Monumen Pepera di kota Jayapura. |
Sejarah tentang dibangunnya Monumen Pepera di kota Jayapura dan Merauke tidaklah sesederhana seperti apa yang kita lihat dalam bentuk bangunan monumen tersebut. Di dalamnya tercatat ribuan darah yang tumpah dari kedua belah pihak.
Sejarah masuknya Papua ke Indonesia melalui jalan panjang yang sedemikian rumit. Indonesia tidak hanya menggunakan jalan diplomatik, tetapi juga melalui jalan militer.
Sesudah Trikora diumumkan pada 19 Desember 1961, pemerintah Indonesia melakukan pendekatan kepada negara-negara Barat dengan menegaskan bahwa Papua adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia. Pertikaian antara Indonesia dan Belanda dalam memperebutkan Papua akhirnya diserahkan kepada Indonesia pada 15 Agustus 1962 melalui penandatanganan perjanjian Indonesia-Belanda di Markas Besar PBB, New York. Kemudian perjanjian ini dikenal dengan nama Perjanjian New York.
Isi perjanjian tersebut antara lain, Pertama, Pemerintah akan menyerahkan wilayah Irian Barat kepada Penguasa Pelaksana Sementara PBB atau UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) pada 1 Oktober 1962. Kedua, pada 1 Oktober 1962 bendera PBB akan dikibarkan di wilayah Irian Barat berdampingan dengan bendera Belanda, dan kemudian diturunkan pada 31 Desember dan akan digantikan oleh bendera Indonesia, yang mendampingi bendera PBB. Ketiga, pemerintah UNTEA berakhir pada 1 Mei 1963, dan selanjutnya pemerintahan di wilayah Irian Barat akan diserahkan kepada pihak Indonesia. Keempat, pemulangan warga sipil dan militer Belanda harus sudah berakhir pada 1 Mei 1963. Kelima, pada 1969 rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka, apakah akan tetap dalam wilayah RI atau memisahkan diri pada 1969 dari RI melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Pepera dilaksanakan di Papua melalui beberapa tahapan. Tahap pertama pada 24 Maret 1969, yang berupa konsultasi dengan dewan kabupaten di Jayapura perihal tata cara penyelenggaraan Pepera. Tahap kedua adalah pemilihan Dewan Musyawarah Pepera, yang berakhir pada Juni 1969. Tahap ketiga adalah pelaksanaan Pepera berawal di Kabupaten Merauke dan berakhir di Jayapura pada 4 Agustus 1969.
Menurut hasil Pepera, rakyat Papua memilih untuk tetap dalam wilayah kekuasaan RI.
Walaupun hasil Pepera menunjukkan bahwa Papua merupakan bagian yang syah dari wilayah NKRI, masalah Papua masih terus bergolak hingga dewasa ini. Munculnya keraguan terhadap hasil Pepera 1969 pada sebagian masyarakat di Papua mungkin dapat dikaitkan dengan pernyataan Amirmahmud sekembalinya dari peninjauan Pepera 1969, bahwa sebagian besar rakyat Papua belum sadar politik, maka penduduknya cukup "Soeharto, Merah Putih, dan Indonesia." (http://okipetruslaoh.blogspot.com/)
Meteray, Bernarda. 2012. Nasionalisme Ganda Orang Papua. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. (hal. 281-282)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar