Senin, 08 Desember 2014

Berburu Dengan Sumpit

Setelah berhenti cukup lama sajian gratis tentang senjata tradisional, perkenankan kembali batavusqu menyajikan satu lagi tentang informasi senjata tradisional sebagai pelengkap budaya. ya kali ini saya akan angkat senjata Sumpit dari pulau Kalimantan yang terkenal dengan suku dayaknya.
Suku Dayak di pulau Kalimantan mengenal berbagai macam senjata yang biasa digunakan untuk berburu dan berperang pada zaman dahulu hingga saat ini, atau untuk kegunaan sehari-hari semisal untuk berkebun di ladang. Beberapa jenis senjata tradisional tersebut diantaranya sumpitan (sipet), mandau, lonjo (tombak), perisai (telawang), dan taji. Ketua Dewan Adat Dayak Kaltim Barnabas Sebilang mengungkapkan, senjata sumpitan merupakan senjata kebanggaan dan menjadi senjata utama bagi masyarakat Dayak.  “Racun pada sumpitan ini sampai sekarang tidak ada penawarnya, entah kalau obat-obatan modern.” ujar Barnabas.
Sumpit harus terbuat dari kayu keras seperti kayu ulin, tampang, lanan, berang-bungkan, rasak, atau kayu plepek. Sumpit terbuat dari batang kayu bulat sepanjang 1,9 meter hingga 2,1 meter. Tak ketinggalan juga tamiang atau lamiang, yaitu sejenis bambu yang berukuran kecil, beruas panjang, keras, dan mengandung racun. Diameter sumpit dua hingga tiga sentimeter yang berlubang di bagian tengahnya, dengan diameter lubang sekitar satu sentimeter. Lubang ini untuk memasukkan anak sumpit atau damek. Racun pada damek oleh subetnis Dayak Lundayeh disebut parir. Racun yang sangat mematikan ini merupakan campuran dari berbagi getah pohon, ramuan tumbuhan serta bisa binatang seperti ular dan kalajengking.
Getah pohon yang digunakan untuk racun di antaranya getah kayu ipuh, kayu siren, atau upas, dicampur dengan getah kayu uwi ara, atau getah toba. Bisa binatang, seperti ular, akan menguatkan efek racun ini.
Menurut Barnabas, hingga sekarang ini belum ada penawar untuk racun anak sumpit yang sudah masuk ke pembuluh darah. Anehnya, lanjut Barnabas, meskipun sangat beracun, daging binatang buruan aman untuk dimakan. “Berburu kan dagingnya untuk dimakan. Akan tetapi, meskipun racun sumpit sangat kuat, kita aman saja makan daging binatang buruan tersebut, bahkan kalau kita menjilat racun itu sebenarnya tidak apa-apa,” ujar Barnabas.
Meski demikian, kalau racun damek itu langsung masuk ke darah, manusia atau semua binatang akan segera mati. “Kecuali ayam. Kami juga tidak tahu kenapa ayam tidak mati oleh racun tersebut,” ujarnya.
Pembuatan sumpit dikerjakan dengan sangat cermat dan teliti oleh warga Dayak. Hampir semua subetnis Dayak di pulau Borneo menggunakan sumpit, namun yang sangat terkenal lihai membuat sumpit, antara lain subetnis Dayak Ot Danom, Apu Kayan, Punan, Pasir, Ot, Siang dan Dayak Bahau.  “Secara tradisional, kalau ingin tepat sasaran dan kuat bernapas, panjang sumpit harus sesuai dengan tinggi badan orang yang menggunakannya,” tutur Ferain Mora, Kepala Adat Dayak Maanyan, Kalteng.
Di bagian ujung moncong dipasangi mata tombak terbuat dari besi atau batu gunung yang diikat dengan anyaman uei (rotan) yang disebut sangkoh. Kegunaan sangkoh ini untuk cadangan senjata saat binatang buruan yang sudah terluka dan belum mati ternyata berbalik menyerang penyumpit yang belum sempat mengisi kembali anak sumpit.
SELAIN beracun, kelebihan yang dimiliki senjata ini, dibandingkan dengan senjata khas Dayak lainnya, yakni kemampuan mengenai sasaran dalam jarak yang relatif jauh. Dan salah satu kelebihan dari sumpit atau sipet ini memiliki akurasi tembak yang dapat mencapai 218 yard atau sekitar 200 m. Selain itu, senjata ini juga tidak menimbulkan bunyi.
Unsur senyap ini sangat penting saat mengincar musuh maupun binatang buruan yang sedang lengah. Selain kegunaan berburu dan berperang, kegunaan lain sumpit adalah untuk upacara adat atau sebagai mas kimpoi dalam pernikahan adat Dayak. “Saat bertunangan, senjata sumpit ini juga bisa digunakan sebagai mas kawin,” ujar Barnabas.
Menurut kepercayaan suku Dayak sumpit atau sipet ini tidak boleh digunakan untuk membunuh sesama. Sumpit atau sipet hanya dapat dipergunakan untuk keperluan sehari – hari, seperti berburu. Sipet ini tidak diperkenankan atau pantang diinjak – injak apalagi dipotong dengan parang karena jika hal tersebut dilakukan artinya melanggar hukum adat, yang dapat mengakibatkan pelakunya akan dituntut dalam rapat adat
Sumber: melayuonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar