Ukuran kekayaan zaman bareto tak jauh dari ini: punya kerbau banyak, rumah banyak, tanah atau sawah banyak, dan sekaligus… bini banyak! Di zaman kumpeni itu, orang kaya tak pernah mau ribet (terutama di sekitar Balaraja dan sekitarnya).
Jangan harap mereka tertarik beli TV, kulkas, mesin cuci, AC pendingin, gadget, dan HP Blackberry. Karena memang belum ada… Lagipula, mengingat “tarap pendidikan” orang dulu masih pas-pasan, bisa-bisa seluruh peralatan canggih itu jadi salah fungsi. HP Blackberry dipakai ganjal pintu, Kulkas untuk menaruh pakaian yang sudah disetrika…
Bagaimana dengan mobil? Setahu saya, mobil masih jaraaaaaannnggg banget (mobil di kenal akhir 70-an saja, dan hanya orang tertentu yang punya). Cukuplah dengan sado, delman, bendi, dokar, atau apalah sebutannya. Sebuah kendaraan khas, ditarik kuda (ditarik janda muda juga boleh, asal siap ngos-ngosan).
Orang-orang kaya tempo doeloe punya hobi yang biasa-biasa saja. Ke sawah. Ngopi. Plus udud (rokok). Ke Mushola, dan… tidur. Kalaupun ada yang bengal, paling-paling juga nyabung ayam, pasang dadu (judi koprok), dan celingak-celinguk nyari tetangga seksi (dulu tak ada istilah cewek seksi, yang ada adalah “mojang parigel”).
Dari Mana Asal Kekayaan Mereka?
Sumber-sumber kekayaan orang-orang Balaraja Zaman duluuuu banget itu tak rumit-rumit amat. Maklumlah, waktu itu belum ada orang Balaraja yang main valas, tanam duit di Bursa Efek, atau kaya mendadak karena jadi Anggota DPR.
Harap percaya: saat itu juga belum ada orang Balaraja yang punya duit segunung karena “jago main limbah”. Artinya, usaha mereka untuk mencari kekayaan benar-benar murni. Mungkin, satu dua ada yang mencari kekayaan dengan jalan gelap: misalnya pergi ke Gunung Kawi, mencuri, atau niup lilin sampai pagi (seperti di film atau sinetron tuyul).
Yang jelas, usaha untuk jadi kaya berbekal pada kekuatan, keberanian, dan tentu saja izin Tuhan (sekuat apapun mereka berusaha, kalau Allah tak berkehendak, ya, teuteup aja cuma segitu…).
Tak heran, hanya orang-orang jago dan berpengaruh yang bisa kaya. Seperti: Jawara, Kyai, Centeng, Lurah, dan Pedagang. Tak seperti saat ini, bisa kaya karena korupsi…
Bagaimana Menghabiskan Uang?
Cara cepat menghabiskan uang apalagi kalau bukan dibakar atau dikubur? Tapi, tak ada cerita tentang orang kaya sinting yang melakukan hal itu di Balaraja Tempo Doeloe. Berhubung waktu itu belum ada Mall, belum ada Karaoke dan Tempat Dugem, tentu mereka cari cara sendiri untuk berpoya-poya. Paling jelas tentu memelihara Sinden (penyanyi, penari di pertunjukan Jaipong). Artis dangdut belum ada, jadi belum ada saweran di panggung dangdutan.
Kalau tak hobi yang begituan, paling-paling kawin lagi, kawin lari, dan kawin siri (eh, istilah kawin siri baru dikenal sekarang, ding). Tapi menurut cerita, memang cara paling cepat menguras kekayaan orang-orang tajir di masa itu adalah berjudi. Judi sabung ayam, judi koprok (dadu), judi kartu, dan judi bola pun sudah ada.
Atau, ada lagi cara lain yang bisa menyedut pundi-pundi duit orang-orang kaya tempoe doeloe. Cara ini agak lambat, tapi sering terjadi. Konon, kekayaan orang-orang kaya zaman itu sering kali habis ludes karena kelakuan anak-anak mereka.
Cara Unik Orang Kaya
Beberapa keunikan dan cara khas, biasa dilakukan oleh orang-orang kaya di Balaraja zaman baheula. Untuk menghitung ukuran tanah yang dimiliki, mereka tidak membawa alat meteran, melainkan cukup melempar batu sejauh mungkin. Nah, dilokasi batu jatuh itulah batas-batas tanah mereka. Atau, untuk memberi batas di sebelah utara, selatan, timur dan barat, mereka tidak membuat patok (sebagaimana lazimnya saat ini).
Tetapi cukup dengan mengatakan: di sebelah utara, batas tanah saya adalah kuburan…
Di sebelah selatan, batas tanah saya adalah sumur tua…
Di sebelah barat, batas tanah saya adalah pohon beringin…
Di sebelah timur, batas tanah saya adalah sungai…
Nah, kalau begini, bagaimana menghitung ukuran pasti luas sawah mereka? Ada istilah lain, tentang betapa luasnya tanah yang dimiliki orang-orang kaya dulu. Dengan sebuah sebutan: luas tanah saya adalah sepanjang mata memandang…
Begitu juga dengan cara mengukur umur. Maka petugas sensus sering puyeng. Bagaimana tidak? Ketika ditanya berapa umur anak Anda? maka orang yang ditanya menjawab ringan: Anak saya lahir persis berbarengan dengan ditanamnya pohon kelapa itu (sambil jemarinya menunjuk sebuah pohon kelapa yang sudah tinggi di depan rumah). (http://tangbar.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar