“…Pegunungan TENGGER…” Adalah suatu dataran tinggi di Jawa Timur yang kerap dikaitkan dengan nama suku masyarakat setempat yakni SUKU TENGGER. Asal usul suku Tengger sendiri jika dikilas balik kembali berawal pada suatu waktu di masa pemerintahan Dinasti Brawijaya di MAJAPAHIT. Alkisah maka bergembiralah hati Sang Ratu dikaruniai anak yang saat lahir tidak menangis seperti lazimnya anak baru lahir, oleh karena keistimewaannya itu, bayi tersebut diberi nama “…RORO ANTENG…” kemudian di saat yang sama pun di salah satu pertapaan, istri seorang Brahmana pun ternyata baru saja melahirkan seorang putra yang fisiknya sangat bugar dan tangisan yang sangat keras saat lahir, karenanya bayi tersebut diberi nama “…JOKO SEGER…” Ketika beranjak dewasa, keduanya saling jatuh cinta.
Sementara itu, di kerajaan Majapahit sedang terjadi kemerosotan moral para pejabat kalangan istana yang berbuah kemunduran kerajaan. Beberapa orang kepercayaan istana dan sebagian keluarganya memutuskan pergi ke wilayah timur. Dan sebagian besar hijrah ke kawasan pegunungan Bromo-Semeru, termasuk Roro Anteng dan Joko Seger. Sekian lama mereka memimpin rakyat d wilayah ini, hati mereka masih saja merasa hampa dan sedih karena belum dikaruniai seorang anak pun. Maka pergilah Joko Seger dan Roro Anteng bersemedi di puncak gunung Bromo, akhirnya harapan mereka dikabulkan..Terlihatlah suatu pertanda lidah api yang bersinar keluar dari kawah gunung. Dan hal ini menjadi pertanda yang menyatakan bahwa mereka akan hidup sejahtera, beranak-pinak hingga seluruh keturunannya memenuhi kawasan tersebut. Dalam hati mereka mengucap syukur kepada Sang Murbeng Pasti dan mengucap kaul akan mengorbankan putra bungsunya ke gunung tempat mereka bersemedi. Kemudian Roro Anteng mengandung anak pertama yang berjenis kelamin laki-laki diberi nama “…Temenggung Klewung…” Tak terasa waktu berjalan sekian lama dan Roro Anteng serta Joko Seger pun kemudian dikaruniai 25 orang anak laki-laki, yang bungsu diberi nama Raden Kusuma. Setelah mereka dikaruniai sekian banyak anak, tiba saatnya mereka harus mengorbankan si bungsu. Tetapi mereka tidak tega melakukannya terhadap sang anak yang begitu dikasihi. Singkat cerita, mereka pun tidak pernah melaksanakan kaulnya itu, justru bersama kedua puluh lima anaknya, Joko Seger dan Roro Anteng mencoba bersembunyi dengan si bungsu diletakkan di tengah di antara saudara-saudaranya. Akhirnya tanpa disangka-sangka, pada bulan KASADA, gunung tempat Roro Anteng dan Joko Seger bersembunyi mengeluarkan api yang bahkan menjilat dan menyeret Raden Kusuma ke dalam kawah. Selesai bencana tersebut, terdengarlah suara gaib yang berkata : “…Hai saudara-saudaraku yang masih hidup, hiduplah rukun dan abadi, biarlah saya Dewa Kusuma menghadap Hyang Kuasa mewakilkan saudara-saudara sekalian untuk memenuhi janji orangtua kita kepada Hyang Kuasa, ingatlah selalu tiap bulan Kesada, kenanglah dengan mengirim hasil tani kalian…” Sampai sekarang adat istiadat ini dilakukan secara turun menurun menjadi upacara yang digelar dengan nama UPACARA KASADA. Nama suku tengger sendiri merupakan gabungan kata dari Roro anTENG dan Joko seGER, leluhur suku tengger yang bermukim di wilayah Bromo-Tengger-Semeru. Seperti sifat masyarakat suku tengger, Tengger pun bermakna TENGGER ING BUDI LUHUR yang berarti TEMPAT TINGGALNYA ORANG-ORANG YANG BERBUDI LUHUR.
Oleh : D.P. Ganatri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar