Jumat, 06 Mei 2016

Kisah Tiga Bandit Legendaris yang Ditembak Mati Polisi


Kisah Tiga Bandit Legendaris yang Ditembak Mati PolisiIlustrasi penembakan. (Thinkstock)
JakartaCNN Indonesia -- Polda Riau mengumumkan telah berhasil menghentikan pelarian Edi Palembang, anggota komplotan perampok bersenjata yang kerap melakukan aksi di Riau dan Jambi. Dibantu Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya, Polda Riau mengakhiri karier pria yang bernama asli Arkardinata itu.

Edi tewas dalam penyergapan di Kembangan, Jakarta Barat, Senin (1/12), pukul 4.00 WIB.
Upaya kepolisian menangkap Edi ini bukan yang pertama kali. Setelah kabur dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Jambi, dia lolos dari penggrebekan di Pekanbaru, Riau, Ahad (9/11). Saat itu, dia bahkan sempat menembak mati Bripka Harianto Bahari, anggota Polsek Senapelan, Pekanbaru, Riau.
"Polda Riau selalu mengendus pelarian Edi. Mereka melibatkan kami karena kami lebih menguasai lokasi persembunyian," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto kepada CNN Indonesia melalui pesan singkat.
Opsi untuk menarik pelatuk senapan diambil Polda Riau berdasarkan pengalaman mereka saat menyergap Edi sebelumnya. "Tersangka selalu melakukan penembakan terlebih dulu," kata Ajun Komisaris Besar Guntur Aryo Tejo, Kabid Humas Polda Riau, seperti dilansir detikcom. 
Sejarah mencatat, selain Edi kepolisian juga pernah kesulitan menghadapi tiga penjahat. Saking sukarnya, mereka mendapat julukan bandit legendaris.
Yang pertama adalah Kusni Kasdut. Pria asal Blitar yang bernama asli Waluyo ini masuk ke dunia hitam akibat kemiskinan pascarevolusi kemerdekaan Indonesia. Tak kunjung memperoleh pekerjaan, Kusni menyambung hidup keluarga bermodalkan senapan.
Perampokan yang disertai pembunuhan atas Ali Badjened, seorang warga kaya keturunan Arab, merupakan kisah Kusni yang paling sadis. Bersama rekannya, Muhammad Ali alias Bir Ali, dia menghabisi nyawa dan menguras harta Ali Badjened. 
Tidak berhenti di situ, Kusni kembali menggegerkan Jakarta. Bulan Mei 1961, dia merampok Museum Nasional Jakarta. Sebelum membawa lari sebelas permata, Kusni sempat menyandera beberapa pengunjung dan menembak mati petugas keamanan museum.
Sejak itu, Kusni beberapa kali berhasil meloloskan diri dari penyergapan polisi. Pelarian Kusni berakhir di Semarang, Jawa Tengah. Di kota itu, dia dilumpuhkan penegak hukum sebelum dijebloskan ke penjara dengan vonis hukuman mati.
Di hotel prodeo, Kusni mendapatkan pencerahan. Ia menerima sakramen dan resmi memeluk agama Katolik dengan nama baptis Ignasius. Jelang eksekusi, Kusni sempat membuat lukisan gereja yang dari batang pohon pisang. 
Sayang, pertobatan Kusni tak membuatnya memperoleh keringanan hukuman. Ia dieksekusi 16 Februari 1980.
Bandit legendaris lainnya adalah Mat Peci. Serupa dengan Kusni, pria asal Garut ini merambah dunia kriminal juga akibat kemiskinan. Bedanya, konon Mat Peci kerap beraksi dengan modal ilmu kekebalan.
Di era 1970-an, Mat Peci pernah disebut sebagai penjahat nomor satu. Masuk-keluar penjara tak membuatnya jera. Stasiun kereta api Leles di Kecamatan Kadungora, Garut, menjadi lokasi pelarian terakhir Mat Peci. Di lokasi itu, pada tahun 1978, ia diberondong peluru polisi hingga tewas.
Ketenaran Mat Peci berlanjut ke layar lebar. PT Diah Pitaloka  Film milik Tuty Suprapto menyadur kisah hidup Mat Peci. Disutradarai Willy Wilianto dan diperankan Rachmat Hidayat, judul film itu diambil dari nama Mat Peci.
Bandit legendaris terakhir adalah Slamet Gundul. Perampokan nasabah bank menjadi keahliannya. Tahun 1989, Mabes Polri memerintahkan Polda di seluruh Jawa, Nusa Tenggara dan Sumatera Selatan untuk menangkap Slamet, hidup atau mati.
Kelihaiannya kabur dari pengepungan polisi menjadi dasar perintah tersebut. Tahun 1987, Slamet 'selamat' dari penangkapan polisi di rumahnya, di kawasan Pondok Kopi, Jakarta. Ia kabur melewati tembok setinggi dua meter di belakang rumahnya.
Kisah Slamet berakhir di Surabaya. Dengan catatan 55 kali melakukan perampokan, Slamet divonis kurungan badan. Setelah kejadian itu, pria asal Malang ini mengaku kapok dan tak akan kabur lagi.
(sip/sip)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar