Ini adalah kali kedua saya berkunjung ke Gedung Perundingan Linggarjati di Kuningan. Kunjungan pertama ke Gedung Perundingan Linggarjati ini terjadi lebih dari sepuluh tahun lalu bersama beberapa teman bermain tenis.Bedanya adalah pintu masuk yang sekarang ke Gedung Perundingan Linggarjati Kuningan berada di bagian samping gedung, di dekat area parkir kendaraan bermotor dan warung penjaja makanan serta suvenir.
Area Gedung Perundingan Linggarjati ini, meskipun berada pada ketinggian 400 meter dari permukaan laut, terasa lebih panas dibandingkan waktu pertama kali saya datang ke tempat itu. Pohon-pohon yang masih cukup rimbun di sekitar Gedung Perundingan Linggarjati hanya sedikit menolong untuk tidak terpapar langsung oleh sinar matahari ketika berjalan di sekeliling area Gedung Perundingan Linggarjati.
Jl. Linggarjati yang menuju Gedung Perjanjian Linggarjati Kuningan, pada GPS -6.88133, 108.49502 di Jalan Cilimus – Kuningan. Jarak dari belokan ini ke Linggarjati adalah sekitar 2,6 km.
Pintu masuk ke dalam area Gedung Perundingan Linggarjati, sedangkan pintu masuk ke dalam ruangan Gedung Perundingan Linggarjati berada di samping sebelah kiri. Pintu depan tampaknya tidak dibuka pada hari-hari biasa. Kami ditemani oleh seorang petugas pemandu bernama Didi Mashudi, yang sudah bekerja di Gedung Perundingan Linggarjati ini selama 20 tahun. Untuk melayani pengunjung, di Gedung Perundingan Linggarjati menyediakan 10 orang pemandu yang bertugas secara bergilir.
Gedung Perundingan Linggarjati ini pada awalnya adalah sebuah gubuk milik Ibu Jasitem, seorang janda cantik. Ia diperistri oleh Tersana, seorang keturunan Belanda, pada 1921 dan rumah itu lalu dipugar menjadi rumah semi permanen oleh Tersana. Pada 1930 bangunan ini dibeli oleh keluarga Johanes Van Ost Dome yang merombaknya sehingga bangunannya berbentuk seperti sekarang ini. Pada tahun 1935 -1946 bangunan ini dikontrak Heiker dan dijadikan Hotel yang bernama Rus “Toord”, yang berganti nama menjadi Hotel Hokay Ryokan semasa pendudukan Jepang, dan berganti menjadi Hotel Merdeka setelah Proklamasi Kemerdekaan RI.
Sebuah diorama yang menggambarkan posisi duduk para peserta Perundingan Linggarjati, baik yang mewakili pemerintah kolonial Belanda, maupun mewakili pemerintah Republik Indonesia. Delegasi Indonesia, dari kanan ke kiri, adalah Sutan Sjahrir, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Dr.A.K.Gani dan Mr. Muhammad Roem. Sedangkan wakil pemerintah kolonial Belanda adalah Prof.Ir. Schermerhorn, Mr. Van Poll, Dr. F.DeBoer, dan Dr. Van Mook
Kursi di sekitar meja bundar di Gedung Perundingan Linggarjati ini adalah tempat duduk para notulen selama perundingan berlangsung, yaitu Dr. J.Leimena, Dr. Soedarsono, Mr. Amir Sjarifuddin, dan Mr. Ali Budiardjo. Meja dan tempat duduk di latar belakang adalah tempat dilakukannya Perundingan Linggarjati sesuai dengan lokasi dan keadaan aslinya.
Di sebelah kanan adalah kursi di Gedung Perundingan Linggarjati yang diduduki oleh delegasi yang mewakili Republik Indonesia, dengan penanda nama sesuai dengan posisi sewaktu Perundingan Linggarjati berlangsung. Pada dinding adalah koleksi foto semasa revolusi perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Di seberangnya adalah susunan kursi sesuai ukuran dan posisi aslinya yang diduduki oleh anggota delegasi pemerintah kolonial Belanda.
Kursi kepala diduduki oleh Lord Killearn (Utusan Khusus Kerajaan Inggris untuk wilayah Asia Tenggara, berkedudukan di Singapura) yang bertindak sebagai mediator dalam Perundingan Linggarjati, mewakili Pemerintah Inggris.
Koleksi meja kursi Gedung Perundingan Linggarjati, yang merupakan tempat dimana pernah terjadi pertemuan antara Ir. Soekarno dan Lord Killearn dalam Gedung Perundingan Linggarjati ini.
Sebuah ruang tidur di dalam Gedung Perundingan Linggarjati dimana Lord Killearn bermalam sewaktu Perundingan Linggarjati berlangsung.
Di dalam Gedung Perundingan Linggarjati juga terdapat kamar-kamar tidur dimana anggota delegasi Belanda (Schermerhorn, Ivo Samkalden, P.Sanders) menginap selama perundingan, yang berlangsung pada 10-13 November 1946. Letnan Gubernur Jenderal van Mook dan delegasi Belanda lainnya menginap di Kapal Perang Banckert. Sementara delegasi Indonesia menginap di rumah Sjahrir di Linggasana, sekitar 25 menit dengan berjalan kaki dari Gedung Perundingan Linggarjati.
Halaman depan Gedung Perundingan Linggarjati yang meskipun tampak asri namun hawa di sini terasa agak panas karena ketiadaan pohon besar. Pepohonan yang agak rindang hanya ada di sisi sebelah kiri dan sedikit di sebelah kanan Gedung Perundingan Linggarjati ini. Gedung Perundingan Linggarjati ini luasnya sekitar 800 m², yang dibangun di atas tanah seluas 2,4 ha.
Gedung Perundingan Linggarjati dilihat dari halaman bawah kompleks, dimana seingat saya halaman ini pernah digunakan sebagai tempat parkir kendaraan. Di latar belakang adalah Gunung Ceremai yang terlihat sangat dekat dengan Gedung Perundingan Linggarjati.
Gedung Perundingan Linggarjati ini sudah cukup tua, namun pepohonan di sini tampaknya masih belum terlalu lama ditanamnya.
Monumen di halaman bawah Gedung Perundingan Linggarjati dengan mural yang menggambarkan ketua delegasi kedua belah pihak saling berjabat tangan, disaksikan oleh Lord Killearn sebagai mediator.
Di bawahnya adalah pokok Naskah Linggarjati, yang berisi 17 pasal, yang intinya adalah:
(1). Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1948; (2). Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia; (3). Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
(1). Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1948; (2). Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia; (3). Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
Naskah Linggarjati ini kemudian dibawa ke Jakarta, diparaf pada 15 November 1946 di kediaman Syahrir dan diratifikasi oleh kedua negara pada 25 Maret 1947 di Istana Negara.
Pada aksi Militer Belanda ke-2 tahun 1948-1950, gedung ini diduduki dan dijadikan markas oleh tentara Belanda. Pada tahun 1950 – 1975 tempat ini sempat digunakan sebagai gedung Sekolah Dasar Negeri Linggajati. Tahun 1975 Pertamina membangun gedung sekolah dasar di sebelah Gedung Perundingan Linggarjati, dan pada tahun 1976 Gedung Perundingan Linggarjati ini diserahkan Kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gedung Perundingan Linggarjati diresmikan pada 8 Januari 1976 oleh Menteri P&K, setelah gedung SD Negeri di sebelah Gedung Perundingan Linggarjati itu selesai dibuat. (http://www.thearoengbinangproject.com/)
Gedung Perundingan Linggarjati
Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus,
Kabupaten Kuningan.
GPS: -6.881394,108.474798
Kabupaten Kuningan.
GPS: -6.881394,108.474798
Buka Senin -Jumat: 07.00 – 15.00; Sabtu – Minggu: 08.00 – 17.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar