Sabtu, 13 Desember 2014

MONUMEN PATTIMURA


Kedatangan bangsa-bangsa Eropa tersebut ke kepulauan Maluku, ternyata tidaklah hanya semata-mata dengan niat berdagang namun juga keinginan untuk menguasai. Maka tidaklah mengherankan untuk mencapai keinginan tersebut mereka melakukan segala cara, seperti melaksanakan sistem monopoli perdagangan yang disertai dengan tindakan kekerasan dan kekejaman terhadap rakyat Maluku, merekapun melakukan tindakan semena-mena, seperti keharusan mendayung kora-kora mengikuti hongi, penebangan ribuan pohon cengkeh dan pala membakar rumah-rumah penduduk dan memindahkan rakyat dengan paksa dari kampung halamannya, serta sejumlah perlakuan buruk lainnya. Hal ini telah menumbuhkan rasa benci dan marah yang sangat pada masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan semangat heroik dan patriotik rakyat Maluku untuk melawan bangsa Eropa tersebut.
Pada tahun 1575 di Maluku Utara dipimpin oleh Sultan Babullah, rakyat berhasil menyerang Portugis. Suatu hari yang bersejarah, tepatnya pada tanggal 15 Mei 1817, rakyat Maluku yang terdiri dari komunitas muslim dan kristen secara bahu membahu dan bersatu padu melakukan perlawanan dan penyerangan terhadap pusat pertahanan Belanda di benteng Doorstede Saparua. Peristiwa yang heroik yang mampu mengalahkan pihak Belanda tersebut dikenangkan oleh masyarakat Maluku dengan sebutan “ Perang Pattimura ”, karena peperangan tersebut dipimpin oleh lelaki Kabaresi bernama Thomas Matulessy yang kemudian menyandang gelar Kapitan Pattimura. Pattimura atau Thomas Matulessy sebelumnya pernah mengenyam pendidikan militer, karena ia pernah menjadi sersan mayor dalam tentara milisi Inggris di Ambon.
Serangan serentak pada tanggal 15 Mei 1817 itu, yaitu dengan memanjat tembok-tembok benteng dengan bambu, mencapai hasil yang gemilang, dimana benteng Doorstede berhasil dikuasai. Dengan kemenangan itu maka seluruh rakyat memperlihatkan kegembiraannya. Kemenangan itu sekali lagi disebabkan adanya kekompakan rakyat Maluku. Sayangnya, lewat tipu muslihatnya Belanda berhasil menangkap Matulessy dan kawan-kawannya, dan kemudian pada tanggal 17 Desember 1817 di depan Benteng New Victoria Ambon, Pattimura dan kawan-kawannya dijatuhi hukuman gantung. Saat menuju tiang gantungan Thomas Matulessy melangkah dengan mantap karena yakin akan kebenaran perjuangan yang ia tempuh. Sebelum ia memasang tali gantungan pada lehernya, sebelum ajal menjemputnya ia berkata “ Sekali Kelak Awan Hitam Akan Berlalu, dan Pattimura-pattimura akan bangkit! ”
Untuk mengenang keberanian KAPITAN PATTIMURA maka di didirikanlan monumen PATTIMURA yang berlokasi di Taman kota Lapangan Merdeka (Pusat Kota Ambon) dimana Eksekusi hukuman gantung dilaksanakan. (http://ambonmemangmanise.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar