Jumat, 05 September 2014

Kujang, Senjata Asli dan Jati Diri Orang Sunda


Senjata Kujang telah ada semenjak keberadaan Suku Sunda itu sendiri. Keberadaan Aksara Sunda Kuno diprediksi oleh ahli sejarah adalah bersamaan dengan keberadaan Kujang sebagai media pertahanan diri serta alat berperang karena pada dasarnya suatu kebudayaan tertentu akan diikuti oleh perangkat-perangkat penunjangnya lainnya diantaranya yaitu: Bahasa, Tulisan, Alat-alat Pertanian/Berburu serta Alat-alat Perang dan Alat Pertahanan Diri dan Wilayahnya sebagai pelengkap.
Pemakaian Keris di daerah priangan lebih kepada serapan budaya dari ekspansi Kerajaan Mataram Islam ke wilayah Sunda. Namun secara Psikologis dan Filosofi, menurut pendapat para ahli sejarah, penempatan Kujang dan atau Keris yang disematkan pada bagian depan tubuh oleh orang Sunda menandakan sifat-sifat orang Sunda yang terbuka namun sekaligus waspada dan sifat-sifat kepercayaan diri serta keberanian mengambil resiko secara kesatria .
Maka merunut kepada sejarah, Kujang adalah senjata tradisional unik dari Jawa barat khususnya Kerajaan Sunda Galuh Padjajaran yang mulai dibuat sekitar abad 8 atau 9 Masehi, yang pada awalnya merupakan alat pertanian.
Namun kemudian Kujang berkembang menjadi sebuah benda yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru tersebut yang kita kenal saat ini, diperkirakan lahir antara abad 9 – 12 Masehi.
Kujang merupakan Pusaka andalan Kerajaan Galuh Padjajaran, yang menjadi pegangan raja-raja besar Galuh Padjajaran, yang diantaranya adalah :
Prabu Lingga Buana, Prabu Niskala Wastu Kencana, Prabu Dewa Niskala, Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, Prabu Surawisesa Jaya Prakosa dan seluruh raja-raja asli Sunda. Kujang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan, sekaligus juga melambangkan kekuatan, keberanian untuk melindungi diri dan hal kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan maupun cindera mata.
Beberapa peneliti menyatakan istilah Kujang berasal dari kata KUDIHYANG (Kudi dan Hyang) Kudi berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti kekuatan gaib/ Sakti. Sedangkan Hyang bermakna Dewa. Bagi masyarakat Sunda bahkan lebih tinggi, dimana Hyang bermakna diatas Dewa. Hal ini tercermin dalam ajaran “ Desa Prebakti ” dalam naskah “ Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian ” disebutkan “ Dewa Bakti di Hyang ”. Maka secara umum Kujang adalah Pusaka, yang mempunyai kekuatan gaib sakti yang berasal dari para Dewa (Hyang).
Karateristik sebuah Kujang memiliki nama-nama bagian seperti, Papatuk/Congo (ujung kujang yang menyerupai panah), Eluk/Silih (lekukan bagian punggung), Tadah (lekukan menonjol pada bagian perut) dan Mata (Lubang kecil yang ditutup emas dan perak).
Kujang cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam. Dan dalam proses pembuatannya, untuk memulai membuat Kujang yang dikaitkan dengan kemunculan bintang di langit atau Bintang Kerti.
Kujang Senjata Asli dan Jati Diri Orang Sunda
Senjata Kujang telah ada semenjak keberadaan Suku Sunda itu sendiri. Keberadaan Aksara Sunda Kuno diprediksi oleh ahli sejarah adalah bersamaan dengan keberadaan Kujang sebagai media pertahanan diri serta alat berperang karena pada dasarnya suatu kebudayaan tertentu akan diikuti oleh perangkat-perangkat penunjangnya lainnya diantaranya yaitu: Bahasa, Tulisan, Alat-alat Pertanian/Berburu serta Alat-alat Perang dan Alat Pertahanan Diri dan Wilayahnya sebagai pelengkap.
Pemakaian Keris di daerah priangan lebih kepada serapan budaya dari ekspansi Kerajaan Mataram Islam ke wilayah Sunda. Namun secara Psikologis dan Filosofi, menurut pendapat para ahli sejarah, penempatan Kujang dan atau Keris yang disematkan pada bagian depan tubuh oleh orang Sunda menandakan sifat-sifat orang Sunda yang terbuka namun sekaligus waspada dan sifat-sifat kepercayaan diri serta keberanian mengambil resiko secara kesatria .
Maka merunut kepada sejarah, Kujang adalah senjata tradisional unik dari Jawa barat khususnya Kerajaan Sunda Galuh Padjajaran yang mulai dibuat sekitar abad 8 atau 9 Masehi, yang pada awalnya merupakan alat pertanian.
Namun kemudian Kujang berkembang menjadi sebuah benda yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru tersebut yang kita kenal saat ini, diperkirakan lahir antara abad 9 – 12 Masehi.
Kujang merupakan Pusaka andalan Kerajaan Galuh Padjajaran, yang menjadi pegangan raja-raja besar Galuh Padjajaran, yang diantaranya adalah :
Prabu Lingga Buana, Prabu Niskala Wastu Kencana, Prabu Dewa Niskala, Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, Prabu Surawisesa Jaya Prakosa dan seluruh raja-raja asli Sunda. Kujang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan, sekaligus juga melambangkan kekuatan, keberanian untuk melindungi diri dan hal kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan maupun cindera mata.
Beberapa peneliti menyatakan istilah Kujang berasal dari kata KUDIHYANG (Kudi dan Hyang) Kudi berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti kekuatan gaib/ Sakti. Sedangkan Hyang bermakna Dewa. Bagi masyarakat Sunda bahkan lebih tinggi, dimana Hyang bermakna diatas Dewa. Hal ini tercermin dalam ajaran “ Desa Prebakti ” dalam naskah “ Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian ” disebutkan “ Dewa Bakti di Hyang ”. Maka secara umum Kujang adalah Pusaka, yang mempunyai kekuatan gaib sakti yang berasal dari para Dewa (Hyang).
Karateristik sebuah Kujang memiliki nama-nama bagian seperti, Papatuk/Congo (ujung kujang yang menyerupai panah), Eluk/Silih (lekukan bagian punggung), Tadah (lekukan menonjol pada bagian perut) dan Mata (Lubang kecil yang ditutup emas dan perak).
Kujang cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam. Dan dalam proses pembuatannya, untuk memulai membuat Kujang yang dikaitkan dengan kemunculan bintang di langit atau Bintang Kerti. (https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=527435690643824&id=480239715363422)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar