Rabu, 08 Oktober 2014

LEGENDA BATU, BABI DAN ANJING


Zaman dahulu kala di bantaran (tepi) danau Sembuluh hiduplah seorang pemburu dengan seekor anjing
kesayangannya, yang dengan setia menemaninya pergi ke mana saja. Di suatu pagi hari yang dingin berembun
sementara si pemburu masih enggan beranjak meninggalkan peraduannya, anjingnya malah sudah bangun
menanti tuannya. Karena sudah bosan menunggu, si anjing lalu berjalan-jalan mengitari kampung sembari
menengok ke kiri dan ke kanan, mencari sesuatu yang dapat dimakan.
Setelah berputar-putar sepembawa kakinya berlari sampailah ia ke tepi rimba. Tidak sengaja, si anjing melihat
seekor babi hutan yang tampaknya juga sendirian. Karena perutnya terasa sangat lapar, sementara babi hutan itu yang masih muda dan gemuk berada di depan mata, muncullah keinginan untuk memangsanya. Tanpa ada aba-aba si anjing mengendap-endap mendekati dengan tujuan langsung menerkam. Namun belum lagi si
anjing cukup dekat, babi hutan itu keburu mengetahui keberadaannya.
Babi hutan itu berlari menghindar masuk ke dalam hutan dan anjing si pemburu pun mengejarnya. Mereka berkejar-kejaran semakin jauh, hingga akhirnya sampai ke pinggir sebuah danau. Karena merasa dirinya
sudah terjepit dan tidak ada ruang untuk berlari lagi maka babi hutan itu pun muncul keberaniannya. Ia berbalik dan dengan nekad menghadapi si anjing. Selanjutnya suatu kejadian yang aneh dan mengenaskan menimpa kedua hewan tersebut.
Sementara itu hari semakin siang, penduduk kampung kebanyakan sudah bersiap-siap untuk melaksanakan aktivitas rutinnya. Tidak ketinggalan si pemburu lalu menyiapkan sarapan dan perlengkapannya berburu. Setelah ia sendiri selesai makan, si pemburu tidaklah lupa pada anjing kesayangannya. Ia lalu mengantarkan makanan ke tempat di mana biasanya anjingnya dengan sabar menunggu.
Tapi kali ini anjingnya itu tidak terlihat, maka seperti biasa ia lalu memukul-mukul tempat anjingnya itu makan.
Tidak seperti yang sudah-sudah karena bunyi pukulan itu khas, cukup dua tiga kali pukulan pastilah
anjingnya datang, walau pun saat itu ia sedang bermain dan berada cukup jauh.
Si pemburu menjadi heran dan penasaran karena telah dipanggil berkali-kali dengan bunyi pukulan itu
anjingnya tidak juga datang. Maka ia pun berniat untuk mencari anjingnya itu.
Sambil bertanya ke sana ke mari dengan tetangganya sekampung itu serta siapa saja yang bertemu
dengannya, kalau-kalau ada melihat anjingnya, namun semuanya menjawab tidak melihatnya. Semakin
gelisahlah si pemburu, tetapi ia tetap memukul tempat makan anjingnya itu sambil terus berjalan memasuki hutan.
Suara pukulan tempat makan (piring) yang dilakukan si pemburu tanpa henti terdengar oleh seorang tukang
kayu yang sedang membuat rumah di pinggir hutan. Sesungguhnya tukang kayu itu adalah jin penunggu hutan
tersebut. Karena kasihan pada si pemburu, ia lalu turun dari atas atap rumah yang sedang dikerjakannya
lalu merobah dirinya menjadi anjing yang sangat mirip dengan anjing si pemburu.
Ketika si pemburu mendekati rumah tersebut dengan maksud ingin menanyakan perihal anjingnya pada
pemilik rumah, ternyata anjingnya malah ada di situ. Ia pun memanggil anjingnya yang segera datang
mendekat. Betapa senang hati si pemburu, ia memeluk anjingnya serta mengajaknya pulang.
Anjing jelmaan jin itu berlaku seperti anjing si pemburu yang hilang itu.
Kemana pun si pemburu pergi ia dengan setia menemani tuannya, hingga si pemburu tidak
menyadarinya. Namun yang membuat si pemburu sedikit kesal adalah kelakuan anjingnya itu yang kini
berubah yakni suka menggonggong tanpa sebab. Ini sangat merugikan jika berburu, karena menyebabkan
binatang buruan menjauh pergi.
Suatu ketika si pemburu bekerja membuat perahu, bahannya dari kayu ulin (nama Latin : Eusideroxylon
zwageri sp.). Untuk pemukul baji digunakannya palu besar yang juga terbuat dari kayu ulin. Sementara ia
bekerja, anjingnya yang setia menemani selalu menggonggong. Hal ini membuatnya kesal. Puncak dari
kekesalan itu adalah dengan tanpa sadar ia bangkit mendekati anjingnya kemudian memukulnya dengan palu
besar tadi di kepalanya hingga tewas.
Setelah melihat anjingnya berkelojotan dengan kepala pecah dan darah anjing itu muncrat di badannya, barulah si pemburu sadar dan menyesali perbuatannya. Ia lalu mengambil sebilah kampak untuk membelah palu besarnya.
Ketika palu terbelah dua, sejenak ia terpana matanya terbeliak. Sebuah benda yang memancar berkilauan
menggulir keluar. Si pemburu mengambilnya dan mengamati, ternyata benda sebesar telur ayam itu
adalah sebutir intan. Untuk beberapa saat ada kira-kira sepenanak nasi lamanya si pemburu merenung, apa
gerangan hikmah dan arti dari kejadian demi kejadian yang dialaminya. Kemudian ia beranjak
pulang.
Senja berganti dengan malam, dalam kegelisahan akhirnya si pemburu tertidur juga karena kelelahan. Di
kelelapan tidurnya si pemburu masuk ke alam mimpi dan bertemu dengan seorang tua yang berkata : “Akulah jin yang telah menjelma menjadi anjingmu selama ini. Tugasku semula adalah menjaga intan yang berada
dalam palu kayu ulinmu itu. Sekarang silahkanlah kau manfaatkan intan itu asal digunakan untuk kebajikan.
Adapun anjingmu yang berani sebenarnya telah mati karena ingin membunuh seekor babi yang masih
dalam masa pertapaannya, akibatnya keduanya disambar petir dan sama-sama berubah menjadi batu di tepi
danau Sembuluh ini”. Keesokan harinya si pemburu segera bangun untuk mengurus bangkai anjingnya itu. Singkat kata dikuburkannya anjing itu layaknya seorang manusia kemudian diadakanlah pesta tiwah (penyempurnaan penguburan) nya serta dibuatkan sebuah sandung sebagai tempat tulang-belulangnya.
Namun muncul masalah baru, harus ada nama yang meninggal tertera di sandung tersebut. Maka bingunglah kembali si pemburu jadinya.
Lama ia berfikir, merenung dan sambil bersemedi meminta petunjuk apa nama yang cocok diberikan/
dipahatkan pada sandung yang dibangunnya itu. Akhirnya teringatlah si pemburu atas kejadian beberapa
waktu yang silam, serta bagaimana sampai ia bisa menjadi kaya raya seperti sekarang ini. Maka
diberinyalah nama pada sandung tersebut Bagalah yaitu nama seorang saudagar kaya dari daerah sungai
Kahayan yang sangat terkenal, yang dalam mimpinya telah memberinya ilham untuk berdagang serta menjadi
seorang hartawan.
Hari berganti hari dan akhirnya si pemburu membina rumah tangganya. Pada suatu hari datanglah seorang
saudagar kaya dari Kahayan (kebetulan Bagalah sendiri) dan singgah di desa tepi danau Sembuluh ini serta ingin bertemu dengan si pemburu yang juga terkenal kaya.
Mampirlah ia ke rumah si pemburu dan setibanya di sana ia terperanjat. Ia melihat sebuah sandung di depan
rumah si pemburu yang namanya persis sama dengan namanya sendiri, dan yang lebih membi-ngungkannya
lagi ada suara gonggongan anjing dari dalam sandung itu.
Saudagar itu segera berlalu melewati sandung dan bergegas naik ke rumah si pemburu yang menyambutnya dengan penuh keramah-tamahan.
Keduanya saling berkenalan, berceritera mengenai pengalaman hidup masing-masing dan akhirnya berniat untuk menjalin usaha perdagangan yang bakal menguntungkan kedua belah pihak.
Tidak lupa Bagalah (saudagar dari Kahayan itu) bertanya tentang keberadaan sandung di depan rumah
si pemburu yang sama dengan namanya serta suara anjing yang menggonggong dari dalamnya.
Berkisahlah si pemburu sebab musababnya hingga Bagalah dapat memakluminya.
Waktu berlalu dengan pesat sebagaimana usaha dagang si pemburu yang semakin berkembang.
Temannya saudagar kaya dari Kahayan mengirimkan damar, rotan dan getah; sedangkan si pemburu
menyalurkan ikan kering, garam, gula dan bahan makanan. Namun setiap Bagalah datang berkunjung ke si
pemburu, ia merasa risih dan jengkel karena ketika melewati sandung di depan rumah si pemburu selalu
digonggong suara anjing dari dalamnya. Suatu ketika rasa kejengkelannya sudah memuncak. Sambil
menyumpah-nyumpah ia mencabut tiang sandung itu lalu melemparkannya ke udara. Akhirnya tiang
sandung itu jatuh dekat batu babi dan batu anjing sebelumnya, terbenam dalam air di tepi danau Sembuluh.
Konon penduduk sekitar desa Sembuluh itu jika menjala di sekitar tempat itu memperoleh serpihan kayu
ulin tiang sandung itu, mereka sangat gembira. Mereka percaya benda itu (serpihan kayu tiang sandung) dapat
dijadikan azimat untuk berusaha.
Sampai sekarang keturunan si pemburu masih ada, ciri-cirinya adalah mereka memiliki ruas tulang punggung yang agak panjang, hingga seperti memiliki ekor. Desa Sembuluh terletak dalam kecamatan Danau Sembuluh kabupaten Seruyan. (www.facebook.com/HumorBahasaDayak/posts/351102858261417)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar