Kenangan saya terbang ke masa puluhan tahun yang lalu ketika masih kecil. Sebelum masuk SD saya masih tinggal di kampung, sekitar 10 KM dari kota Makassar. Waktu itu, meski rumah orang tua sudah berbentuk rumah batu yang semi modern tapi di sekitar saya masih banyak rumah panggung khas suku Makassar.Tiap daerah punya rumah adat khas, begitu pula dengan suku Makassar. Rumah dalam bahasa Makassar disebut Balla, berbentuk rumah panggung dengan kayu sebagai penyangganya.
Saat ini sudah susah menemukan rumah panggung khas suku Makassar itu di daerah yang mulai berubah menjadi kota. Kalaupun ada, itu adalah rumah yang sengaja dibangun untuk keperluan tertentu seperti wisata misalnya. Rumah panggung hanya bisa ditemukan di daerah yang agak jauh dari keramaian kota.
Dalam bahasa Makassar, rumah disebut Balla atau Bola dalam bahasa Bugis. Rumah khas Makassar ( dan juga Bugis ) berbentuk rumah panggung yang tingginya sekitar 3 meter dari tanah. Disanggah oleh tiang-tiang dari kayu yang berjejer rapih.
Rumah atau balla berbentuk segi empat dengan lima tiang penyangga ke arah belakang dan 5 tiang penyangga ke arah samping. Untuk rumah milik bangsawan yang biasanya lebih besar, jumlah tiang penyangganya berjumlah lima ke samping dan enam atau lebih ke arah belakang.
Atap rumah adat Makassar berbentuk pelana, bersudut lancip dan menghadap ke bawah. Biasanya bahannya terdiri dari nipah, rumbia, bambu, alang-alang. ijuk atau sirap. Jaman sekarang bahan penutup atapnya sudah lebih modern tentu saja.
Bagian depan dan belakang puncak atap rumah yang berbatasan dengan dinding dan berbentuk segitiga disebut timbaksela. Dari timbaksela ini bisa dikenali derajat kebangsawanan pemiliknya.
Timbaksela yang tidak bersusun menandakan pemiliknya adalah orang biasa, bila bersusun tiga ke atas menunjukkan pemiliknya adalah bangsawan. Bilsa susunan timbaksela-nya lebih dari lima atau bahkan sampai tujuh maka menunjukkan sang pemilik adalah bangsawan yang menduduki jabatan di pemerintahan.
Untuk bisa naik ke atas rumah tentu saja ada tangga atau yang dalam bahasa Makassar disebut tukak. Tangga juga ada dua macam, yaitu :
Sapana,
dibuat dari bambu. Induk tangganya tiga atau empat dan anak tangganya
dianyam. Sapana ini memiliki coccorang ( pegangan ). Tangga jenis ini
hanya digunakan oleh para bangsawan.
Tukak,
dibuat dari kayu atau bambu. Induk tangganya ada dua dan ada juga yang
tiga untuk bangsawan. Untuk warga biasa tangga jenis ini tidak memiliki
coccorang atau pegangan. Anak tangganya selalu ganjil.
Tapi jaman sekarang semua aturan tentang tangga itu tampaknya mulai
kabur, seiring dengan modifikasi tangga yang menggunakan bahan-bahan
yang lebih modern seperti batu dan semen.Sedangkan pembagian ruang untuk rumah khas Makassar adalah sebagai berikut :
Dego-dego
: ruangan kecil dekat tangga sebelum masuk ke dalam rumah atau pada
rumah modern disebut sebagai teras. Biasanya digunakan untuk bersantai
atau menunggu pemilik rumah keluar.
Tambing : ruangan yang berbentuk lorong yang letaknya di samping kale balla ( rumah induk ) yang letaknya lebih rendah.
Kale Balla ; rumah induk atau badan rumah. Terdiri dari paddaserang atau ruangan. Ruangan paling depan yang digunakan untuk menerima tamu disebut paddaserang dallekang ( ruangan depan ), sedangkan bagian tengah disebut paddaserang tangnga ( ruangan tengah ) yang digunakan untuk kegiatan yang lebih privat. Bagian belakang disebut paddaserang riboko ( ruangan belakang ) yang fungsinya untuk kamar, utamanya kamar anak gadis.
Balla pallu ; dapur, digunakan untuk kegiatan masak memasak dan menyimpan alat masak. Biasanya ketinggiannya lebih rendah dari paddaserang.
Sedangkan untuk kegiatan mandi, cuci dan kakus biasanya terpisah dari
bangunan rumah dan terletak agak di belakang. Tiap rumah biasanya punya
sumur sendiri-sendiri atau biasanya sebuah sumur digunakan oleh
beberapa rumah.Rumah khas Makassar biasanya tidak menggunakan plafond dan di bagian atas antara dinding dan atap biasanya dibuat sebuah ruang yang disebut pammakkang. Fungsinya adalah menempatkan benda-benda khusus atau biasanya padi yang sudah siap dijadikan beras.
Bagian bawah rumah disebut siring dan biasanya digunakan untuk bersantai dengan menempatkan balai-balai. Beberapa rumah juga menggunakannya sebagai gudang.
Salah satu rumah adat yang masih tersisa dan masih bisa dilihat serta dikunjungi adalah Balla Lompoa ( rumah besar ) yang merupakan rumah peninggalan kerajaan Gowa. Rumah ini terletak di kawasan istana kerajaan Gowa. Pemerintah kabupaten Gowa membuat sebuah rumah besar yang digunakan sebagai museum dan tempat pusat penyelenggaraan acara-acara khusus.
Bila berkunjung ke Makassar, teman-teman boleh mengunjungi rumah tersebut sebagai satu dari sedikit rumah adat yang masih bisa dilihat dan dikunjungi. Makin hari keberadaan rumah adat memang makin terkikis, tergantikan oleh rumah-rumah modern.
Semoga saja masih akan terus ada orang-orang yang bersedia memelihara peninggalan nenek moyang ini sehingga anak cucu kita tak perlu mengenang rumah adatnya hanya dari buku bacaan atau cerita orangtuanya saja. (http://daenggassing.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar