Ibu Meneer merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Ia menikah dengan pria asal Surabaya, dan kemudian pindah ke Semarang. Pada masa pendudukan Belanda tahun 1900-an, di masa-masa penuh keprihatinan dan sulit itu suaminya sakit keras dan berbagai upaya penyembuhan sia-sia. Ibu Meneer mencoba meramu jamu Jawa yang diajarkan orang tuanya dan suaminya sembuh. Sejak saat itu, Ibu Meneer lebih giat lagi meramu jamu Jawa untuk menolong keluarga, tetangga, kerabat maupun masyarakat sekitar yang membutuhkan. Ia mencantumkan nama dan potretnya pada kemasan jamu yang ia buat dengan maksud membina hubungan yang lebih akrab dengan masyarakat yang lebih luas. Berbekal perabotan dapur biasa, usaha keluarga ini terus memperluas penjualan ke kota-kota sekitar.
Pada tahun 1919 atas dorongan keluarga berdirilah Jamu Cap Potrt Nyonya Meneer yang kemudian menjadi cikal bakal salah satu industri jamu terbesar di Indonesia. Selain mendirikan pabrik Ny Meneer juga membuka toko di Jalan Pedamaran 92, Semarang. Perusahaan keluarga ini terus berkembang dengan bantuan anak-anaknya yang mulai besar.
Pada tahun 1940 melalui bantuan putrinya, Nonnie, yang hijrah ke Jakarta, berdirilah cabang toko Nyonya Meneer, di Jalan Juanda, Pasar Baru, Jakarta
Di tangan Ibu dan anak, Nyonya Meneer dan Hans Ramana perusahaan berkembang pesat.
Nyonya Meneer meninggal dunia tahun 1978, generasi kedua yaitu anaknya, Hans Ramana, yang juga mengelola bisnis bersama ibunya meninggal terlebih dahulu pada tahun 1976. Operasional perusahaan kemudian diteruskan oleh generasi ketiga yakni ke lima cucu Nyonya Meneer.
Namun ke lima bersaudara ini kurang serasi dan menjatuhkan pilihan untuk berpisah. Kini perusahaan murni dimiliki dan dikendalikan salah satu cucu Nyonya Meneer yaitu Charles Saerang. Sedangkan ke empat orang saudaranya dan setelah menerima bagian masing-masing, memilih untuk berpisah.
Cerita itu dimulai dari kisah sebelum kelahiran Nyonya Meneer, lalu cerita tentang kisah hidup Nyonya Meneer dalam membangun kerajaan bisnisnya yang justru dimulai semenjak meninggalnya suami kedua beliau.
Dikarenakan cintanya akan bidang yang ditekuni, kegigihan, disiplin, visi dan dukungan total dari anak- anak beliau, usaha itu berkembang dari suatu usaha yang bersifat rumahan dan tradisional menjadi usaha yang sangat terpandang di Indonesia dan mempekerjakan ribuan pegawai.
Semua anak-anak beliau yaitu Nonnie, Hans, Lucy, Marie (dari suami pertama) dan Hans Pangemanan (dari suami kedua) mampu memperlihatkan kontribusi luar biasa terhadap kemajuan usaha keluarga tersebut. Masing-masing anak memperlihatkan peranan yang signifikan, hingga sulit lagi untuk bisa secara persis berkata anak yang satu lebih berjasa dari pada anak yang lain.
Sampai pada tahap ini, banyak pelajaran yang bisa di ambil, dimana dukungan total yang diberikan pihak keluarga dan kecintaan akan profesi merupakan faktor-faktor dominan keberhasilan beliau.
Pada tanggal 23 april 1978, seorang besar ini akhirnya menghembuskan napasnya yang ter-akhir kali dan kemudian beralihlah tongkat estafet kepemimpinan PT. Nyonya Meneer ke generasi ke-dua.
Konflik pertama dalam organisasi ini dimulai pada tahun 1985, dipicu oleh perebutan kekuasaan dan upaya-upaya untuk meningkatkan peranan didalam mesin organisasi. Konflik ini berlangsung sangat panas, diliput oleh banyak media sehingga tidak kurang Pak Sudomo selalu Menteri Tenaga Kerja ikut terlibat saat itu sebagai penengah. Konflik itu berjalan selama kurang lebih setahun, melibatkan proses pengadilan dalam agenda saling menuntut dan akhirnya di-selesaikan dengan cara pelepasan saham oleh 2 anak Nyonya Meneer beserta keluarga mereka yaitu Lucy Saerang dan Marie Kalalo.
Prahara kedua berlangsung antara desember 1989 – 1994 antara keluarga Hans Pengemanan disatu sisi dengan keluarga Nonie Saerang bergabung dengan Charles Saerang (cucu Nyonya Meneer dari anak laki-lakinya yang bernama Hans) disisi yang berbeda.
Ini termasuk prahara yang paling panjang dan paling melelahkan diantara keturunan wanita besar yang bernama Nyonya Meneer.
Melibatkan kekerasan dalam pe-rebutan ruang direksi, keputusan pengadilan sampai di tingkat MA, liputan luas media massa skala nasional, juga keterlibatan petinggi daerah dan nasional dalam upaya-nya memediasi perselisihan ini.
Bahkan pada saat konflik itu, Charles Saerang sempat tinggal di Amerika selama beberapa waktu karena alasan adanya upaya pembunuhan melalui tembakan yang menghancurkan kaca belakang mobilnya.
Konflik ini akhirnya selesai secara damai dengan disepakatinya pelepasan saham oleh keluarga Hans pangemanan terhadap keluarga Nonie Saerang dan Charles Saerang.
Pada situasi dimana komposisi saham bernilai seimbang yaitu 50% bagi keluarga nonie saerang dan 50% keluarga Charles Saerang, ternyata konflik belum berhenti sampai di titik itu.
Masih juga dipicu oleh perebutan kekuasaan, pada tahun 1995–2000, akhirnya keluarga Nonie Saerang harus berhadapan de-ngan keponakannya sendiri yaitu keluarga Charles Saerang. Sempat diwarnai oleh perusakan nama baik masing-masing pihak dengan menggunakan iklan media massa, kedua keluarga yang berseteru ini akhirnya melibatkan juga pihak pengacara dan pengadilan dalam agenda saling menuntut.
Bahkan Paul Saerang yang merupakan anggota keluarga dari Nonie Saerang (generasi ke-3 dari Nyonya Meneer), sempat merasakan bui selama seminggu akibat tindakan yang dianggap salah, yaitu mencemarkan nama baik.
Salah satu hal penting yang terjadi selama prahara ketiga dalam keturunan salah satu wanita besar Indonesia ini, yaitu mulai dilibatkannya isu-isu dan fitnah mengenai keterlibatan satu pihak terhadap komunisme, tapi akhirnya isu ini mereda dengan sendi-rinya setelah dilakukan penyelidikan mendalam oleh pihak berwenang dan tidak ditemukannya bukti signifikan, selain dari pemalsuan tanda tangan untuk keperluan fitnah tersebut.
Setelah pertarungan yang melelahkan, akhirnya pihak keluarga besar Nonie Saerang memutuskan untuk mengalah dan memilih untuk melepaskan saham yang dimilikinya kepada keluarga Charles Saerang yang merupakan kepo-nakan pada tanggal 27 Oktober 2000.
Pada hari ini, kepemilikan saham dari PT Nyonya Meneer, dimiliki secara penuh oleh keluarga Charles Saerang dan keluarganya.
Keterbatasan bisa menjadi motivasi, keprihatinan dapat memacu kreativitas. Pengalaman hidup Nyonya Meneer merupakan contoh paling tepat. Keterbatasan dan keprihatinan masa pendudukan Belanda di awal 1900-an tidak menjadikannya putus asa di saat sang suami jatuh sakit. Berbekal sedikit pengetahuan, Nyonya Meneer meracik aneka tumbuhan dan rempah untuk diminum suaminya. Ternyata ramuan itu mujarab, padahal berbagai pengobatan tidak mampu memulihkan kondisi sang suami tercinta.
Para kerabat dekat di Semarang segera mencium ‘dingin’nya tangan Nyonya Meneer mengolah jamu. Nyonya Meneer yang ringan tangan dan sangat peduli pada orang-orang di sekitarnya dengan senang hati meracik untuk mereka yang demam, sakit kepala, masuk angin dan terserang berbagai penyakit ringan lainnya. Sebagian besar yang mencobanya puas.
Semakin banyak yang merasakan khasiat jamu racikan Nyonya Meneer, semakin banyak pula permintaan padanya untuk mengantarkan sendiri jamu yang belakangan mulai dikemasnya itu. Kesibukan Nyonya Meneer di dapur tidak memungkinkan untuk memenuhi permintaan itu. Dengan berat hati dia minta maaf, dan sebagai ganti dia mencantumkan fotonya pada kemasan jamu buatannya. Tak ada yang keberatan, tak ada pula yang menduga bahwa di kemudian hari, jamu dengan potret seorang wanita ini melegenda.
Berbekal perabotan dapur biasa, usaha keluarga ini terus memperluas penjualan ke kota-kota sekitar. Bahkan, pada tahun 1919, Nyonya Meneer berhasil mewujudkan impiannya, mendirikan perusahaan “Jamu Jawa Asli Cap Portret Nyonya Meneer di Semarang”. Untuk mempermudah pelanggan Nyonya Meneer juga membuka toko di Jalan Pedamaran 92, Semarang. Perusahaan terus berkembang dengan bantuan anak-anaknya yang mulai besar. Seorang putrinya, Nonnie hijrah ke Jakarta pada tahun 1940. Dialah yang merintis dibukanya toko Nyonya Meneer, di Jalan Juanda, Pasar Baru. Jamu yang tadinya muncul dari keterbatasan dan keprihatinan ini pun masuk ke ibukota dan meluas ke seluruh penjuru negeri. (dari http://sayadudun.wordpress.com/2012/10/25/sejarah-jamu-nyonya-meneer/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar