Pabrik
Gula (PG) Tasikmadu terletak di Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten
Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, atau sekitar 12 kilometer arah timur Kota
Solo. Lokasi ini mudah dijangkau dari Kota Solo dengan angkutan darat seperti
bis atau angkota menuju ke arah Karanganyar. Penanda ke arah pintu masuk PG
Tasikmadu di sepanjang jalan Solo – Tawangmangu, adalah tugu berwarna hitam
seperti yang ada di pura Bali. Daerah di mana tugu berdiri tersebut terkenal
dengan nama perempatan Papahan.
Menurut
catatan sejarah yang ada, PG Tasikmadu didirikan oleh Kanjeng Gusti Pangeran
Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara IV pada 1871. Ia seorang raja yang memiliki
wawasan ekonomi yang luas, sekaligus menggemari sastra.
Berdiri
di atas tanah milik Kraton Mangkunegaran seluas 28,364 hektar, PG Tasikmadu
adalah salah satu peninggalan masa Mangkunegaran IV yang masih eksis hingga
kini dan mampu menghidupi masyarakat sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pesan
Mangkunegara IV saat membangun PG Tasikmadu.
“Pabrik
iki openono, sanajan ora nyugihi, nanging
nguripi, kinaryo papan pangupo jiwone kawulo dasih (Pabrik ini peliharalah,
meski tak membuat kaya, tetapi menghidupi, memberikan perlindungan, menjadi
jiwa rakyat).”
PG Tasikmadu telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Penetapan itu mempertimbangkan usia bangunan dan benda bersejarah di dalamnya, seperti alat penggilingan tebu berangka tahun 1926 dari Belanda.
Di
halaman depan pabrik terdapat kremoon
(gerbong) buatan tahun 1875 yang digunakan Mangkunegara IV saat mengunjungi
pabrik. Ada pula gerbong berwarna hijau buatan S Chevalier Constuction Paris
yang digunakan Mangkunegara IV menemui rakyat, dan bendi untuk mengujungi kebun
tebu.
PG
Tasikmadu hingga sekarang masih beroperasi. Dalam setahun, musim giling tebu
berlangsung 4 bulan, yakni Mei hingga Oktober, dan pengelolaan pabrik tersebut
di bawah PT Perkebunan Nusantara IX (Persero). Di luar itu, PG Tasikmadu
kuranglah produktif. Alhasil, pimpinan PG Tasikmadu berusaha memberdayakan
infrastruktur pabrik. Pohon-pohon yang berusia ratusan tahun, rumah-rumah
kosong, kereta uap, dan lokomotif dijadikan sesuatu yang berguna.
Area
PG Tasikmadu di luar pabrik disulap menjadi agrowisata Sondokoro. Sondokoro
menarik dari segi sejarah yang telah dilaluinya. Nilai sejarah ini tidak saja
menarik bagi wisatawan domestik, melainkan juga wisatawan mancanegara, khusunya
Belanda. Di masa lampau, banyak orang Belanda yang bekerja di pabrik gula di
Jawa. Mereka dan anak-anaknya pernah merasakan keindahan Jawa, dan kini mereka
ingin bernostalgia. Tiap tahun ada paket wisata Midden Java Reuni, yang diikuti
warga Belanda yang punya kenangan di Jawa Tengah. Membayangkan Susana masa lalu
sambil menaiki loko kuno.
Dahulu Desa Tasikmadu bernama Desa Sondokoro. Nama ini berasal dari dua murid di padepokan Padas Plapar, yakni Sondo dan Koro. Selesai menuntut ilmu di padepokan, mereka kembali ke desa asal yang letaknya tidak berjauhan.
Suatu
ketika, Tumenggung Joyo Lelono berburu di hutan. Saat memburu kijang, ia
bertemu dengan Ki Sondo dan anak gadisnya, Sri Widowati, yang kecantikannya
menarik hati Tumenggung. Kemudian Tumenggung bermaksud memboyong Sri Widowati
pada hari Senin Legi untuk dinikahi. Tentu saja pinangan Tumenggung ini
diterima dengan penuh kegembiraan dan kebanggaan oleh Ki Sondo.
Tumenggung
Joyo Lelono melanjutkan perburuannya. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan
seorang gadis yang mirip Sri Widowati. Tumenggung mengira gadis itu memang Sri
Widowati, kemudian dikejarnya. Karena takut, gadis itu pun kembali ke rumahnya.
Ternyata gadis itu anak dari Ki Koro. Kemudian Tumenggung Joyo Lelono
mengutarakan niatnya untuk meminang gadis itu. Ki Koro pun menerimanya dengan
gembira.
Pinangan
ini diketahui oleh Ki Sondo, dan membuatnya marah karena mengira Ki Koro telah
merebut Tumenggung yang awalnya akan menikahi Sri Widowati. Terjadilah duel
hebat kedua pendekar ini selama 40 hari 40 malam. Karena keduanya sama-sama
berilmu tinggi dan nunggal guru,
akhirnya tidak ada yang menang dan kalah. Kedua pendekar itu sampyuh atau musnah. Tempat musnahnya
kedua kiai tersebut dinamakan Desa Sondokoro.
Nama
Desa Sondokoro diubah menjadi Desa Tasikmadu oleh Mangkunegara IV dengan maksud
wilayah ini akan menghasilkan gula yang berlimpah sehingga seolah-olah seperti
danau atau tasikmadu. *** [021213]
Kepustakaan:
SAUDAGAR Edisi Juni 2006
KOMPAS Edisi Jumat, 29 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar