Rumah Si Pitung pun bukanlah rumah gaya
Betawi, namun berbentuk rumah panggung dengan gaya arsitektur Bugis,
yang sesuai dengan kondisi wilayah pesisir Jakarta yang sering mengalami
rob akibat air pasang. Walaupun diberi nama “Rumah Si Pitung”, namun sejatinya bangunan ini bukan rumah kelahiran atau milik keluarga Pitung, jawara Betawi yang terkenal dengan perjuangannya melawan penguasa Hindia Belanda. Rumah panggung di atas lahan seluas 700 meter persegi ini sebenarnya milik Haji Syafiuddin, seorang pengusaha “sero”. Menurut kisah turun temurun yang dipercaya oleh masyarakat setempat, rumah ini pernah dirampok oleh Pitung.
Rumah ini diperkirakan telah berdiri pada
awal abad ke-19. Ketika saya mendekati rumah tersebut, terlihat bahwa
rumah kayu berwarna merah delima dengan ukuran 15 meter x 15 meter ini
ditopang oleh 40 buah tiang setinggi 2 meter. Untuk mempertahankan rumah
ini dari ancaman banjir rob (mengingat letaknya hanya berjarak
50 meter dari bibir pantai), maka bangunan ini diletakkan di
atas landasan beton setinggi 50 cm.
Dari luar terlihat bahwa rumah ini memiliki
2 buah beranda di sisi depan dan di belakang rumah yang dilengkapi
dengan tangga, 4 buah pintu, dan 10 buah jendela.
Saya kemudian naik tangga di bagian depan
rumah. Setelah mengisi buku tamu dan mendapatkan brosur mengenai sejarah
rumah ini, saya mulai melihat-lihat bagian dalam rumah. Rumah ini
pernah direnovasi beberapa kali, dengan renovasi terakhir pada tahun
2010. Di dalam rumah terdapat beberapa perabot gaya Betawi, seperti
kursi tamu, tempat tidur, meja rias, peralatan dapur, dan
permainan congklak. Namun demikian, perabot ini bukan merupakan benda
asli dari Rumah Si Pitung, melainkan sumbangan dari berbagai pihak.
Di dinding rumah terdapat panel yang memuat
kisah si Pitung, yang dikutip dari artikel “Si Pitung, Perampok atau
Pemberontak” yang ditulis oleh Ridwan Saidi dan dimuat di Majalah
Tani pada tahun 2009. Saat ini di bagian dalam rumah sudah dipasangi
listrik, sehingga mengurangi kesan angker.
Untuk mencapai Rumah Si Pitung tidaklah
sulit. Anda bisa menggunakan angkot jurusan Marunda, kemudian turun di
depan kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Jl. Marunda
Makmur. Dari kampus STIP, telusuri jalan kecil di samping kampus menuju
arah pantai. Kurang lebih 300 meter dari jalan raya, di sisi kanan
terdapat tanah lapang dengan warung-warung kecil. Tanah lapang ini bisa
digunakan untuk parkir kendaraan (jika membawa kendaraan sendiri).
Lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki
melewati jembatan beton yang melintas di atas sungai Blencong. Kurang
lebih 300 meter dari jembatan tersebut, Anda akan melihat sebuah rumah
panggung berwarna merah di dalam lahan yang diberi pagar, itulah Rumah
Si Pitung. (www.citilinkstory.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar