Minggu, 10 Agustus 2014

Wastra Indah


Masih segar dalam ingatan saat pabrik tekstil PT Wastra Indah masih beroperasi dengan normal. Para karyawannya mengenakan hem berwarna biru muda dan celana panjang berwarna biru tua. Juga bus-bus besar untuk antar jemput karyawan berwarna biru dengan tulisan besar PT Wastra Indah disampingnya lalu-lalang keluar masuk pabrik. Karyawan-karyawan yang berdomisili di luar Kota Batu mendapatkan layanan antar-jemput secara gratis menggunakan bus-bus ini. Sementara yang berdomisili di dalam Kota Batu biasanya terlihat berjalan secara bergerombol menyusuri jalan Panglima Sudirman.
Satu lagi hal yang tidak terlupakan dari pabrik tekstil ini adalah bunyi sirine yang begitu nyaring hingga dapat didengar hampir di seluruh penjuru Kota Batu. Sebenarnya sirine ini adalah tanda/bel jam masuk, jam istirahat, dan jam pulang bagi karyawan pabrik, namun karena dengungnya begitu keras hingga bisa dijadikan petunjuk waktu bagi masyarakat Kota Batu karena sirine tersebut hanya berbunyi di jam-jam tertentu seperti pada pukul 07.30; 12.00; 14.00; 18.00; dan pukul 22.00.
Namun kini, pabrik yang merupakan tulang-punggung ekonomi bagi sebagian besar masyarakat Kota Batu ini hanya menyisakan kisah-kisah suka dan duka. Para karyawan yang di PHK akhirnya terjun dalam aneka jenis usaha seperti jadi tukang ojek, pedagang, atau jualan makanan, tentu saja mereka harus mulai dari titik nol lagi.
Bekas pabrik tekstil PT Wastra Indah yang terletak persis di sebelah timur komplek gedung Pemkot Kota Batu kini sepi dan mati. Pabrik yang ditutup sejak Maret 2004 ini melakukan pemutusan hubungan kerja kepada 2.310 tenaga kerjanya. Pabrik yang lebih sering disebut dengan WI (kependekan dari Wastra Indah) sebenarnya adalah pabrik berskala besar karena WI merupakan perusahaan tekstil pemintalan benang campuran poliester dan rami serta penenunan kain jenis polyester georgette yang terbesar di Jatim. Kota-kota dingin, seperti Bandung dan Majalengka di Jawa Barat serta Batu dan Lawang di Jatim (Easterntext dan Patal Lawang-BUMN Departemen Keuangan) sangat ideal untuk industri tekstil karena serat atau benang apa pun dari bahan alami seperti rami atau bahan sintetis seperti poliester tidak gampang putus jika dipintal di daerah dingin.
PT WI didirikan oleh Joko Purnomo tahun 1964, berupa perusahaan firma bernama Perdana Kusuma. Setelah berkembang pabriknya pindah ke Jl.Panglima Sudirman Kota Batu dan berganti nama menjadi Firma Darma Mukti. Pada tahun 1976 perusahaan berpindah tangan ke kelompok bisnis PT Texmaco milik keluarga India di Indonesia bernama Marimutu Sinivasan.
Badai krisis moneter menghancurkan bisnis Texmaco Group. Sepucuk surat melalui faksimile diterima manajemen PT WI pada 16 Maret 2004, yang memerintahkan menghentikan seluruh operasi pada 24 Maret 2004. Perubahan nilai tukar dollar AS membuat bank tidak lagi mau memberikan pinjaman modal kerja, yang sekitar Rp 5 miliar satu bulan. Proses pembelian bahan baku dengan mata uang dollar AS, sementara nilai tukarnya amat tinggi. Texmaco tidak mampu mempertahankan bisnis.
Dengan lenyapnya PT WI yang kini hanya tinggal pabrik dengan mesin-mesin berkarat, lenyap pulalah peradaban industri tekstil dengan kekayaan sumber daya manusianya. Tidak hanya Kota Batu yang kehilangan kemampuan itu, tetapi juga negeri ini. Kota Batu kini telah berubah total menjadi kota pariwisata. Tidak ada lagi pabrik dengan skala besar dan mampu menampung ribuan pekerja semacam WI. (dari http://batukota.wordpress.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar