Minggu, 08 Maret 2015

Pabrik Gula Tasikmadu

Pabrik Gula (PG) Tasikmadu terletak di Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, atau sekitar 12 kilometer arah timur Kota Solo. Lokasi ini mudah dijangkau dari Kota Solo dengan angkutan darat seperti bis atau angkota menuju ke arah Karanganyar. Penanda ke arah pintu masuk PG Tasikmadu di sepanjang jalan Solo – Tawangmangu, adalah tugu berwarna hitam seperti yang ada di pura Bali. Daerah di mana tugu berdiri tersebut terkenal dengan nama perempatan Papahan.
Menurut catatan sejarah yang ada, PG Tasikmadu didirikan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara IV pada 1871. Ia seorang raja yang memiliki wawasan ekonomi yang luas, sekaligus menggemari sastra.
Berdiri di atas tanah milik Kraton Mangkunegaran seluas 28,364 hektar, PG Tasikmadu adalah salah satu peninggalan masa Mangkunegaran IV yang masih eksis hingga kini dan mampu menghidupi masyarakat sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pesan Mangkunegara IV saat membangun PG Tasikmadu.
“Pabrik iki openono, sanajan ora nyugihi, nanging nguripi, kinaryo papan pangupo jiwone kawulo dasih (Pabrik ini peliharalah, meski tak membuat kaya, tetapi menghidupi, memberikan perlindungan, menjadi jiwa rakyat).”


PG Tasikmadu telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Penetapan itu mempertimbangkan usia bangunan dan benda bersejarah di dalamnya, seperti alat penggilingan tebu berangka tahun 1926 dari Belanda.
Di halaman depan pabrik terdapat kremoon (gerbong) buatan tahun 1875 yang digunakan Mangkunegara IV saat mengunjungi pabrik. Ada pula gerbong berwarna hijau buatan S Chevalier Constuction Paris yang digunakan Mangkunegara IV menemui rakyat, dan bendi untuk mengujungi kebun tebu.
PG Tasikmadu hingga sekarang masih beroperasi. Dalam setahun, musim giling tebu berlangsung 4 bulan, yakni Mei hingga Oktober, dan pengelolaan pabrik tersebut di bawah PT Perkebunan Nusantara IX (Persero). Di luar itu, PG Tasikmadu kuranglah produktif. Alhasil, pimpinan PG Tasikmadu berusaha memberdayakan infrastruktur pabrik. Pohon-pohon yang berusia ratusan tahun, rumah-rumah kosong, kereta uap, dan lokomotif dijadikan sesuatu yang berguna.
Area PG Tasikmadu di luar pabrik disulap menjadi agrowisata Sondokoro. Sondokoro menarik dari segi sejarah yang telah dilaluinya. Nilai sejarah ini tidak saja menarik bagi wisatawan domestik, melainkan juga wisatawan mancanegara, khusunya Belanda. Di masa lampau, banyak orang Belanda yang bekerja di pabrik gula di Jawa. Mereka dan anak-anaknya pernah merasakan keindahan Jawa, dan kini mereka ingin bernostalgia. Tiap tahun ada paket wisata Midden Java Reuni, yang diikuti warga Belanda yang punya kenangan di Jawa Tengah. Membayangkan Susana masa lalu sambil menaiki loko kuno.


Dahulu Desa Tasikmadu bernama Desa Sondokoro. Nama ini berasal dari dua murid di padepokan Padas Plapar, yakni Sondo dan Koro. Selesai menuntut ilmu di padepokan, mereka kembali ke desa asal yang letaknya tidak berjauhan.
Suatu ketika, Tumenggung Joyo Lelono berburu di hutan. Saat memburu kijang, ia bertemu dengan Ki Sondo dan anak gadisnya, Sri Widowati, yang kecantikannya menarik hati Tumenggung. Kemudian Tumenggung bermaksud memboyong Sri Widowati pada hari Senin Legi untuk dinikahi. Tentu saja pinangan Tumenggung ini diterima dengan penuh kegembiraan dan kebanggaan oleh Ki Sondo.
Tumenggung Joyo Lelono melanjutkan perburuannya. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang gadis yang mirip Sri Widowati. Tumenggung mengira gadis itu memang Sri Widowati, kemudian dikejarnya. Karena takut, gadis itu pun kembali ke rumahnya. Ternyata gadis itu anak dari Ki Koro. Kemudian Tumenggung Joyo Lelono mengutarakan niatnya untuk meminang gadis itu. Ki Koro pun menerimanya dengan gembira.
Pinangan ini diketahui oleh Ki Sondo, dan membuatnya marah karena mengira Ki Koro telah merebut Tumenggung yang awalnya akan menikahi Sri Widowati. Terjadilah duel hebat kedua pendekar ini selama 40 hari 40 malam. Karena keduanya sama-sama berilmu tinggi dan nunggal guru, akhirnya tidak ada yang menang dan kalah. Kedua pendekar itu sampyuh atau musnah. Tempat musnahnya kedua kiai tersebut dinamakan Desa Sondokoro.
Nama Desa Sondokoro diubah menjadi Desa Tasikmadu oleh Mangkunegara IV dengan maksud wilayah ini akan menghasilkan gula yang berlimpah sehingga seolah-olah seperti danau atau tasikmadu. *** [021213]
Kepustakaan:
SAUDAGAR Edisi Juni 2006
KOMPAS Edisi Jumat, 29 November 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar