Kamis, 10 Juli 2014

Lapas Paledang

Keluar dari Stasiun Bogor lewat pintu selatan yang menghadap ke Jalan Kapten Tubagus Muslihat, saat menatap ke arah barat daya, tampak bangunan berlantai dua berwarna biru muda dengan pelisir abu-abu. Bangunan tersebut adalah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II Bogor, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Lapas Paledang.

Lapas ini terletak di Jalan Paledang No. 2 Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi bangunan tersebut tepat berada di sebelah tangga penyeberangan jalan bagian selatan.
Lapas yang memiliki luas bangunan mencapai 2.717 m² di atas lahan sekitar 8.185 m² ini, didirikan pada tahun 1906 oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Akan tetapi, bagian tampak depanya telah mengalami perubahan melalui renovasi. Hanya bagian tengahnya yang masih memperlihatkan bangunan peninggalan kolonial.
Awalnya, gedung ini bernama penjara hingga tahun 1964. Lalu, pada tahun 1983 Lapas Paledang ditetapkan sebagai Lapas yang berfungsi ganda, yaitu sebagai Lapas yang membina narapidana, juga sebagai Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Namun, semenjak Dr. Saharjo selaku Menteri Kehakiman memprakarsai berlakunya sistem pemasyarakatan, melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor: M.01.PR.07.03 tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja, istilah Rutan berubah menjadi Lapas.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dinyatakan bahwa, Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat akti berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Amanah UU tersebut jelas menunjukkan bahwa istilah penjara tidak sama dengan Lapas, kendati pada prakteknya para narapidana tersebut juga sama-sama masuk sel tahanan. Jabaran dari Lapas cenderung mengarah kepadaGriya Winaya Jamna Miwarga Laksa Dharmesti. Istilah tersebut terdiri dari sejumlah rangkaian kata yang memiliki makna. Griya berarti rumah atau tempat,winaya bermakna pendidikan atau bimbingan, jamna artinya manusia atau orang,miwarga memiliki arti salah jalan atau sesat, laksa berarti tujuan, dan dharmestibermakna berbuat baik. Sehingga, maksud dari seluruh rangkaian kata tersebut bermakna sebagai rumah untuk pendidikan manusia yang salah jalan agar patuh kepada hukum dan berbuat baik.  (http://kekunaan.blogspot.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar