Kedatangan
bangsa-bangsa Eropa tersebut ke kepulauan Maluku, ternyata tidaklah
hanya semata-mata dengan niat berdagang namun juga keinginan untuk
menguasai. Maka tidaklah mengherankan untuk mencapai keinginan tersebut
mereka melakukan segala cara, seperti melaksanakan sistem monopoli
perdagangan yang disertai dengan tindakan kekerasan dan kekejaman
terhadap rakyat Maluku, merekapun melakukan tindakan semena-mena,
seperti keharusan mendayung kora-kora mengikuti hongi, penebangan ribuan
pohon cengkeh dan pala membakar rumah-rumah penduduk dan memindahkan
rakyat dengan paksa dari kampung halamannya, serta sejumlah perlakuan
buruk lainnya. Hal ini telah menumbuhkan rasa benci dan marah yang
sangat pada masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan semangat heroik
dan patriotik rakyat Maluku untuk melawan bangsa Eropa tersebut.
Pada
tahun 1575 di Maluku Utara dipimpin oleh Sultan Babullah, rakyat
berhasil menyerang Portugis. Suatu hari yang bersejarah, tepatnya pada
tanggal 15 Mei 1817, rakyat Maluku yang terdiri dari komunitas muslim
dan kristen secara bahu membahu dan bersatu padu melakukan perlawanan
dan penyerangan terhadap pusat pertahanan Belanda di benteng Doorstede
Saparua. Peristiwa yang heroik yang mampu mengalahkan pihak Belanda
tersebut dikenangkan oleh masyarakat Maluku dengan sebutan “ Perang
Pattimura ”, karena peperangan tersebut dipimpin oleh lelaki Kabaresi
bernama Thomas Matulessy yang kemudian menyandang gelar Kapitan
Pattimura. Pattimura atau Thomas Matulessy sebelumnya pernah mengenyam
pendidikan militer, karena ia pernah menjadi sersan mayor dalam tentara
milisi Inggris di Ambon.
Serangan
serentak pada tanggal 15 Mei 1817 itu, yaitu dengan memanjat
tembok-tembok benteng dengan bambu, mencapai hasil yang gemilang, dimana
benteng Doorstede berhasil dikuasai. Dengan kemenangan
itu maka seluruh rakyat memperlihatkan kegembiraannya. Kemenangan itu
sekali lagi disebabkan adanya kekompakan rakyat Maluku. Sayangnya, lewat
tipu muslihatnya Belanda berhasil menangkap Matulessy dan
kawan-kawannya, dan kemudian pada tanggal 17 Desember 1817 di depan
Benteng New Victoria Ambon, Pattimura dan kawan-kawannya dijatuhi
hukuman gantung. Saat menuju tiang gantungan Thomas Matulessy melangkah
dengan mantap karena yakin akan kebenaran perjuangan yang ia tempuh.
Sebelum ia memasang tali gantungan pada lehernya, sebelum ajal
menjemputnya ia berkata “ Sekali Kelak Awan Hitam Akan Berlalu, dan Pattimura-pattimura akan bangkit! ”
Untuk
mengenang keberanian KAPITAN PATTIMURA maka di didirikanlan monumen
PATTIMURA yang berlokasi di Taman kota Lapangan Merdeka (Pusat Kota
Ambon) dimana Eksekusi hukuman gantung dilaksanakan. (http://ambonmemangmanise.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar