Sabtu, 30 Mei 2015

Teror Penagih dan Kepungan Pemberi Utang



(esai ini ada di WARTA KOTA, 8 Mei 2014 halaman 7)

Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel saya. Kalimatnya begini, “Mengenai Penyetoran Angsuran Anda Bulan ini sebelum di transfer harap hubungi pimpinan saya dulu di hp: 085242349797 soal nya ada perubahan rekening.maksh.” Pada kali lain, dari pengirim yang berbeda, masuk pula pesan singkat dengan nada kalimat yang relatif sama.
Pesan singkat semacam itu relatif sering masuk ke ponsel setelah saya membuka rekening di sebuah bank terkenal –untuk keperluan pekerjaan—beberapa waktu lalu. Rasanya cukup mengganggu juga. Karena, pesan singkat itu kadang masuk tidak kenal waktu, misalkan di tengah malam.
Sementara itu saya tidak memiliki utang pada bank terkenal, bank keliling atau lembaga yang biasa memberi utang. Rasanya ingin tidak peduli pada pesan singkat semacam itu namun lama-kelamaan terganggu. Dalam benak saya bertanya, “dari mana mereka mendapatkan nomor ponsel saya?” Seorang teman menuturkan bahwa data pribadi aplikasi nasabah buka rekening dijual oleh oknum orang dalam bank ke pihak-pihak yang berkepentingan.
Ah, saya tidak ingin berpikir negatif. Lantaran sudah demikian mengganggu, sekali waktu saya lalu membalas, “Saya tidak punya hubungan utang-piutang dengan Anda. Semoga Tuhan memberi hidayah dan Anda kembali ke jalan yang benar.” Setelah itu pesan singkat bergaya teror penagih utang tidak datang-datang lagi.
Rupanya tidak hanya penagih utang yang masuk ke ponsel saya. Suatu waktu pun masuk pesan singkat penawaran pinjaman utang dengan proses cepat. Salah satunya begini, “Proses cepat, rate 1,49%, min 20jt-500jt,Syrt Kartu Kredit / kendaraan pribadi / Perusahaan th98 hub Astrid 08129841053-087875595060 salam.” Pun cukup banyak pesan singkat semacam itu masuk ke ponsel saya.
Sekali lagi, saya tidak mau terbelit pada utang yang membelit. Karena, dengan utang, kita akan menjadi dekat dengan kebohongan dan ucapan berbohong. Sebagaimana pesan singkat bergaya teror penagih utang, pesan singkat penawaran utang itu kerapkali pula datang tidak mengenal waktu. Sungguh mengganggu.
Saya berpikir bagaimana menyetop agar penawaran utang itu tidak masuk lagi ke ponsel. Seorang rekan menyarankan agar melaporkan nomor pengirim ke operator atau otoritas untuk diblokir. Saya pikir terlalu ribet. Akhirnya saya balas dengankalimat sederhana, “Ngapunten, mbah kakung ora pengin mati ngowo utang.” Yang artinya, “Maaf, kakek tidak ingin mati membawa utang.”  Setelah balasan itu, tawaran utang pun jauh berkurang.
Ah, kehidupan kita ini sudah dipenuhi teroris penagih utang dan dikepung pemberi utang. Tak salah memang, warga masyarakat memang sangat gemar berutang. Sampai-sampai belanjat Rp50 ribu sampai Rp100 ribu ke minimarket saja pakai kartu kredit. (Budi Nugroho, rakyat biasa, tinggal di Bekasi)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar