbagai unsur. Misalnya, bahasa gado-gado untuk mengatakan bahasa campur-campur. Perkimpoian gado-gado adalah untuk dua mempelai yang punya latar belakang suku, agama, atau ras yang berbeda. Gado-gado barangkali juga merupakan istilah rakyat untuk mengatakan Bhinneka Tunggal Ika atau keberagamaan.

Kita hanya dapat memperkirakan asal nama gado-gado. Orang Jawa biasanya memakai istilah digado untuk makanan yang bisa dimakan tanpa nasi. Gado-gado, sekalipun sering dimakan dengan lontong, memang jarang dimakan dengan nasi. Bila dimakan dengan lontong, gado-gado memang merupakan a meal in itself, bukan lauk. Di Jawa ada makanan yang disebut gadon karena bisa dimakan tanpa nasi.

Mungkin karena claim yang kabur tentang gado-gado inilah maka kita tak dapat memperjuangkan claim resmi sebagai pemilik hak cipta atas gado-gado. Seorang pembaca "Jalansutra" di New Zealand bahkan dengan geram menemukan temuannya karena restoran Malaysia di sana menyebut gado-gado sebagai hidangan nasional Malaysia.

Pada dasarnya, gado-gado adalah campuran berbagai sayur rebus yang dibubuhi bumbu atau saus dari kacang. Sayur-mayur rebus yang dipakai biasanya adalah bayam atau kangkung, kacang panjang, tauge, labu siam, jagung, nangka muda, pare (paria), kol (kubis). Di atas sayur rebus itu dibubuhi lagi berbagai "asesori" seperti tahu goreng, tempe goreng, kentang goreng atau rebus, telur rebus, dan timun (tidak direbus) yang diiris tipis. Terakhir, setelah diberi bumbu kacang, ditaburi lagi bawang goreng dan kerupuk. Kerupuknya bisa emping mlinjo, kerupuk merah, kerupuk udang, atau kerupuk Palembang. Jenis kerupuk yang dipakai biasanya menentukan murah-mahalnya gado-gado. 

Gado-gado mengenal dua varian bumbu atau saus kacang. Yang pertama dan paling disukai adalah bumbu yang diulek secara individual. Bumbu ulek ini disukai karena dianggap lebih fresh, dan lebih eksklusif. Misalnya, ada orang yang ingin cabenya lebih banyak, atau tanpa kencur, atau mau ditambah daun jeruk purut yang diulek dan diratakan ke seluruh cobek agar memberi keharuman dan citarasa yang khas.

Varian yang kedua adalah bumbu yang sudah dipersiapkan dalam jumlah banyak dan tinggal disiramkan ke atas campuran sayur dan asesorinya. Ada pula yang merebus bumbu atau saus kacang ini sebentar agar semua elemen bumbunya menyatu. Apa pun jenis bumbu yang Anda pilih, pada akhirnya citarasa pribadilah yang menentukan. (http://www.kaskus.co.id/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar