Minggu, 21 September 2014

Pulang Pisau, Kota Kecil Banyak Cerita

Nggak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa saya akan menginjakkan kaki di Kabupaten Pulang Pisau di Propinsi Kalimantan Tengah. Pulang Pisau  termasuk Kabupaten baru di Kalimantan Tengah. Disebut Kabupaten tapi segala infrastrukturnya masih sangat terbatas. ATM satu-satunya di sana hanya ada BRI, listrik juga sering mati, jaringan telekomunikasi juga terbatas. Bahan bakar motor pun juga susah, ngomongin bahan bakar alias bensin. Jangankan di Pulang Pisau, di Palangkaraya yang termasuk Ibu Kota Propinsi saja susahnya minta ampun. POM bensin sering tutup tidak beroperasi karena tidak adanya stok BBM, kalau sudah begitu terpaksa beli eceran di jalan yang harganya sudah pasti di atas harga normal, bahkan ditemui di jalan se-liter itu 10 ribu rupiah. Parah. Kalimantan itu kaya tapi kenapa segala sesuatunya susah, hampir seperti tidak diperhatikan pemerintah.

Kantor Bupati Pulang Pisau
Bahkan kalau dibandingkan dengan desa saya yang di Jombang, Pulang Pisau kalah jauh dari segi keramaian dan infrastruktur. Warung-warung makan juga begitu, teman saya sampai nyebut kalau restoran-restoran sana dengan sebutan Restoran Hantu. Bagaimana tidak, tersedia makanan tapi pembelinya tidak ada, sepi beeeeuuuddd. Terasa ramai kalau pagi hari kita ke pasar, tapi suasana yang saya dapatkan seperti pasar di Pulau Jawa, penjual-penjual disana kebanyakan orang Jawa yang menetap di sana. Pesan dari teman saya jangan sampai beli makanan di warung makan atau restoran di sepanjang jalan Kalimantan karena harga yang dipatok bisa menguras kantong. Katanya dia pernah pesan kopi dan nasi untuk 2 orang dan harus bayar sekitar 100-150 ribu. Busetttt.
Dermaga Pasar Pulang Pisau
Dermaga di Pasar Pulang Pisau
Gedung Kalteng Pos Pulang Pisau
Kantor Kalteng Pos Grup Jawa Pos di Pulang Pisau
Yang lebih lucu lagi ketika saya harus kembali ke Banjarmasin dari Pulang Pisau untuk mengejar flight ke Surabaya. Sedari awal saya nggak nampak transportasi umum satu pun dari Banjarmasin ke Palangkaraya, juga sebaliknya. Bis-bis besar juga tidak terlihat. Teman saya otomatis tidak bisa mengantar ke Banjarmasin dengan motornya karena dia memang tinggal di kota ini. Katanya saya harus naik taksi, mendengar kata taksi saya pun menolak, masak backpacker naik taksi.
Ternyata oh ternyata yang disebut taksi di sini adalah mobil-mobil Kijang atau Innova yang lalu lalang di jalan. Kita tinggal menyetop saja, jika berhenti langsung negosiasi harga, kalau deal barulah kita naik. Di dalam mobil ternyata banyak juga penumpang seperti saya. Usut punya usut, dikarenakan jarang atau tidak adanya transportasi umum, banyak orang mengais rejeki dari potensi tersebut hanya dengan bermodalkan mobil. Taksi gelap kalau orang menyebutnya, dan sopir yang mobilnya saya tumpangi tersebut adalah orang Flores yang sudah lama di Kalimantan. Harga bagaimana? Yah layaknya jasa travel di Pulau Jawa yang mematok harga lebih tinggi dari transportasi umum dan mahalnya bensin yang sangat susah di Kalimantan. 40 ribu rupiah untuk 2 jam perjalanan dari Pulang Pisau ke Banjarmasin, dan tambahan 40 ribu untuk mengantar saya ke bandara. Total jendral saya bayar 80 ribu rupiah, mahal? Sangat mahal bagi kantong saya.
Yang seru neh, antara Pulang Pisau dan Banjarmasin hanya 2 jam perjalanan darat tapi ada perbedaan waktu satu jam. Kalau Pulang Pisau memakai WIB alias Waktu Indonesia Barat yang sama seperti di Pulau Jawa. Tapi di Banjarmasin memakai WITA atau Waktu Indonesia Tengah. Beuh serasa di luar negeri saja.
Paling terenyuh saat saya diajak teman saya mengunjungi kampung transmigrasi di Pulang Pisau. Orang-orang dari Pulau Jawa yang mengikuti program pemerataan penduduk dari pemerintah tersebut menempati sebuah kampung khusus transmigran. Bagaimana tidak terenyuh melihat rumah kecil dari kayu, lebih pantas kalau saya sebut gubug. Jalanan berdebu, gersang, dan listrik jarang. Bagaimana mereka bisa hidup dengan keadaan seperti itu. Membandingkan diri saya yang seperti ini saya wajib bersyukur bahwa saya bisa lebih daripada mereka. Itulah indahnya traveling, kita bisa belajar hidup dari hal-hal yang bisa kita temui di jalan.
Gubung Pulang Pisau
Jalan Kampung Transmigrasi Pulang Pisau
Gubug Pulang Pisau
Kampung Transmigrasi
No Complaint, No Whining, No Crying, itulah 3 rumus yang saya pakai kalau mau jalan-jalan dengan saya. Dengan rumus tersebut yakinlah semua pasti akan bahagia :)
Wonderful Indonesia and always safe travel.(http://www.alidabdul.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar