Rabu, 16 Juli 2014

Jarak: Kawasan Merah Surabaya


Jarak adalah sebutan kawasan ‘merah’ Surabaya, Asal muasal sebutan Jarak dalam Bahasa Surobojoan, JARAK yang berarti GODA (menggoda). Para orang tua dulukalau melarang ke tempat tersebut pada anaknya “ojok liwat kono engkuk ke JARAK” artinya “jangan lewat disitu nanti tergoda”, kawasan ini pernah diberitakan sebagai kawasan prostitusi terbesar se Asia Tenggara, sungguh tidak mengenakkan bagi kita Arek Suroboyo. Tapi yok opo maneh memang kenyataannya semacam itu.
Kawasan yang berada di Surabaya Selatan tersebut, konon dulunya di bawah tahun 60-an adalah areal pemakaman tionghoa (cina) (arek Suroboyo menyebutnya Bong Cino), kawasan ini dulunya daerah pinggaran kota hingga sarana/fasilitas tidak layak sebagai sarana hunian masyarakat. Menuju kekawasan itu dulu, hanya jalan untuk kepentingan pemakaman, pintu gerbangnya berada di jalan Banyu Urip Kidul tepatnya (Buk Abang)Jembatan yang dominan berwarna merah walau sebenarnya ada warnanya kuning dan hitam. Umumnya warna bangunan ritual tionghoa,  termasuk di sekitar kawasan Buk Abang inipun dulunya pemakaman, penulis tidak tahu keadaan sekarang tapi penulis yakin sekali kalau di halaman atau di dalam rumah penduduk di sekitar sini masih ada makam (bong) yang masih tertinggal, di Banyu Urip Kidul Gang III.
Pasca-peristiwa pemberontakan PKI (Partai KomunisIndonesia) di tahun 1965, lokasi pemakaman yang Pemerintah Kotapraja Surabaya mengadakan pembersihan kota (dilaksanakan Kantor Sosial), PSK ditampung pada lahan kosong di sekitar area pemakaman tionghoa (cina) tersebut, Seiring dengan perkembangan waktu. Kawasan yang dulunya dianggap angker tersebut bukan halangan bagi kaum urban satu demi satu kaum urbanis meratakan bangunan makam, untuk dijadikan tempat tinggal. Hingga berubah bentuk menjadi perkampungan padat penduduk. Parahnya ketika itu banyak juga kaum urban yang ikut menempati lokasi makam ini selain para PKS gusuran yang masih melanjutkan melanjutkan profesinya semula tersebut. Hingga pada perkembangannya banyak bermunculan bisnis esek-esek yang menyatu dengan tempat tinggal warga. Sejalan dengan berkembangnya perekonomian masyarakat setempat.
Kegiatan yang mendominasi  adalah, Wisma, Panti Pijat, Pub dan Karaoke. Selain itu banyak juga usaha pendukung yakni: penitipan sepeda motor maupun mobil, ponten, warung, depot, toko, salon, bahkan sekarang terdapat tiga minimarket yaitu DRmart, Alfamart serta Indomart.  Di Kawasan lokalisasi tersebut yang paling populer adalah kompleks Gang Dolly, di kompleks lokalisasi Jarak jumlah pelacur dan wisma sekitar 400 wisma dengan 2.543 “anak asuh”. Sedangkan di kompleks lokalisasi Dolly sendiri, jumlah wisma sekitar 55 unit dengan sekitar 584 “anak asuh”. (sumber: ILO-IPEC dan PSKK UGM, 2004)
Di kompleks pelacuran Dolly, tarif kencan tergolong mahal, batas waktu kencan tiap-tiap wisma tidak sama.Adayang mematok 60 menit, 75 menit, dan 90 menit. Yang jelas tamu tidak diperkenankan berkencan lebih dari 90 menit yang merupakan toleransi batas waktu paling lama. Tetapi, kalau tamu berkencan kurang dari 60 menit misalnya 30 menit sudah puas sitamu tetap harus bayar penuh. Ada juga wisma tertentu biasanya punya koleksi khusus, dengan harga special, dari setiap tamu yang dilayani, seorang PSK hanya mengantongi separuh dari tarif kencan yang dibayar pelanggan.
Saat ini di kawasan tersebut meski jumlah sarana serta kegiatan masih berjalan seperti apa adanya, namun jumlah para anak asuh sedikit demi sedikit betul-betul sangat jauh menurun. (http://jawatimuran.wordpress.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar