Senin, 28 Juli 2014

Legenda Sengkon-Karta



Apa yang menimpa Sengkon dan Karta adalah salah satu sejarah kelam dunia peradilan kita. Sengkon dan Karta sering ditulis oleh para pengamat kita ketika berbicara mengenai penegakan hukum di Indonesia,
Saya menemukan tulisan mengenai Sengkon dan Karta ketika. Membolak-balik tumpukan majalah tempo terbitan puluhan tahun lalu.
Maksud saya menulis mengenai Sengkon dan Karta tidak bermaksud membuka luka lama peradilan kita, tapi bertujuan mengingatkan agar kasus yang terjadi pada bulan Oktober 1977 tak terulang lagi di republik ini.
Sengkon dan Karta adalah petani berasal dari Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat.
Mereka menerima vonis pengadilan negeri Bekasi dengan hukuman 12 tahun (Sengkon) dan 7 tahun (Karta) atas dakwaan pembunuhan dan perampokan. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Putusan itu berkekuatan hukum tetap, sebab Sengkon dan Karta tidak kasasi.
Sengkon dan Karta menjadi penghuni LP Cipinang dan dalam penjara itu mulai terkuak masalah sebenarnya. Seorang penghuni LP bernama Gunel mengaku sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan yang dituduhkan kepada Sengkon dan Karta. Gunel diadili, terbukti dan ia dihukum sepuluh tahun penjara,
Kasus Sengkon dan Karta menggemparkan tanah air kala itu. Albert Hasibuan seorang anggota DPR dan pengacara tersentuh hatinya dan mengusahakan pembebasan Sengkon dan Karta
Sengkon dan Karta mengalami penderitaan luar biasa. Menurut pengakuan, mereka dipukuli aparat. Dan lebih tersiksa lagi sebab Sengkon terserang penyakit TBC di penjara Cipinang.
Sengkon ketika diwawancarai wartawan, mengatakan : bahwa dia hanya berdoa agar cepat mati, karena penyakit TBC terus merongrongnya dan tidak ada biaya untuk meneruskan hidup. Sudah habis terkuras menghadapi kasusnya yang panjang.
Keluarga Karta dengan seorang isteri dan 12 orang anak kocar kacir. Semua sawah dan tanah mereka sudah dijual habis untuk biaya hidup dan membiayai perkara.
Lebih tragis lagi, Karta mengalami musibah tewas tertabrak truck tidak lama setelah dibebaskan dari penjara..
Tapi, ada hikmah yang besar dengan kasus Sengkon dan Karta, sebab Mahkamah Agung menghidupkan lembaga Peninjauan Kembali (peninjauan kembali atau PK sebelum peristiwa Sengkon dan Karta tidak dikenal dalam system hukum di Indonesia)terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan tetap (berziening), Januari 1981 ketua MA Oemar Seno Adji memerintahkan kedua orang itu dibebaskan.
Sengkon dan Karta melalui pengacarnya melakukan gugatan terhadap PN Bekasi menuntut ganti rugi Rp 100 juta, tapi ditolak. Demikian pun di PT, tuntutannya ditolak. Kasasi ke MA , tapi terlambat. MA tidak memeriksa berkas gugatan dengan alasan terlambat menyampaikan. Menurut hukum acara pidana, seharusnya berkas sudah diterima 25 Oktober 1983, tapi berkas baru masuk tanggal 26 Oktober 1983.
Menurut pengacara, keterlambatan disebabkan anak almarhum Karta mengurus surat keterangan miskin yang perlu dilampirkan untuk meminta biaya pembebasan biaya perkara. (iskandi/http://umum.kompasiana.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar