Sabtu, 06 September 2014

Gunung Kawi: Satu Nama Dua Cerita

Gunung Kawi yang terletak di Desa Wonosari, kabupaten Malang ini dari kejauhan hanya terlihat seperti gunung pada umumnya. Jalan menuju Gunung Kawi mudah di akses dari manapun, bisa ditempuh dari kota Blitar menuju Malang, atau dari Malang menuju Blitar. Petunjuk jalan menuju Gunung Kawi cukup jelas mengingat ini salah satu wisata “ritual” yang cukup terkenal di Jawa. Dari jalan raya Blitar – Malang kendaraan harus menyusuri jalan pegunungan beraspal yang lumayan banyak lubang. Setelah melaju kurang lebih 30 menit pengunjung sudah bisa menjumpai loket masuk “Pesarean Gunung Kawi” dan setiap pengunjung dikenai biaya retribusi 3.000 per orang.

Gunung Kawi
Gunung Kawi
Banyak orang mengenal nama Gunung Kawi sebagai gunung mistis yang sarat dengan tempat mumpuni untuk mencari pesugihan, kesuksesan, rejeki berlimpah. Gunung Kawi semakin terlihat istimewa bagi para semediers ( baca : peziarah yang rajin semedi di kuburan ) dikarenakan oleh keberadaan dua buah makam yang dipercaya membawa berkah oleh penduduk setempat dan peziarah dari luar kota, salah satunya adalah makam Mbah Djoego.
Siapakah Mbah Djoego? Mbah Djoego merupakan sebutan dari Raden Mas Soeryo Koesoemo atau Kanjeng Kyai Zakaria II, putra dari Kanjeng Kyai Zakaria I. Bila ditelusuri dari sejarahnya, Mbah Djoego masih merupakan buyut dari Paku Buwono I. Beliau merupakan salah seorang ulama besar di lingkungan keraton Kartosuro yang mengembara dari Yogyakarta sampai Kesamben ( sebuah desa yang berjarak 60 km dari Blitar ). Dengan kepribadian yang suka menolong sesama dan kepintarannya di bidang ilmu agama membuat beliau disegani oleh masyarakat di Kesamben.
Lain cerita dengan makam kedua yang merupakan makam dari Raden Mas Iman Soedjono. Beliau adalah sosok yang membuka hutan di area Gunung Kawi dan mendirikan padepokan di Wonosari yang diceritakan sebagai murid yang sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Mbah Djoego yang sampai meninggal tidak memiliki ikatan perkawinan.
Gunung Kawi tidak hanya dikunjungi oleh penganut kepercayaan kejawen saja, banyak terlihat juga orang Tionghoa yang berziarah di sana. Bahkan terdapat sebuah klenteng tempat pemujaan dewa Tiongkok terletak tak jauh dari lokasi makam! Trend ini dipicu dengan kesuksesan salah satu pemilik perusahaan rokok terkenal di Indonesia yang menyebarkan kisah sukses NGAWUR yang diperolehnya di Gunung Kawi. Terdengar SANGAT omong kosong, tapi dengan promosi ngawur tersebut kawasan Gunung Kawi menjadi salah satu objek wisata ritual terkenal se-Indonesia. Kawasan makam yang selalu penuh saat weekend, hari libur nasional dan kalender Jawa seperti malam Surodan Jumat Legi membuat penduduk setempat merasakan untung dengan kondisi homestay mereka yang selalu penuh, rumah makan sampai toko souvenir yang ramai dikunjungi oleh peziarah.
Para peziarah tidak datang dengan tangan kosong, mereka harus membeli bunga untuk ditabur di makam, bagi yang memiliki dana lebih membeli sesajian berupa bancakanuntuk selametan di area makam. Bagi yang merasa punya “hutang” sukses biasanya menyewa jasa pertunjukan wayang kulit yang harganya jutaan rupiah sebagai bentuk syukur kesuksesannya.
bunga sesaji
bunga sesaji
SALAHKAH? BENARKAH? Semuanya tergantung oleh orang yang menjalani dan mengartikan sejarah di balik penyebaran agama yang dilakukan oleh Mbah Djoego. Ada yang selalu menganggap Gunung Kawi sebagai tempat khusyuk untuk beribadah tanpa memandang kepercayaan apapun, ada pula yang rela menunggu di depan pohon yang dikeramatkan semalam suntuk, dan ritual-ritual lain.
Saya pribadi hanya bisa tertawa dalam hati melihat orang yang percaya dengan hal tidak masuk di akal seperti itu…. Tanpa usaha dan kerja keras, semua keinginan manusiawi tidak mungkin bisa didapat dengan cuma-cuma… Berdoalah hanya kepada Tuhan YME sesuai agama Anda masing-masing, bukan dengan hal mistis di luar akal sehat… ;-)
_____
Kendurkan urat tegang setelah baca wisata mistis…
Mari beralih ke Gunung Kawi lain yang terletak di Pulau Dewata…
_____
Sungai Pakerisan
Sungai Pakerisan
Candi Gunung Kawi merupakan sebuah situs peninggalan Bali Aga yang terletak di kawasan Tampak Siring, kabupaten Gianyar, Bali. Terdengar unik ada sebuah candi di Bali yang dominan oleh pura. Candi Gunung Kawi merupakan tempat penyimpanan abu jenasah seorang Raja Bali bernama Anak Wungsu yang wafat sekitar tahun 1080 masehi.
Raja Anak Wungsu adalah putra bungsu dari Raja Udayana. Perlu diketahui bahwa Raja Airlangga merupakan anak sulung dari Raja Udayana yang kemudian menikah dengan putri Raja Darmawangsa sehingga dia mewarisi kerajaan di Kediri ( Jawa Timur ). Dengan kata lain Raja Anak Bungsu adalah adik dari Raja Airlangga. Raja Anak Wungsu mewarisi tahta setelah kakak laki-lakinya yang lain bernama Marakata meninggal dunia. Sosok Raja Anak Wungsu dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu oleh rakyatnya yang menganut agama Siwa dan Buddha saat itu.
Saat berkunjung ke Bali akhir tahun yang lalu, saya melihat untuk pertama kalinya Candi Gunung Kawi yang berdiri megah di antara hamparan sawah dengan pemandangan bukit di sekitarnya. Sebenarnya tempat ini sudah ditemukan semenjak tahun 1920, dan tempat ini juga terletak tidak terlalu jauh dari istana Tampak Siring yang sering menjadi destinasi favorit bagi peserta study tour dan paket wisata mainstream yang sering dijual di travel agent. Banyak turis yang belum familiar dengan keberadaan Candi Gunung Kawi. Tapi itu duluuu…. Setelah muncul di salah satu adegan film The Fall (2006 ) buatan Hollywood, Candi Gunung Kawi mulai dilirik oleh turis dan sekarang menjadi salah satu destinasi wisata agak mainstream:-|
kompleks Candi Gunung Kawi pertama
kompleks Candi Gunung Kawi pertama
Candi Gunung Kawi disakralkan, sehingga pengunjung wajib memakai kain penutup yang disediakan GRATIS di meja khusus setelah melewati loket pembayaran. Banyak turis yang terjebak dengan bujuk rayu pedagang di luar kawasan candi yang memaksa mereka untuk membeli kain penutup yang mereka jual dengan alasan peraturan masuk candi.
Candi Gunung Kawi memiliki empat gugusan yang terbagi menjadi dua area. Area pertama terdapat lima buah candi yang dipahatkan di batu cadas tebing sisi timur sungai. Sedangkan tebing sisi barat sungai terdapat empat pahatan candi saja. Tak jauh dari masing-masing candi terdapat ceruk-ceruk yang difungsikan sebagai tempat pertapaan.
view seusai menuruni ratusan anak tangga
view seusai menuruni ratusan anak tangga
Pengunjung harus bekerja keras menuruni 315 anak tangga yang lumayan bikin ngos-ngosan dan berjuang kembali naik ratusan tangga saat akan keluar dari area candi. Tapi jangan khawatir… Tenaga yang terkuras dibayar setimpal dengan pemandangan alam yang memanjakan mata sepanjang perjalanan. Hamparan sawah hijau, nyiur pohon kelapa, udara sejuk khas pegunungan, suara gemericik aliran sungai Pakerisan. Ahh… Breathtaking! Stunning! atau apalah istilah WOW lainnya.
Lupakan sawah di Ubud yang mulai penuh sesak! Tempat ini sungguh membuat kedamaian di hati. Tidak ada kata-kata lain yang pas untuk mengambarkan alam Gunung Kawi selain kata-kata indah yang keluar dari mulut.Hanya bisa berandai tempat ini tidak terlalu ramai turis yang bisa berpotensi membuat situs bersejarah ini cepat rusak. ;-)
Note : Sama nama belum tentu memiliki potensi wisata yang serupa. Gunung Kawi – Malang merupakan korban keegoisan manusia yang merusak sebuah tempat wisata yang seharusnya bisa dinikmati dari segi keindahan alam menjadi wisata religi yang menyimpang. Gunung Kawi – Bali masih menyimpan catatan berserajah di masa lalu dengan keindahan alam yang terbentang luas yang semoga tidak senasib seperti Ubud.
Cheers and Peace… 
dari http://jejak-bocahilang.com/2013/06/27/gunung-kawi-satu-nama-dua-cerita/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar