Kamis, 04 Juni 2015

Rasa Aman Seorang Kepala Daerah



SEBUAH anugerah tiba-tiba muncul di depan mataku. Aku beroleh kesempatan bersua dan ngobrol panjang-lebar dengan seorang pemimpin daerah. Sampai-sampai, dalam obrolan untuk menambah data primer penulisan biografinya, sang pemimpin daerah itu curhat bahwa selama tiga tahun kepemimpinannya masih ada saja orang-orang yang ‘mengganggu’ jalannya implementasi visi-misi, kebijakan dan strategi pembangunan yang telah dia teguhkan sebelum terpilih menjadi kepala daerah.
Ada saja gangguan ketika sang pemimpin daerah ingin membangun apa yang dibutuhkan bagi sebuah kabupaten hasil pemekaran. Mulai dari lahan yang telah bertuan, tak ada penanam modal yang mau masuk, sampai urusan dana dari pemerintah pusat yang seret mengucur.
Di akhir perbincangan, secara tidak langsung dia menyebut-nyebut nama seorang pensiunan jenderal yang sangat dekat dengan dirinya. Bahkan, dia merasa akrab sangat jauh sebelum dirinya memuncaki kursi kepala daerah. Bagai kura-kura dalam perahu, aku tak terlalu mendalami lebih jauh hubungan kedekatan sang pemimpin daerah dan pak jenderal pensiunan.
Lalu, mulailah aku menulis biografi sang pemimpin daerah. Tiba-tiba, orang dekat sang pemimpin daerah meneleponku. “Bang, jangan lupa wawancara pak jenderal! Harus dapat wawancara itu, kalau toh tidak keburu masuk ke dalam naskah buku, dibuat terpisah lalu diselipkan juga tak mengapa,” katanya.
Aku sedikit kelimpungan karena waktu penulisan dan pencetakan sangat sempit. Syukur, akhirnya, aku bisa memperoleh nomor ponsel pak jenderal pensiunan. Tanpa ada aral yang berarti, pak jenderal pensiunan yang baru pulang liburan akhir tahun bersedia menerima diriku untuk suatu perbincangan di rumahnya.
Hasil ini kemudian kusampaikan kepada orang dekat sang pemimpin daerah. “Terima kasih Bang, pak kepala daerah pasti senang. Beliau masih ingin memimpin daerah ini sampai akhir periode kepemimpinannya. Syukur-syukur bisa maju untuk periode kedua,” ucap orang kepercayaan sang pemimpin daerah.
Aku sedikit mafhum. Kadang untuk membangun rasa aman, seorang pemimpin daerah tidak cukup hanya dekat dengan rakyat yang dipimpin, tapi tetap harus ada jalinan kuat-merekat dengan yang punya ‘pasukan dan senjata’. (Budi Nugroho, rakyat jelata, tinggal di Bekasi)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar