Kamis, 16 Oktober 2014

Monumen Pers Nasional Surakarta, Tonggak Sejarah Pers Nasional

Tanggal 25 – 28 Februari 2010 lalu, aku pulang Solo menghabiskan liburan panjang akhir pekan yang bertepatan dengan adanya libur hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Selama empat hari, aku lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk menguras rasa kangen yang cukup tak tertahankan (:D lebay) terhadap my hometown, Solo. Maklum, belum berkeluarga. Sambil jalan-jalan bawa kamera Casio Exilim Ex-Z75, kupotret beberapa hal yang menarik perhatianku. Salah satunya adalah Monumen Pers.

Monumen Pers Nasional (tampak depan)
Monumen Pers Nasional (tampak depan)
Monumen Pers Nasional berlokasi di Jl. Gajah Mada yang sebelumnya merupakan gedung yang dulunya bernama Gedung Sasono Suko Societet milik Kraton Mangkunegaran. Monumen Pers didirikan untuk memperingati Hari Jadi Pers saat diadakan pertemuan para wartawan seluruh Indonesia (PWI) pada tanggal 9 Februari 1946. Peresmian gedung monumen ini baru dilakukan oleh Presiden RI saat itu, Soeharto, pada tanggal 9 Februari 1978 sebagai peringatan perjuangan pers di Indonesia, meskipun sebenarnya di zaman Soeharto pers justru dikebiri. Melalui SK Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 151/M.PAN tanggal 6 Juni 2002, Monumen Pers Nasional dijadikan sebagai UPT Lembaga Informasi Nasional.
Di dalam komplek Monumen Pers sepengetahuanku ada sebuah museum tentang pers. Naskah-naskah dan dokumen kuno yang merupakan bukti-bukti perjalanan sejarah Pers Nasional dan perjuangan bangsa Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, kemerdekaan hingga jaman pemerintahan saat ini, konon, bisa disaksikan di gedung monumen pers. Oleh karena itu, Monumen Pers Nasional merupakan tempat yang tepat untuk wisata pendidikan dan melihat perkembangan politik Indonesia melalui kacamata pers.
Contoh Koran dari Berbagai Daerah (source:museumronggowarsito)
Menurut penjelasan dari laman Rongowarsito, di dalam kompleks Monumen Pers Nasional terdapat ruang perpustakaan, museum pers, ruang dokumentasi dan konservasi, serta ruang serbaguna. Waktu aku masih SMA, seingatku juga terdapat ruangan yang dipakai atau disewa oleh sebuah bimbel terkenal asal Yogyakarta di salah satu sudut komplek gedung ini. Kalau sekarang, aku ndak tahu.
Vitrin berisi edisi tertua majalah-majalah yang pernah terbit di Indonesia
Vitrin berisi edisi tertua majalah-majalah yang pernah terbit di Indonesia
Masih dari uraian penjelasan di laman Rongowarsito, Perpustakaan Monumen Pers Nasional memiliki lebih dari 13.000 pustaka. Terbuka untuk umum setiap hari kerja dari Senin s/d Jum’at dan melayani pengunjung yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dosen, peneliti, dan masyarakat umum. Saat ini Perpustakaan Monumen Pers Nasional mempunyai lebih dari 3500 anggota. Sayangnya selama masih tinggal di Solo, aku justru tidak mendaftar menjadi anggota.
Ruang Dokumentasi Surat-Surat Kabar
Ruang Dokumentasi Surat-Surat Kabar
Museum Pers mengoleksi sarana dan prasarana informasi komunikasi maupun berbagai benda-benda bersejarah di bidang informasi dan komunikasi antara lain mesin ketik milik Perintis Pers Bapak Bakrie Soeriatmadja, pakaian wartawan yang tertembak waktu meliput integrasi Timor Timur. Juga terdapat koran-koran dan majalah kuno antara lain: Panorama Perpustakaan Monumen Pers Nasional terbit tahun 1917, Tjahaja India terbit tahun 1913, Hokiao terbit tahun 1925, Sinpo terbit tahun 1929. Di Museum Pers disimpan pula Pemancar Radio Kambing yang dipergunakan pada masa revolusi fisik dan patung-patung perintis pers Indonesia (sumber: Rongowarsito).
Ayahku pernah cerita bahwa Monumen Pers Nasional memiliki lebih dari satu juta eksemplar media cetak (koran, majalah, buletin) yang terbit dari seluruh Indonesia sejak jaman sebelum kemerdekaan RI hingga sekarang. Dokumen-dokumen tersebut telah didokumentasi dan dikonservasi sehingga para pelajar, mahasiswa, dosen, peneliti maupun masyarakat umum dapat melihat dan membaca dokumentasi yang tersimpan. Mungkin akan lebih baik jika dokumen-dokumen itu didigitalisasi. Apa mungkin malah sudah dimulai?
Atribut Wartawan Perang di Timor Timur
Atribut Wartawan Perang di Timor Timur
Sejak seumur-umur aku tinggal di Solo, aku tidak terlalu sering mengunjungi gedung bersejarah ini. Kunjunganku di gedung ini bisa dihitung dengan jari kendati telah ribuan kali mungkin aku melewati gedung ini. Jika ada kesempatan ke Solo, aku ingin sekedar mengunjungi museum pers secara lebih dekat dilanjutkan dengan menikmati wedangan di depannya yang katanya maknyus. Agak lucu bagiku jika seorang pegiat pers tetapi belum bernah mengunjungi museum ini. :D.(http://ahmedfikreatif.wordpress.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar