Jumat, 12 Desember 2014
Monumen Jenderal Soedirman di Pacitan
Monumen Panglima ♦ Besar Jendral Soedirman di Pacitan, diresmikan menjadi Kawasan Wisata Sejarah oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Monumen itu terletak di Kompleks Monumen Desa Pakisbaru Kecamatan Nawangan Pacitan.
SAAT peresmian, Presiden Yudhoyono yang didampingi Ibu Negara Ani Bambang Yudoyono dan sejumlah menteri, berpesan agar lokasi Monumen Panglima Besar Jendral Soedirman dan rumah bekas markas gerilyanya dijadikan kawasan wisata sejarah. Untuk itu, kemen-terian Kebudayaan dan Pariwisata diharapkan mempererat
kerjasama dengan pemerintah daerah guna menciptakan kreativitas baru demi makin sempurnanya bangunan.
“Kembangkan akses baik dari Jawa Timur maupun dari Jawa Tengah ke tempat ini. Dengan demikian akan menjadi satu rangkaian kawasan wisata baik dari Solo maupun Madiun,” kata SBY.
Revitalisasi Monumen Jendral Soedirman diharapkan berpengaruh terhadap peningkatan nilai tambah ekonomi masyarakat. Jika kawasan bersejarah makin hidup yang ditandai dengan banyaknya wisatawan, tentu pendapatan masyarakat akan bertambah.
PJ Gubernur Jatim, Setya Purwaka menuturkan, di tempat ini Jederal Soedirman memusatkan gerakan untuk berjuang melawan penjajah. Peninggalan seperti Markas Gerilya yang berada dua kilometer ke arah timur monumen menjadi saksi hidup perjuangan itu.
“Kita semua tahu tempat tersebut mempunyai nilai historis yang sangat tinggi. Siapapun yang melihat ke tempat itu akan terbayang bagaimana perjuangan Jenderal Soedirman,” katanya. “Banyak prinsip, ajaran, dan wejangan beliau yang dapat diambil oleh generasi muda itu a-kan membantu pengembangan mental mereka,” tuturnya.
Kawasan ini akan terus dikembangkan, sehingga ke depan akan menjadi salah satu kawasan wisata sejarah seperti halnya di Blitar dengan Museum dan Makam Bung Karno, dan Trowulan Mojokerto dengan peninggalan Kerajaan Majapahitnya.
Menurut Setya, kawasan bersejarah ini diharapkan bisa menjadi obyek yang menarik perhatian wisatawan luar maupun dalam negeri. “Kawasan ini akan terus dikembangkan sehingga masyarakat di sini akan ikut merasakan manfaat keberadaannya.” katanya.
Semakin banyak yang berkunjung, akan makin banyak yang mengenal Pacitan. Nantinya di kawasan ini akan dibangun penginapan tamu, diorama, museum, lahan parkir kendaraan, dan tiga helypad.
“Area yang tersedia masih cukup luas untuk mengembangkan kawasan ini, kami yakin wisatawan akan tertarik kesini karena kawasan ini berada di dataran tinggi sehingga pemandangan di sepanjang jalan menuju lokasi sangat indah serta hawanya sejuk,” tuturnya.
Apalagi Kabupaten Pacitan memiliki banyak potensi alam yang sangat bagus untuk dikembangkan.
Seperti perkebunan dan pertanian. Selain itu kawasan ini juga memiliki potensi wisata alam dan budaya yang cukup manarik.
Bahkan, untuk mengembangkan potensi tersebut kini pemprop tengah mengerjakan beberapa projek pembangunan seperti pembangunan jalur lintas selatan Banyuwangi – Pacitan dengan pan jang 626 Km, Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) kapasitas 615 Mega watt dengan anggaran pembangunan sebesar Rp 6 triliun yang diambil dari anggaran APBN dan APBD Propinsi Jatim. Di Targetkan pembangunan PLTU ini selesai 2010.
Kawasan Wisata
Monumen Jenderal Soedirman ini berdiri di atas bukit yang menjadi saksi sejarah perjuangan Jenderal Soedirman. Untuk mencapai lokasi, harus melalui tiga jalur berundak, dengan jumlah anak tangga setiap jalurnya adalah 45, 8, dan 17, cermin dari tanggal, bulan dan tahun kemerdekaan RI. Di sanalah, di tanah seluas kurang lebih 97.831 meter persegi, dan ketinggian 1.314 meter di atas permukaan laut, berdiri patung Jenderal Soedirman setinggi 8 meter.
Awalnya, kawasan itu dibangun oleh keluarga Roto Suwarno yang merupakan pengawal Jenderal Soedirman saat bermarkas di Desa Pakis Baru sejak 1 April hingga 7 Juli 1949. Kemudian mulai tanggal 22 Juli 2008 dilakukan pemugaran kawasan tersebut.
Sebelum memasuki kawasan ini, ada delapan pintu gerbang yang bertuliskan pesan Jenderal Soedirman seperti Kemerdekaan Sudah di Genggam Jangan Dilepaskan atau Walau Dengan Satu Paru-Paru dan Ditandu Pantang Menyerah.
Di samping kiri kanannya lapangan terdapat relief perjalanan sejarah perjuangan Jenderal Soedirman, mulai masih anak-anak, saat mengenyam pendidikan militer, perang melawan sekutu, pergi keluar Jogjakarta untuk bergerilya dan kembali ke Yogyakarta.
Rumah Gerilya
Rumah bekas markas gerilya Jenderal Soedirman terletak 2 kilometer ke arah Timur monumen. Rumah ini terdiri dari dua bangian, bagian depan disambungkan dengan bagian belakang. Rumah bagian depan berbentuk empat persegi panjang, 11,5 x 7,25 meter persegi, sedangkan bagian belakang berukuran 10,2 x 7,3 meter persegi.
Di masa perjuangan, di sini tempat menyusun strategi penyerangan dan bertahan dari serangan musuh. Rumah ini juga dilengkapi dapur dan ruang untuk menyimpan perbekalan atau alat-alat perang.
Pada masa perjuangan, bagian depan rumah, dilengkapi satu set meja – kursi yang terbuat dari kayu.”Sekarang su-mah lebih tertata, halaman yang dulunya tanah liat, sekarang terlihat lebih bagus dengan hiasan taman di kedua sisi rumah,” kata Padi juru kunci Markas.
Menurut dia, markas gerilya banyak mengalami renovasi, di dalam rumah telah diletakkan papan informasi, foto koleksi, dan perabotan. Di kamar depan terdapat tempat tidur Jenderal Soedirman. Juga beberapa foto Jenderal bersama warga. “Masyarakat yang ingin mengetahui beberapa informasi tentang beliau bisa membaca di papan informasi atau melihat beberapa koleksi foto,’ katanya.
Menurut Padi, pengunjung juga dapat menyaksikan wideo dokumenter tentang sekilas perjalanan sang jenderal. “Ruangan ini sudah dilengkapi audiovisual. Tapi juga barang-barang asli rumah ini seperti alat masak dan tempayan/gentong
Sejarah Markas
Markas gerilya awalnya rumah milik Karsosoemito, seorang bayan (pamong/perangkat desa) Dukuh Sabo, Desa Pakis Baru. Tahun dibangunnya hingga kini belum diketahui pasti.
Awalnya setelah hampir tujuh bulan bergerilya keluar masuk hutan, Jenderal Soedirman tiba di Sabo, Pakis Baru, menginap di rumah Karsosoemito, bergaul dengan masyarakat. Selain itu ia juga mulai mengatur hubungan dengan pejabat pemerintah di Jogjakarta. Kegiatan sehari-hari Jenderal menyusun perintah-perintah harian serta petunjuk dan amanat untuk tentara dan rakyat, melalui caraka (kurir). Banyak komandan pasukan dan pejabat pemerintah yang datang ke Sobo untuk meminta petunjuk panglima. Melalui Letkol Soeharto dia melakukan komunikasi dengan Sri Sultan HB IX di Jogjakarta.
Karena itulah. Tempat ini dikenal sebagai markas gerilya. Setelah perjanjian Roem-Royen disahkan 7 Mei 1949 dan pemerintah Indonesia – Belanda sepakat untuk mengakhiri peperangan, Panglima kembali ke Jogjakarta. Setelah diminta beberapa pihak termasuk Presiden Soekarno pada 7 Juli 1949 meninggalkan markas kembali ke Jogjakarta, (muhajir/saadah/http://jawatimuran.wordpress.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar