Minggu, 13 November 2016

KAMPUNG KAUMAN


Pesona Perjuangan Islam

Kampung Kauman yang kecil ternyata menyimpan pesona yang besar. Mulai dari perpustakaan Mabulir yang merakyat hingga Masjid Agung seluas 13.000 m2. Pesonanya telah melahirkan sejumlah tokoh Islam terpandang di Indonesia.
Sebuah persimpangan akan dijumpai sesampai di ujung Jalan Malioboro. Orang seolah dihadapkan pada pilihan hendak ke mana kemudian. Hingga hari ini, lebih banyak orang memilih untuk berjalan terus ke kawasan Kraton tanpa sadar mereka telah melewatkan salah satu pesona yang tersimpan di kawasan itu, Kampung Kauman. Daerah yang akan dijumpai bila memilih berbelok ke kanan, melewati Jalan K.H. Ahmad Dahlan, dan masuk ke sebuah gapura yang ada di kiri jalan.
Kampung Kauman pada jaman kerajaan merupakan tempat bagi 9 ketib atau penghulu yang ditugaskan Kraton untuk membawahi urusan agama. Sejak ratusan tahun lampau, kampung ini memiliki peran besar dalam gerakan keagamaan Islam. Di masa perjuangan kemerdekaan, kampung ini menjadi tempat berdirinya gerakan Islam Muhammadyah. Saat itu, seorang muslim bernama K.H Ahmad Dahlan yang menjadi pendiri gerakan tersebut merasa prihatin karena banyak warga terjebak dalam hal-hal mistik. Di luar itu, K.H. Ahmad Dahlan juga menyempurnakan kiblat sholat 24 derajat ke arah barat laut (arah Masjid al Haram di Mekkah) serta menghilangkan kebiasaan selamatan untuk orang meninggal.

Gapura yang bagian atasnya berbentuk lengkung akan menyambut sebelum memasuki Kauman. Bentuk lengkung itu merupakan salah satu ciri bangunan Islam yang banyak mendapat pengaruh dari Timur Tengah. Di bagian atas gapura, akan ditemui gambaran berbentuk lingkaran berwarna hijau dengan matahari bersinar 12 yang berwarna kuning di dalamnya. Gambaran tersebut sampai saat ini masih dipakai Muhammadyah sebagai lambang organisasi sekaligus institusi lain yang bernaung di dalamnya.
Menyusuri gang-gang kampung Kauman harus dengan berjalan kaki. Selain ada tanda dilarang memakai kendaraan yang dipasang di dekat gapura, jalan di Kauman sengaja dirancang agar menyulitkan kendaraan masuk. Perancangan itu bermaksud agar kebisingan tidak mengganggu kesibukan para santri belajar dan sebagai wujud filsafat kesetaraan di Kauman dimana setiap orang yang masuk diwajibkan menangggalkan status sosialnya dengan berjalan kaki.
Di kanan kiri gang, anda akan melihat ragam bangunan dengan berbagai desain rancang bangunnya. Sebuah rumah berwarna kuning yang kini dipakai penghuninya membuka retail akan ditemui tak jauh dari gapura. Rumah tersebut memiliki pintu, jendela, dan ruangan besar, serta ventilasi yang berhias kaca warna menunjukkan pengaruh arsitektur Eropa. Berjalan ke ujung gang dan berbelok ke kanan, akan dijumpai rumah berwarna putih dengan kusen jendela dan pintu berwarna coklat. Daun jendela yang bagian atasnya berbentuk lengkung menunjukkan kuatnya pengaruh Timur Tengah. Tepat di depan rumah itu, terdapat rumah berwarna biru dengan desain atap mirip rumah Kalang di Kotagede.
Di ujung gang sebelum berbelok, bila cermat anda akan menemukan sebuah monumen yang dikelilingi taman kecil. di monumen itu terdapat tulisan "Syuhada bin Fisabillillah", tahun 1945 - 1948, dan daftar nama yang memuat 25 orang. Monumen itu didirikan untuk memperingati jasa warga Kauman yang meninggal ketika ikut berperang memperjuangkan kemerdekaan. Kata 'Syuhada' menunjukkan bahwa warga Kauman yang tinggal kini menganggap para pejuang tersebut mati syahid.
Selain bisa melihat nama-nama pejuang kemerdekaan yang meninggal pada masa perang, anda juga bisa menemui salah satu pejuang yang kini masih hidup. Satu diantaranya adalah H. Dauzan Farook yang tinggal tak jauh dari pintu keluar kampung Kauman. Menurut ceritanya, saat perang kemerdekaan, ia ikut bergerilya bersama Panglima Besar Jendral Sudirman. Beberapa foto bersama sang panglima besar, newsletter pada masa perang kemerdekaan, dan berita-berita dari koran saat itu hingga kini masih disimpannya.
Di rumah Dauzan, anda juga akan mengetahui bahwa sampai kini pun ia masih berjuang. Ia mendirikan sebuah perpustakaan yang dikelola mandiri bernama Perpustakaan Mabulir. Setiap hari ia berkeliling dengan sepeda untuk menawarkan buku kepada masyarakat. Semua bukunya dipinjamkan hanya dengan satu syarat, orang yang dipinjami mesti mengumpulkan setidaknya 5 orang. Menurutnya, itu merupakan suatu bentuk kepedulian pada orang lain dan ajakan agar ilmu tidak dipendam untuk diri sendiri.
Sebuah sekolah lanjutan yang telah berdiri sejak 1919 juga dapat dijumpai di kampung ini. Awal berdirinya, sekolah itu bernama Hooge School Muhammadyah dan kemudian diganti menjadi Kweek School pada tahun 1923. sekolah yang juga didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan itu pada tahun 1930 dipecah menjadi dua, untuk laki-laki dan perempuan. Sekolah untuk laki-laki dinamai Mualimin dan untuk Perempuan dinamai Mualimat. Selanjutnya, istri Ahmad Dahlan juga mendirikan Yayasan Aisyah untuk kaum perempuan.
Bangunan paling dikenal yang termasuk dalam kompleks Kampung Kauman adalah Masjid Agung. Masjid yang menjadi masjid pusat di wilayah Kesultanan itu didirikan sejak 16 tahun setelah berdirinya Kraton Yogyakarta. Arsitektur masjid yang sepenuhnya bercorak Jawa dirancang oleh Tumenggung Wiryakusuma. Bangunan masjid terdiri atas inti, serambi, dan halaman yang keseluruhannya seluas 13.000 meter2. Bangunan serambi dibedakan dari bangunan inti. Tiang-tiang penyangga masjid misalnya, pada bangunan inti berbentuk bulat polos sebanyak 36 sedangkan pada bagian serambi tiangnya memiliki umpak batu bermotif awan sebanyak 24 buah.
Kalau sudah menjelajahi semuanya, anda akan mengakui kehebatan warga kampung kecil ini dan mempercayai bahwa Islam telah membawa perbaikan. Buktinya, sejumlah tokoh Islam Indonesia seperti Abdurrahman Wahid dan Amien Rais pernah belajar di kampung ini. Namun, jika belum puas berkelana, masih ada satu tempat lagi yang bisa dijajaki, yaitu Langgar Ahmad Dahlan. Dahulu, bangunan itu digunakan K.H. Ahmad Dahlan untuk mengadakan acara Sidratul Muntaha, sebuah pelajaran mengaji dan berdakwah. Langgar lain yang cukup legendaris adalah Langgar Putri Ar Rosyad yang merupakan langgar putri pertama di Indonesia. Bagaimana, cukup memuaskan? Jika sudah puas, barulah anda menuju ke kompleks Kraton lewat pintu keluar kampung.
Naskah & Photo: Yunanto Wiji Utomo
Artistik: Sutrisno
Copyright © 2006 YogYES.COM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar