“Saat itu Datsun terkenal akan ketangguhan dan performanya,” buka pria kelahiran 5 Agustus 1953 itu. Hampir semua kalangan menggunakannya, dari mulai taksi, keluarga biasa, pekerja hingga pembalap.
Perjumpaan pertama Sidarto dengan Datsun dimulai di 1974 ketika ia bersama kakaknya, Sarsito SA, memberanikan diri memakai Datsun 1600 untuk balap mobil di Simpang Lima Semarang. Tanpa diduga mobil baru itu sanggup finish kedua.
Di 1976, Sidarto membeli Datsun 160SSS atau populer disebut Triple-S. Di zamannya, performa 160SSS memang luar biasa. Ia dilengkapi mesin 1.600 cc karburator ganda yang bisa menyemburkan tenaga 115 dk pada kondisi standar. “Itu paling besar di zamannya,” seru Sidarto. Sebagai catatan, saat itu mobil 1.600 cc masih bermain di bawah 90 dk.
Tak butuh waktu lama untuk Sidarto dan adiknya, Andry SA, melawan keperkasaaan Honda Civic pabrikan yang dipiloti Aswin Bahar. “Civic memang menang di tikungan karena bodinya kompak, tapi begitu di trek lurus tak bisa menyaingi tenaga Datsun.”
Kaki-kaki yang dimiliki Datsun juga sangat kuat menurut penilaian Sidarto. Makanya ia berulang kali meraih podium di ajang reli dengan beragam jenis Datsun. Kepopuleran Datsun saat itu juga membuat harganya cukup tinggi. “Saya ingat jual Datsun bekas bisa membeli Honda Civic baru,” kenang Sidarto.
Karier balap menggunakan Datsun masih berlanjut hingga akhirnya di 1994. Ketika itu ia mengalami kecelakaan hebat dengan Datsun Fairlady bertenaga 600 dk di Sentul. Kecelakaan itu membuatnya patah tulang dan mobil pun hancur lebur.
Namun hingga sekarang jiwa ‘Datsun’ di Sidarto tak pernah pudar. Di bengkelnya ia banyak membantu pemilik Datsun menjaga kondisi kendaraannya. Bahkan ia juga memodifikasi beberapa Datsun untuk ikut balap kelas Retro di ajang ISOM Sentul.
Mengenai kelahiran kembali Datsun, Sidarto juga menyambut gembira meskipun belum tahu apakah produk baru ini bisa melegenda seperti nenek moyangnya. (http://autobild.co.id/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar