Di Bali, arak merupakan satu jenis minuman yang digunakan sebagai sajian (tabuhan) bersama-sama dengan brem dan tuak pada upacara adat dan keagamaan. Disamping itu arak juga di sajikan sebagai hidangan khusus bagi orang dewasa.
Produksi minuman keras di Indonesia umumnya dilarang, namun berbeda dengan yang ada Bali. Arak Bali justru dijadikan salah satu oleh-oleh bagi para wisatawan yang datang ke Bali. Selain dikonsumsi untuk minum dan sebagai bagian dari sesajen upacara keagamaan, arak Bali juga diyakini dapat dijadikan obat boreh atau penghangat untuk menghilangkan rasa gatal.
Salah satu daerah di Pulau Dewata tersebut, yaitu di Karangasem, tepatnya di Dusun Merita, Desa Merita, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem Bali, merupakan kampung produsen arak Bali.
Di Dusun Merita, Desa Merita, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali, hampir semua warganya mengandalkan mata pencaharian dari membuat minuman keras jenis arak atau yang dikenal dengan arak Bali. Arak Bali memang sudah dikenal luas, baik oleh masyarakat Bali sendiri maupun oleh orang luar Bali bahkan luar negeri.
Dari 400 kepala keluarga yang menghuni dusun yang terletak dikaki Gunung Agung tersebut, hampir semuanya bekerja sebagai pembuat arak. Seperti yang dilakukan oleh I Nyoman Simpanaya, seorang warga Merita, yang telah menekuni usaha pembuatan arak sejak lama. Simpanaya mewarisi usaha yang telah dijalankan oleh para leluhurnya. Dari usaha tersebut, Simpanaya dapat membiayai hidup keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.
Asal muasal warga Merita bisa memproduksi arak tidak diketahui secara pasti. Namun menurut Sekretaris Dusun
Merita, Nyoman Simpanika, keahlian tersebut mereka dapatkan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu. Dan pekerjaan tersebut menjadi pilihan warga setempat, karena sulitnya lapangan pekerjaan di daerah tersebut yang tergolong kering dan gersang.
Merita, Nyoman Simpanika, keahlian tersebut mereka dapatkan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu. Dan pekerjaan tersebut menjadi pilihan warga setempat, karena sulitnya lapangan pekerjaan di daerah tersebut yang tergolong kering dan gersang.
Pembuatan arak juga erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat setempat yang meyakini adanya Dewa Bagus Arak Api yang menghuni daerahnya. Sehingga tradisi pembuatan arak didaerah tersebut sulit dihilangkan. Bahkan ada rumor jika ada peminum yang mencemooh hasil arak produksinya, maka akan mendapatkan bencana.
Dengan keyakinan itulah maka masyarakat Dusun Merita terus mempertahankan tradisi leluhurnya untuk memproduksi arak, disamping alasan ekonomi.
Dengan keyakinan itulah maka masyarakat Dusun Merita terus mempertahankan tradisi leluhurnya untuk memproduksi arak, disamping alasan ekonomi.
Di Dusun Merita, ratusan liter arak diproduksi tiap harinya. Biasanya produksi arak bersifat musiman yakni selama musim kemarau, karena saat itu bahan baku berupa air tetesan dari ranting buah pohon lontar yang banyak tumbuh di daerah setempat.
Dalam proses pembuatan arak Bali, masyarakat di Dusun Merita ini, tidak menggunakan peralatan moderen dan
canggih. Melainkan diproses secara tradisional dan sederhana. Yakni menggunakan air tuak pohon lontar yang diambil dari kebun atau dibeli dari dusun sekitarnya.
canggih. Melainkan diproses secara tradisional dan sederhana. Yakni menggunakan air tuak pohon lontar yang diambil dari kebun atau dibeli dari dusun sekitarnya.
Selain mengandalkan bahan baku dari pohon lontar di kebunnya, Simpanaya juga membeli air tuak dari warga desa tetangganya. Seperti dari Desa Tianyar dan Muntigunung. Harga untuk satu jerigen berisi 20 liter dibeli seharga Rp 7.500.
Air tuak tersebut kemudian direbus selama lebih kurang 5 jam dengan tehnik penyulingan. Tuak ditempatkan dalam kaleng minyak bekas yang ditaruh diatas tungku api. Uap dari air tuak yang mendidih disalurkan menggunakan pipa yang terbuat dari bambu yang dihubungkan ke jerigen penampungan.
Hasil penyulingan inilah yang menjadi arak. Dari 24 botol air tuak hanya menghasilkan 2 botol tuak kelas satu atau kualitas terbaik dengan kadar alkohol paling tinggi. Namun diproduksi juga tuak kualitas 2 dan 3 dengan proses penyulingan yang lebih lama sehingga menghasilkan uap lebih banyak namun kadar alkoholnya rendah.
Sebotol arak jadi dijual dengan harga bervariasi. Untuk kualitas nomor satu, harganya lebih mahal dibandingkan dengan kualitas nomor dua atau kelas tiga. Namun harga tersebut bisa berubah tergantung kondisi kesediaan bahan bakunya. Simpanaya mengaku mampu memproduksi arak setiap harinya rata-rata 30 liter atau 50 botol dengan keuntungan Rp 20 hingga Rp 50 ribu.
Untuk pemasarannya, warga Merita tidak perlu mendistribusikannya keluar kampung, karena banyak pembeli yang datang langsung ke kampung tersebut. Alasannya selain menghemat biaya pemasaran juga untuk menghindari berurusan dengan aparat berwajib.(www.indosiar.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar