Dahulu kala di Propinsi Jawa Barat ada sebuah negeri bernama Kerajaan Pasir Batang. Rajanya bernama Marundata. Ia mempunyai seorang putri cantik bernama Nilarani. Ada suatu peristiwa aneh yang menimpa keluarga Raja. Putri Nilarani hilang tanpa meninggalkan jejak. Sejak itu seluruh penghuni Istana kerajaan menjadi risau. Raja Marundata mengerahkan seluruh prajurit kerajaan untuk mencari Putri Nilarani tetapi hasilnya nihil. Untuk itu, Raja Marundata mengadakan sayembara. “Barang siapa yang dapat menemukan Putri Nilarani. Kalau dia laki-laki akan dinikahkan dengan putri. Kalau dia wanita, akan diangkat sebagai saudara dan dihargai seperti layaknya seorang putri kerajaan.
Setelah sayembara diumumkan, maka berdatanganlah para ksatria dari berbagai kerajaan. Ada seorang putra mahkota Kerajaan Gantar Buana bernama Pangeran Sumirat. Ia tampan dan gagah perkasa. Pangeran Sumirat merasa sedih mendengar nasib Putri Nilarani. Betapapun ia tidak mengikuti sayembara, namun berusaha menemukan sang putri. Pangeran Sumirat beserta Ki Bela seorang abdi setianya meninggalkan Kerajaan Gantar Buana mencari Putri Nilarani. Pada suatu hari, mereka tiba di sebuah kampung termasuk wilayah Kerajaan Pasir Batang. “Hari sudah gelap, hamba mohon agar tuan-tuan jangan meneruskan perjalanan. Sebab di daerah ini tidak aman. Gerombolan perampok selalu mengancam penduduk desa, pemimpin gerombolannya bernama Bardata,” kata seorang penduduk.
Pangeran Sumirat dan Ki Bela mengikuti permintaan penduduk desa itu. Lalu mencari penginapan. Ketika hendak memasuki sebuah penginapan, seorang lelaki berwajah buruk menghadangnya. “Harta atau nyawa!” bentak lelaki berwajah buruk itu. Dialah Bardata. Melihat gelagat yang kurang menguntungkan itu, Pangeran Sumirat dan Ki Bela mengambil sikap waspada. Mereka dikepung oleh anak buah Bardata. “Kalian tak mungkin keluar dari sarangku!” ancam Bardata. “Cepat bereskan!” tambahnya. Terjadilah pertarungan seru.
Pangeran Sumirat adalah Putra Mahkota Raja. Ia telah digembleng dengan berbagai ilmu kesaktian. Demikian pula Ki Bela. Ilmu bela dirinya cukup hebat, walaupun tak sehebat Pangeran Sumirat. Menerima serangan dari anak buah Bardata, Pangeran Sumirat dan Ki Bela mengamuk. Hanya dalam tempo yang singkat anak buah Bardata terkapar. Bardata segera melarikan diri, namun dihadang oleh Ki Bela. Tendangan maut Ki Bela menghentikan perlawanan Bardata. Penduduk desa mengucapkan terima kasih atas jasa Pangeran Sumirat dan Ki Bela yang telah menumpas gerombolan perampok yang sangat ditakuti itu.
Besok paginya, Pangeran Sumirat dan Ki Bela melanjutkan perjalanan. Mereka tiba di desa Banyubiru. Kebetulan hari itu hari pasar. Pandangan mereka dikejutkan oleh kedatangan seorang gadis berkulit hitam legam sedang membeli ramuan di sebuah kios. “Kalau kulitnya tidak hitam legam, dia sebenarnya gadis cantik. Hem, mari kita selidiki siapa dia sebenarnya,” kata Pangerang Sumirat kepada Ki Bela. Merasa ada yang memperhatikan dengan berlebihan, gadis hitam legam itu segera meninggalkan kios. Pangeran Sumirat dan Ki Bela dengan sangat berhati-hati mengikuti perjalanan gadis itu. Gadis hitam legam itu tiba di sebuah gubuk. Pangeran Sumirat dan Ki Bela mengendap-endap mengintai apa yang terjadi di dalam gubuk. “Kau telah melaksanakan tugas dengan baik,” kata seorang Nenek keriput yang berwajah seram. Dia dikenal dengan sebutan Nenek Sihir. Ia menculik Putri Nilarani, karena Raja Marundata telah nyaris membinasakan cucunya yang bernama Duruwiksa. Adapun ramuan obat akan digunakan untuk mengobati luka-luka cucunya itu.
Tidak berapa lama kemudian, datanglah seorang laki-laki bertampang garang. Ia segera memberitahukan bahwa para pengikut sayembara yang diadakan Raja Marundata diikuti oleh para ksatria sakti dari berbagai Kerajaan. “Persetan dengan mereka!” kata Nenek Sihir itu. “Kau tidak usah khawatir, pasti Nilarani tidak akan dapat ditemukan!” lanjutnya. Dijelaskan pula bahwa Putri Nilarani, kulitnya tetap hitam legam. Kecuali dia minum ramuan dari dalam kendi yang disimpan rak paling atas di dalam ruangan itu.
Sekarang saatnya kita menolong gadis hitam legam yang ternyata Putri Nilarani itu!” bisik Pangeran Sumirat. Ki Bela mengangguk. Mereka segera mendobrak pintu gubuk. Penghuni gubuk terkesiap dan segera mengadakan perlawanan. Terjadilah pertarungan sengit. Pangeran Sumirat dan Ki Bela bahu membahu meredam serangan Nenek Sihir dan anak buahnya. Satu tending Pangeran Sumirat mengenai Nenek Sihir. Nenek Sihir terpelanting dan jatuh di atas tungku berapi. Api tungku berkobar. Gubuk pun terbakar. Pangeran Sumirat dan Ki Bela segera membawa gadis hitam legam dari dalam gubuk. Namun, sebelum keluar dari gubuk, Ki Bela berhasil mengambil kendi berisi ramuan yang dapat memulihkan Puteri Nilarani seperti yang dijelaskan Nenek Sihir.
Setelah mencari tempat yang aman, gadis hitam legam segera minum ramuan dari dalam kendi. Setelah minum, gadis itu menggigil dan pingsan. “Apakah Ki Bela tidak salah ambil kendinya?” tanya Pangeran Sumirat khawatir. “Tidak”, jawab Ki Bela yakin. Tubuh gadis hitam legam menjadi kaku. Dan tiba-tiba mengepulkan asap kebiru-biruan. Kemudian peluh membasahi tubuhnya. Tetapi, perlahan-lahan warna kulit hitam itu luntur, berubah menjadi kuning langsat. Ternyata tidak lain, dialah Putri Nilarani. Putri Nilarani sadar dan menatap wajah Pangeran Sumirat dan Ki Bela.
Saya ucapkan terima kasih atas pertolongan tuan-tuan,” kata Putri Nilarani terbata. “Berterimakasihlah kepada Yang Kuasa. Karena kehendakNya kau bisa pulih seperti sedia kala,” jawab Pangeran Sumirat merenda. Putri Nilarani mohon diantar pulang ke Istana Kerajaan Pasir Batang. Tentu saja Pangeran Sumirat tidak keberatan. Raja Marundata bersama Permaisuri menyambut gembira atas kedatangan putrinya. Apalagi diantar oleh seorang ksatria yang gagah perkasa. Raja Marundata tidak ingkar janji dengan sayembara yang telah diumumkan. Akhirnya Putri Nilarani menikah dengan Pangeran Sumirat. Mereka menjadi pasangan yang berbahagia sampai akhir hayat.
Sumber : Elexmedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar