Setelah
berhenti cukup lama sajian gratis tentang senjata tradisional,
perkenankan kembali batavusqu menyajikan satu lagi tentang informasi
senjata tradisional sebagai pelengkap budaya. ya kali ini saya akan
angkat senjata Sumpit dari pulau Kalimantan yang terkenal dengan suku
dayaknya.
Suku Dayak di pulau Kalimantan mengenal
berbagai macam senjata yang biasa digunakan untuk berburu dan berperang
pada zaman dahulu hingga saat ini, atau untuk kegunaan sehari-hari
semisal untuk berkebun di ladang. Beberapa jenis senjata tradisional
tersebut diantaranya sumpitan (sipet), mandau, lonjo (tombak), perisai
(telawang), dan taji. Ketua Dewan Adat Dayak Kaltim Barnabas Sebilang
mengungkapkan, senjata sumpitan merupakan senjata kebanggaan dan menjadi
senjata utama bagi masyarakat Dayak. “Racun pada sumpitan ini sampai
sekarang tidak ada penawarnya, entah kalau obat-obatan modern.” ujar
Barnabas.
Sumpit harus terbuat dari kayu keras
seperti kayu ulin, tampang, lanan, berang-bungkan, rasak, atau kayu
plepek. Sumpit terbuat dari batang kayu bulat sepanjang 1,9 meter hingga
2,1 meter. Tak ketinggalan juga tamiang atau lamiang, yaitu sejenis
bambu yang berukuran kecil, beruas panjang, keras, dan mengandung racun.
Diameter sumpit dua hingga tiga sentimeter yang berlubang di bagian
tengahnya, dengan diameter lubang sekitar satu sentimeter. Lubang ini
untuk memasukkan anak sumpit atau damek. Racun pada damek oleh subetnis Dayak Lundayeh disebut parir.
Racun yang sangat mematikan ini merupakan campuran dari berbagi getah
pohon, ramuan tumbuhan serta bisa binatang seperti ular dan
kalajengking.
Getah pohon yang digunakan untuk racun di
antaranya getah kayu ipuh, kayu siren, atau upas, dicampur dengan getah
kayu uwi ara, atau getah toba. Bisa binatang, seperti ular, akan
menguatkan efek racun ini.
Menurut Barnabas, hingga sekarang ini
belum ada penawar untuk racun anak sumpit yang sudah masuk ke pembuluh
darah. Anehnya, lanjut Barnabas, meskipun sangat beracun, daging
binatang buruan aman untuk dimakan. “Berburu kan dagingnya untuk
dimakan. Akan tetapi, meskipun racun sumpit sangat kuat, kita aman saja
makan daging binatang buruan tersebut, bahkan kalau kita menjilat racun
itu sebenarnya tidak apa-apa,” ujar Barnabas.
Meski demikian, kalau racun damek itu
langsung masuk ke darah, manusia atau semua binatang akan segera mati.
“Kecuali ayam. Kami juga tidak tahu kenapa ayam tidak mati oleh racun
tersebut,” ujarnya.
Pembuatan sumpit dikerjakan dengan sangat
cermat dan teliti oleh warga Dayak. Hampir semua subetnis Dayak di
pulau Borneo menggunakan sumpit, namun yang sangat terkenal lihai
membuat sumpit, antara lain subetnis Dayak Ot Danom, Apu Kayan, Punan,
Pasir, Ot, Siang dan Dayak Bahau. “Secara tradisional, kalau ingin
tepat sasaran dan kuat bernapas, panjang sumpit harus sesuai dengan
tinggi badan orang yang menggunakannya,” tutur Ferain Mora, Kepala Adat
Dayak Maanyan, Kalteng.
Di bagian ujung moncong dipasangi mata
tombak terbuat dari besi atau batu gunung yang diikat dengan anyaman uei
(rotan) yang disebut sangkoh. Kegunaan sangkoh ini untuk cadangan
senjata saat binatang buruan yang sudah terluka dan belum mati ternyata
berbalik menyerang penyumpit yang belum sempat mengisi kembali anak
sumpit.
SELAIN beracun, kelebihan yang dimiliki
senjata ini, dibandingkan dengan senjata khas Dayak lainnya, yakni
kemampuan mengenai sasaran dalam jarak yang relatif jauh. Dan salah satu
kelebihan dari sumpit atau sipet ini memiliki akurasi tembak yang dapat
mencapai 218 yard atau sekitar 200 m. Selain itu, senjata ini juga
tidak menimbulkan bunyi.
Unsur senyap ini sangat penting saat
mengincar musuh maupun binatang buruan yang sedang lengah. Selain
kegunaan berburu dan berperang, kegunaan lain sumpit adalah untuk
upacara adat atau sebagai mas kimpoi dalam pernikahan adat Dayak. “Saat
bertunangan, senjata sumpit ini juga bisa digunakan sebagai mas kawin,”
ujar Barnabas.
Menurut kepercayaan suku Dayak sumpit
atau sipet ini tidak boleh digunakan untuk membunuh sesama. Sumpit atau
sipet hanya dapat dipergunakan untuk keperluan sehari – hari, seperti
berburu. Sipet ini tidak diperkenankan atau pantang diinjak – injak
apalagi dipotong dengan parang karena jika hal tersebut dilakukan
artinya melanggar hukum adat, yang dapat mengakibatkan pelakunya akan
dituntut dalam rapat adat
Sumber: melayuonline.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar