Senin, 28 Juli 2014

MISTERI WONG KALANG



Sejak SD saya mendengar cerita tentang wong Kalang yang katanya mempunyai ekor. Ada seorang pengusaha transportasi bus (waktu itu) di Yogyakarta yang katanya keturunan Wong Kalang. Beberapa kali diajak ayah ke rumahnya, saya selalu memperhatikan bagian belakang celananya. Saat kuliah, saya sengaja mencari keturunan Wong Kalang  untuk membuktikannya. Ternyata cerita itu isapan jempol belaka. 
Bagi yang pernah jalan-jalan di Kotagede (khususnya di kawasan Tegalgendu dan Mondorakan) akan menjumpai banyak rumah kuno yang besar dan megah, bahkan mirip bangunan kraton. Itulah Rumah Kalang, tempat tinggal Wong Kalang (dulu, kini banyak yang kosong). Orang Kalang memang kaya, pebisnis yang handal dan ahli dalam seni membangun rumah. Merekalah yang dipakai oleh Sultan untuk membangun keraton.
Di Jawa, orang Kalang tersebar hampir di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Komunitas Kalang ditemukan mulai dari Cilacap, Adipala, Gombong, Ambal Karanganyar, Petanahan, Solo, Tulungagung, hingga Malang. Di utara Jawa, tercatat di kota-kota seperti Tegal, Pekalongan, Kendal, Kaliwungu, Semarang, Demak, Pati, Cepu, Bojonegoro, Surabaya, Bangil, hingga Pasuruan terdapat komunitas Kalang.
Sebutan Wong Kalang muncul karena pada jaman Sultan Agung mereka dikalangi (tempat tinggal mereka dipagari) sehingga terpisah dengan masyarakat lain. Ada pendapat yang menyatakan bahwa tujuan dari pengalangan tersebut adalah karena mereka dijadikan hamba-hamba raja yang memiliki tugas khususKemahiran mereka dalam membuat benda-benda dari kayu (mungkin ini ada kaitannya dengan asal mereka, Bali), menyebabkan orang Kalang diserahi tugas mendirikan bangunan-bangunan istana. Mereka membuat istana dan bahkan masjid untuk raja. Pendapat lain menyebutkan bahwa mereka sengaja dikucilkan oleh masyarakat, dianggap golongan rendah karena mengerjakan pekerjaan2 kasar. Ada yang menyebutkan bahwa pengucilan ini justru karena rasa iri atas keberhasilan orang2 Kalang di bidang materi. Dahulu orang2 Kalang menerapkan endogami, kawin diantara sesame mereka. Mungkin dari sinilah muncul cerita soal ekor tadi. Intinya bahwa Wong Kalang bukan orang Jawa normal seperti masyarakat pada umumnya.
Ada satu ritual menarik dari kelompok ini yaitu Kalang Obong, sebuah upacara pembakaran pakaian dari orang yang meninggal. Dulu upacara ini selalu dilaksanakan hingga berhenti di tahun 1955 dengan alas an yang belum diketahui hingga kini. Tahun 1990 ada yang berusaha menghidupkan kembali tradisi ini dengan menyelenggarakan Kalang obong di Adipala, Cilacap. Usaha tersebut tidak ada kelanjutannya hingga kini. (http://misterikaumpinggiran.blogspot.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar