Soal penjara bawah tanah dan sisa kekejaman dari sejarah tempo dulu, tak hanya milik luar negeri. Di Semarang Jawa Tengah juga ada gedung angker sisa pembantaian zaman dahulu.
Gedung yang sudah populer dengan wisata angkernya bernama Gedung Lawang Sewu. Gedung tua ini masih lestari hingga saat ini dan bisa Anda kunjungi untuk napak tilas. Dulu, gedung ini adalah kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907.
Gedung ini tepatnya terletak di bundaran Tugu Muda kota Semarang yang dahulu disebut sebagai Wilhelmina Plein, atau tugu persegi untuk mengenang ratu Belanda zaman dulu.
Wilhelmina atau Wilhelmina Helena Pauline Maria (31 Agustus 1880-28 November 1962) adalah Ratu Kerajaan Belanda 1890-1948. Dia memerintah Belanda selama lima puluh delapan tahun, lebih lama daripada raja Belanda lainnya. Di masa Wilhelmina ini terjadi Perang Dunia I dan Perang Dunia II, krisis ekonomi 1933, dan penurunan Belanda sebagai kerajaan kolonial besar. Di luar Belanda ia terutama dikenang untuk perannya dalam Perang Dunia II, di mana dia terbukti menjadi inspirasi besar bagi perlawanan Belanda.
Sekarang Wilhelminaplein di Belanda sendiri dikenang menjadi nama stasiun kereta bawah tanah istimewa dan megah di Rotterdam yang terletak di sebelah selatan sungai Maas, Belanda.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (artinya Seribu Pintu). Ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Meski kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Memang bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, yang sangat mungkin bagi masyarakat setempat memahamidan menganggapnya layaknya pintu.
Pada masa penjajahan Jepang, ruangan bawah tanah gedung ini dirubah menjadi Penjara bawah tanah atau dikenal sebagai Penjara Jongkok. Itu dikarenakan penjara tersebut istimewa dan memiliki luas ruangan yang sempit dengan atap yang rendah. Jadi orang yang dipenjara haruslah jongkok supaya nyaman.
Dari sinilah atau lebih tepatnya pada masa penjajahan Jepang inilah suasana seram dan kengerian Lawang Sewu ini dibentuk. Penjara bawah tanah Lawang Sewu ini sering dijadikan sebagai tempat eksekusi para pemuda Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap Jepang dan jasad-jasad mereka dibuang ke kali yang terletak tak jauh dari sebelah gedung ini. Jadi gedung lawang sewu ini tak hanya memiliki sejarah panjang sejak Belanda, namun juga menjadi saksi bisu perlawanan bangsa Indonesia ketika penjajahan Jepang mulai bercokol di negeri ini.
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah.
Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap conservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero
Salah seorang pengunjung pernah berkisah melalui blognya. Ia sempat berkunjung ke Lawang Sewu dan melihat ruang pembantaian itu. Ruangan yang digunakan oleh penjajah Jepang untuk membunuh para tawanan-tawanan dari Indonesia. Tempatnya cukup membuat merinding. Dulu sewaktu kunjungan dia yang pertama, tidak semua orang bisa masuk ke ruang pembantaian ini. Biasanya si pemandu akan meminta ijin apakah kita diperbolehkan masuk atau tidak. Tapi untuk kali itu semua orang bebas keluar masuk ruang pembantaian, tentu saja dengan ditemani oleh pemandu.
Saat sudah bergeser ke arah lain, kami melalui Jembatan, dan di sini ia dipersilahkan kalau mau mengambil gambar melalui kamera yang dibawa. Ia tak menyia-nyiakan untuk mengambil gambar kenangan bersama teman-teman. Tapi ada kejadian aneh, beberapa kali ia menekan shuter pada kamera, pada layar LCD kamera terlihat seperti ada air yang mengalir yang menghalangi kamera. Dan saat dilanjutkan hasilnya gambar tidak fokus. Kejadian ini tak hanya sekali, namun berkali-kali termasuk saat dirinya meminta tolong pada si pemandu untuk mengambil gambar kami semua.
Berkali-kali juga pemandu menekan shuter kamera, hasilnya sama saja dengan sebelumnya, gagal dan tidak fokus! Karena merasa ada hal yang aneh, si pemandu akhirnya segera mengajak kami untuk pergi dari tempat itu. Meninggalkan sebuah kesan dan tanda tanya. Seseram itukah gedung itu? Anda ingin membuktikan sekaligus wisata sejarah dan menelusuri keangkeran gedung yang sekarang sudah mengalami beberapa renovasi ini? (http://tekatekimisteridunia.blogspot.com/)
Gedung yang sudah populer dengan wisata angkernya bernama Gedung Lawang Sewu. Gedung tua ini masih lestari hingga saat ini dan bisa Anda kunjungi untuk napak tilas. Dulu, gedung ini adalah kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907.
Gedung ini tepatnya terletak di bundaran Tugu Muda kota Semarang yang dahulu disebut sebagai Wilhelmina Plein, atau tugu persegi untuk mengenang ratu Belanda zaman dulu.
Wilhelmina atau Wilhelmina Helena Pauline Maria (31 Agustus 1880-28 November 1962) adalah Ratu Kerajaan Belanda 1890-1948. Dia memerintah Belanda selama lima puluh delapan tahun, lebih lama daripada raja Belanda lainnya. Di masa Wilhelmina ini terjadi Perang Dunia I dan Perang Dunia II, krisis ekonomi 1933, dan penurunan Belanda sebagai kerajaan kolonial besar. Di luar Belanda ia terutama dikenang untuk perannya dalam Perang Dunia II, di mana dia terbukti menjadi inspirasi besar bagi perlawanan Belanda.
Sekarang Wilhelminaplein di Belanda sendiri dikenang menjadi nama stasiun kereta bawah tanah istimewa dan megah di Rotterdam yang terletak di sebelah selatan sungai Maas, Belanda.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (artinya Seribu Pintu). Ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Meski kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Memang bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, yang sangat mungkin bagi masyarakat setempat memahamidan menganggapnya layaknya pintu.
Pada masa penjajahan Jepang, ruangan bawah tanah gedung ini dirubah menjadi Penjara bawah tanah atau dikenal sebagai Penjara Jongkok. Itu dikarenakan penjara tersebut istimewa dan memiliki luas ruangan yang sempit dengan atap yang rendah. Jadi orang yang dipenjara haruslah jongkok supaya nyaman.
Dari sinilah atau lebih tepatnya pada masa penjajahan Jepang inilah suasana seram dan kengerian Lawang Sewu ini dibentuk. Penjara bawah tanah Lawang Sewu ini sering dijadikan sebagai tempat eksekusi para pemuda Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap Jepang dan jasad-jasad mereka dibuang ke kali yang terletak tak jauh dari sebelah gedung ini. Jadi gedung lawang sewu ini tak hanya memiliki sejarah panjang sejak Belanda, namun juga menjadi saksi bisu perlawanan bangsa Indonesia ketika penjajahan Jepang mulai bercokol di negeri ini.
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah.
Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap conservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero
Salah seorang pengunjung pernah berkisah melalui blognya. Ia sempat berkunjung ke Lawang Sewu dan melihat ruang pembantaian itu. Ruangan yang digunakan oleh penjajah Jepang untuk membunuh para tawanan-tawanan dari Indonesia. Tempatnya cukup membuat merinding. Dulu sewaktu kunjungan dia yang pertama, tidak semua orang bisa masuk ke ruang pembantaian ini. Biasanya si pemandu akan meminta ijin apakah kita diperbolehkan masuk atau tidak. Tapi untuk kali itu semua orang bebas keluar masuk ruang pembantaian, tentu saja dengan ditemani oleh pemandu.
Saat sudah bergeser ke arah lain, kami melalui Jembatan, dan di sini ia dipersilahkan kalau mau mengambil gambar melalui kamera yang dibawa. Ia tak menyia-nyiakan untuk mengambil gambar kenangan bersama teman-teman. Tapi ada kejadian aneh, beberapa kali ia menekan shuter pada kamera, pada layar LCD kamera terlihat seperti ada air yang mengalir yang menghalangi kamera. Dan saat dilanjutkan hasilnya gambar tidak fokus. Kejadian ini tak hanya sekali, namun berkali-kali termasuk saat dirinya meminta tolong pada si pemandu untuk mengambil gambar kami semua.
Berkali-kali juga pemandu menekan shuter kamera, hasilnya sama saja dengan sebelumnya, gagal dan tidak fokus! Karena merasa ada hal yang aneh, si pemandu akhirnya segera mengajak kami untuk pergi dari tempat itu. Meninggalkan sebuah kesan dan tanda tanya. Seseram itukah gedung itu? Anda ingin membuktikan sekaligus wisata sejarah dan menelusuri keangkeran gedung yang sekarang sudah mengalami beberapa renovasi ini? (http://tekatekimisteridunia.blogspot.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar