Mengisi liburan akhir tahun 2013, aku memutuskan tuk ke Kota Balikpapan
yang berjarak 115 km dari domisiliku saat ini, Samarinda, tepatnya pada
tanggal 21 Desember. Waktu tempuh yang ku jalani sekitar lebih kurang
tiga jam, mulai dari pukul 17.15 sore dan sampai pukul 20.30 malam
dengan bersepeda motor.
Di sela-sela waktu tersebut, aku singgah di masjid selama 20 menit tuk ibadah Magrib dan makan malam selama 15 menit. Kedua aktivitas menyinggah tersebut berlokasi di KM 38 Sungai Merdeka, kecamatan Samboja, Ku-Kar, yang memang menjadi tempat pemberhentian favorit setiap pengendara jalan Soekarno-Hatta. Di Balikpapan, aku menginap ke tempat nenekku tercinta di daerah Gunung Polisi, tetapi rumah sepupu yang berada di depan rumah nenek sedang kosong ditinggal liburan ke Tenggarong. Alhasil, aku ditawari nenek tuk menempatinya sementara waktu. Nenek tidak sendiri, ada cucunya juga yang menginap di tempat beliau, dari Samarinda juga, namanya Ida dan Lia, yang juga mengisi liburan akhir tahun dengan berkunjung dan menginap di tempat nenek.
Di sela-sela waktu tersebut, aku singgah di masjid selama 20 menit tuk ibadah Magrib dan makan malam selama 15 menit. Kedua aktivitas menyinggah tersebut berlokasi di KM 38 Sungai Merdeka, kecamatan Samboja, Ku-Kar, yang memang menjadi tempat pemberhentian favorit setiap pengendara jalan Soekarno-Hatta. Di Balikpapan, aku menginap ke tempat nenekku tercinta di daerah Gunung Polisi, tetapi rumah sepupu yang berada di depan rumah nenek sedang kosong ditinggal liburan ke Tenggarong. Alhasil, aku ditawari nenek tuk menempatinya sementara waktu. Nenek tidak sendiri, ada cucunya juga yang menginap di tempat beliau, dari Samarinda juga, namanya Ida dan Lia, yang juga mengisi liburan akhir tahun dengan berkunjung dan menginap di tempat nenek.
Selain ke tempat nenek, di Balikpapan aku sempatkan untuk jalan-jalan
mengendarai sepeda motor dengan membawa tas berisi kamera DSLR, siapa
tahu ada objek menarik yang bisa dibidik. Nah, aku sudah berencana untuk
ke daerah Balikpapan Timur, sekitar 30 km dari tempat nenek, karena ada
situs sejarah yang membuatku penasaran setelah beberapa waktu
sebelumnya aku meramban di internet, yakni situs sejarah monumen Jepang.
Monumen Kuburan Jepang |
Siang itu, sekitar pukul 14.00 siang tanggal 25 Desember, aku mencoba
menyusuri Jalan Mulawarman, jalan utama di kawasan Balikpapan Timur yang
juga merupakan jalan poros menuju Handil, Ku-Kar bagian pesisir. Jalan
poros ini dulunya merupakan jalan darat satu-satunya dari Balikpapan
menuju Samarinda, sebelum digeser oleh Jalan Soekarno-Hatta yang
melintasi hutan belantara Borneo. Jalan ini pada siang itu tampak begitu
ramai oleh lalu lalang kendaraan karena bertepatan dengan libur natal
dan orang-orang berlibur ke pantai yang ada di Balikpapan Timur,
khususnya ke pantai Lamaru dan Manggar.
Plang situs sejarah monumen Jepang yang tidak ada arti apa-apa, baik itu petunjuk atau penjelasan gambarnya. |
Ku susuri Jalan Mulawarman dengan kecepatan sekitar 50 km/jam, ku
temukan ada plang yang menunjukkan arah ke lokasi situs sejarah. Plang
tersebut berhimpitan dengan plang iklan sedot WC dan petunjuk arah rumah
detensi imigrasi (itu, lho, yang digunakan tuk menampung imigran gelap
jika ada yang terdampar di pantai Balikpapan). Langsung saja ku
menyeberang jalan belok kanan memasuki Jalan Sosial, nama jalan itu.
Ketika sampai di ujung, ku melihat ada pantai dan resort. Pantainya
tidak begitu bersih, dan bukan pantai untuk wisata, dilihat dari jumlah
pengunjung yang datang yang bisa dihitung dengan jari. Hanya orang-orang
lokal yang biasanya ke pantai ini, baik untuk menikmati pemandangan
Selat Makassar maupun mencari hewan laut di pesisir.
Sambil bersepeda motor, aku celingak-celinguk kiri-kanan tuk melihat
petunjuk selanjutnya. Kok tidak ada tanda-tanda keberadaan monumennya,
ya? Akhirnya, aku berbalik dan mencoba berbelok ke kanan yang ternyata
menuju sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan setelah itu buntu. Aku
berbalik lagi dan celingak-celinguk lagi. Aku melihat ada sebuah
bangunan mirip monumen, berwarna abu seperti batu dari kejauhan. Nah,
itu dia! Kalau ku lihat, posisinya seperti menghadap ke laut, jadinya
aku berbalik lagi ke pantai itu tadi dan ternyata di pantai itu ada
jalan setapak yang menuntunku ke lokasi situs sejarah.
Setelah sampai, aku turun dari motor dan melihat sekeliling. Ternyata
kawasan situs sejarahnya tutup, gerbangnya diikat dengan tambang,
seolah-olah tidak terbuka untuk umum. Aku lihat sebuah plang, tenyata
KUBURAN JEPANG!! Langsung merinding aku dibuatnya. Tapi itu segera
hilang. Aku fokus tuk mencari jalan masuk 'ilegal' ke kompleks monumen
Jepang. Ada sebuah celah kosong di samping kanan situs, ternyata menuju
ke kebun warga setempat. Ada seorang perempuan tua, pakaiannya lusuh dan
kotor penuh tanah, mungkin habis berkebun. Ku sapa beliau.
Bagian depan situs sejarah monumen Jepang. |
Pagarnya oleh tali tambang plastik. |
Alamak! Ternyata KUBURAN! |
"Permisi, bu! Tempat (situs) ini memang ditutup ya?"
"Iya, nak!"
"Kenapa ya bu?"
"Supaya tidak diganggu tangan jahil. Soalnya ini monumen yang tidak
khusus dijadikan sebagai tempat wisata, hanya jadi cagar budaya, nak!"
"Apa saya boleh masuk?"
"Boleh saja, nak! Asal bayar uang kebersihan saja."
Ku sanggupi permintaan ibu itu yang bernama Ibu Buniran. Buniran itu
nama suaminya, sedangkan ibu itu sendiri tidak menyebutkan nama aslinya
karena lebih senang disapa Bu Buniran. Sambil merogoh kocek untuk
menyiapkan uang kebersihan, bu Buniran membuka ikatan tali tambang yang
membelit gerbang situs monumen Jepang. Aku pun dipersilakan masuk. Di
dalam kompleks situs monumen Jepang, terdapat sebuah gazebo dan kamar
kecil yang sudah lama tak digunakan. Situs ini dikenal juga sebagai
kuburan Jepang karena di bawah monumen yang sampai saat ini berdiri
kokoh, terdapat kuburan tentara Jepang yang gugur ketika menyerbu
Balikpapan. Monumen tersebut terbuat dari batu dan bertuliskan huruf
kanji yang saya sendiri pun tak tahu maknanya. Monumen tersebut
diresmikan pada bulan Juni 1990, sebagaimana yang tercantum di monumen.
Di sekeliling monumen terdapat tumbuh-tumbuhan yang kebanyakan merupakan
bunga (aku tak tahu nama bunga-bunganya). Langsung ku keluarkan kamera
DSLR dan jepret sana jepret sini.
Monumen yang kedua. |
15 menit kemudian, aku pamit kepada bu Buniran dan mengucapkan terima
kasih telah diizinkan masuk sambil memberi uang kebersihan seikhlasnya.
Aku kembali menyusuri jalan setapak di tepi pantai dan berhenti sejenak
menikmati angin sepoi-sepoi. Perjalanan ku lanjutkan kembali menuju
Klandasan dan kembali ke rumah nenek. (http://ezagren.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar