Sabtu, 01 November 2014

Sejarah Kelam Ludruk Saat Peristiwa 1965

Sejarah Kelam Ludruk Saat Peristiwa 1965
Propaganda politik oleh partai politik di tahun 1965 tak hanya masuk dalam kegiatan politik praktis, tapi juga masuk dalam bidang seni budaya. Salah satunya terjadi pada seni pementasan ludruk. Ludruk kala itu jadi seni hiburan drama dan komedi paling populer di masyarakat. Sebagai seni massal, ludruk pun jadi komoditas partai politik dalam melancarkan propaganda kepentingannya, tak terkecuali Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Akibat intervensi politik kepentingan parpol, komunitas atau grup ludruk pun terpecah belah dan berafiliasi dengan lembaga kebudayaan yang jadi organisasi sayap parpol tertentu. PKI membentuk Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), Partai Nasional Indonesia (PNI) memiliki Dewan Kebudayaan Nasional (DKN), dan kelompok Islam khususnya Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi).

Salah satu tokoh seniman ludruk di Kota Mojokerto, Jawa Timur, Ibnu Sulkan, 67 tahun, mengatakan pementasan ludruk sempat dilarang saat peristiwa 1965. Waktu itu grup-grup ludruk dibawah Lekra sangat dominan dibanding grup ludruk lainnya. Pesan-pesan politik komunis pun diselipkan dalam pementasan ludruk Lekra. "Disampaikan lewat parikan-parikan (pantun bahasa Jawa) dan orang-orang (seniman ludruk) enggak sadar kalau dimanfaatkan," katanya dalam wawancara dengan Tempo pertengahan September 2013 lalu.

Mudahnya kepentingan politik masuk dalam grup-grup seni khususnya ludruk menurut Sulkan karena keterbatasan sumber daya manusia pemain maupun pembina ludruk. "Rata-rata tidak lulus SR (Sekolah Rakyat setingkat Sekolah Dasar)," ucap bekas pemain grup ludruk Irama Muda dan Bintang Mojopahit ini. Sehingga menurutnya mudah dipengaruhi dengan iming-iming tertentu. "Asal dibayar atau diberi sesuatu, tentu mau main (ludruk)," ucap pendiri grup ludruk Putra Madya ini. (www.tempo.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar