Album Foto di Tempat Sampah Gegerkan Belanda
Posted by KabarNet pada 06/08/2012 Jakarta
– KabarNet: Pada awal bulan Juli ini di negeri Belanda sedang hangat
hangatnya membicarakan sejarah Aksi Polisionil Belanda di Indonesia
antara 1947-1949. Semua berawal dari sebuah album foto yang ditemukan
secara tidak sengaja di sebuah tempat sampah di Kota Enschede dan dimuat
pertama kali oleh koran VOLKSKRANT, salah satu koran terbesar di
Belanda.
Di Belanda sendiri, sejarah tentang aksi polisionil tidak diajarkan
secara mendetil dalam kurikulum mereka, seolah seperti bagian yang ingin
dipetieskan, berikut adalah artikel koran yang pertama dimuat tanggal
10 Juli 2012.
Berikut adalah terjemahannya :
Foto foto pertama dari eksekusi pasukan Belanda di Indonesia
Lidy Nicolasen – 10 Juli 2012 , 07:35 Untuk pertamakali dalam
sejarah, foto dari sebuah eksekusi ditemukan, kemungkinan foto foto dari
eksekusi yang dilakukan oleh tentara belanda selama masa aksi
polisionil di negara jajahan Hindia Belanda. Foto foto ini ditemukan
dalam album foto pribadi seorang tentara yang dikirim pemerintah belanda
ke Indonesia dalam sebuah misi militer.
Dalam foto foto ini dapat dilihat eksekusi dari tiga pria indonesia.
Mereka berdiri dengan punggung mereka menghadap kearah regu tembak yang
berdiri pada sisi lain sebuah parit, foto menunjukkan momen ketika
mereka ditembak. Parit dipenuhi dengan mayat mayat nrang yang
dieksekusi, terlihat dari foto kedua. Pada sisi sebelah kiri anda bisa
melihat dua personil militer belanda yang bisa dipastikan dari seragam
mereka.
Belum pernah ada sebelumnya Tim ahli
dari Institue Dokumentasi Perang ( Ned Indie Oorlog Documentation) dan
Institut Sejarah Militer Belanda ( NIMH ) mengatakan bahwa mereka belum
pernah melihat foto foto ini sebelumnya “ ini bukan foto sembarangan dan
tentu saja tidak benar jika setiap veteran membawa foto semacam ini
pulang” seorang pegawai NIMH mengatakan demikian. Demikian juga bagi
NIOD foto foto ini tidak dikenali sebelumnya , tegas Rene Kok: “kami
memiliki banyak album disini, sebenarnya kami mengharapkan gambar
seperti ini muncul dan momen ini ternyata adalah saat ini, gambar ini
tidak pernah saya lihat sebelumnya”.
Para sejarawan tidak meragukan keotentikan foto , namun tentang
lokasi tepatnya dan kondisi eksekusi belum diketahui, kemungkinan riset
lebih jauh akan dapat memberikan lebih banyak detail.
Pemilik foto adalah seorang prajurit dari Enschede. Dia sudah
meninggal. Dia dikirim sebagai tentara wajib militer pada 1947 tepat
sebelum agresi pertama dan kembali pada 1950 setelah Belanda menyetujui
kemerdekaan Indonesia. Dia bertugas pada batalion artileri. Sejarah
tentang batalionnya tidak pernah menuliskan tentang eksekusi. Namun
tetap saja memungkinkan bagi pasukan artileri untuk mengawal pasukan
infantri atau pasukan khusus yang melakukan eksekusi.
Eksekusi yang dikenal adalah Rawagede di Jawa Barat dan di Sulawesi
Selatan. Tahun lalu keluarga korban dari pembantaian Rawagede telah
mendapatkan uang kompensasi dari pemerintah Belanda. Pemerintah belum
merespon mengenai tuntutan hukum mengenai pembantaian di Sulawesi
Selatan. Tidak diketahui jumlah korban orang Indonesia secara pasti dari
kedua aksi tersebut.
Prajurit pemilik foto ini tidak pernah membicarakan keberadaan dari
foto ini. Dan mungkin saja tak seorangpun akan menyadari album fotonya
jika mereka tidak menemukannya di tempat sampah di Enschede. Tidak
diketahui siapa yang telah membuangnya. Pemilik album ini tidak memiliki
anak dan hidup sendirian dalam beberapa tahun terakhir.
TEMPAT SAMPAH
Seorang pegawai pemerintah kota Enschede menemukan album tua di sebuah
tempat sampah, pegawai ini memang mengoleksi foto foto untuk
mengilustrasikan kehidupan dari warga kotanya sendiri. Album ini pasti
akan tetap ada ditempat sampah seandainya dia tidak menyadari foto dari
tawanan, ketika itu dia melihat lebih dekat ke album foto dan baru
menyadari bahwa dia menemukan album foto dari sebuah eksekusi.
Saat ini tiga institut penelitian sejarah meminta pemerintah untuk
melakukan investigasi ulang dari aksi polisionil antara 1949 hingga 1950
untuk lebih mengungkapkan fakta tentang perang di Indonesia. Pemerintah
belum memberikan jawaban ============================= publik Belanda
pun mulai membicarakan berita ini baik yang pro maupun yang kontra,
namun di negara kita sama sekali tidak mengetahui berita ini, tak ada
satupun media di Indonesia yang mengangkat masalah ini dan inipun
menguatkan opini publik Belanda ketika pertama kali foto ini ditemukan
dan dimuat ,dimana mereka mengatakan “Untuk apa kita meributkan kejadian
ini? orang Indonesia sendiri saja tidak peduli dengan kejadian ini dan
sejarah mereka”.
Benarkah generasi Indonesia saat ini adalah generasi yang memang
tidak peduli dengan sejarah bangsanya? Benarkah opini mereka? Layakkah
bagian dari kisah perjuangan dan pengorbanan para pendahulu kita untuk
dihapuskan, dilupakan dan seperti kisah ini……dibuang di tempat sampah?
Tampak dalam foto mereka yang tanpa seragam tempur maupun
persenjataan, bisa jadi mereka adalah warga sipil, namun bagi warga
sipil sekalipun membutuhkan nyali yang besar bahkan hanya untuk menutup
mulut tentang jumlah kekuatan maupun keberadaan pejuang RI, hingga
bagaimana mereka melihat kawan mereka bergelempangan satu persatu
diterjang peluru dan tetap tegar bersikap tidak kooperatif..
Tampak dalam foto tiga orang yang berdiri dengan ceceran darah didekatnya yang menunjukkan telah terjadi eksekusi sebelumnya.
Jika kawan kawan memiliki kepedulian terhadap kisah sejarah ini mohon
bantulah untuk share artikel ini, agar bangsa kita tahu apa yang sedang
terjadi di Belanda dan untuk mematahkan anggapan bahwa bangsa Indonesia
tidak peduli dengan sejarahnya, saya akan terus menulis menerjemahkan
koran-koran yang terbit di Belanda berkaitan dengan masalah penemuan
foto ini.
Profil Jacobus, Prajurit Pemilik Album Foto
Profil Prajurit Jacobus, Album Foto yang Ditemukan di Tempat Sampah Dalam
artikel di atas diulas secara lengkap siapa prajurit pemilik album foto
yang ditemukan di tempat sampah dan hangat menjadi pembicaraan di
negeri Belanda, berikut adalah artikel dari koran Volskrant masih
tanggal yang sama :
Sebuah foto dari barisan mayat, hanya sebuah jepretan Album
foto dari Jacobus R, pasukan artileri lapangan dari Enschede,
menunjukkan gambaran yang mengerikan dari pembunuhan oleh Belanda pada
1947,selama masa agresi militer pertama di Indonesia. Tampak sperti
sebuah jepretan foto dari kehidupan seorang prajurit.
Prajurit Jacobus R yang membanggakan, pria modern dari Enschede,
dengan jaket, dasi , rambut mengkilap dan kumis seperti Clark Gable.
Tepat sesudah perang dunia kedua pada 1947 dia dikirim wajib militer ke
Indoneria. Dia ditugaskan di Barak Angkatan Darat Kerajaan di Ede dan
bergabung dengan resimen artileri lapangan yang sudah diperbaharui. RVA
adalah singkatannya.
Mulai saat ini nama RVA dituliskan dibelakang nama keluarganya Sebagaimana
kawan kawan seusianya juga bergabung, dalam wajib militer. Di Ede
mereka dilatih bagaimana bertempur dalam perang di timur jauh (
indonesia ) . Mereka juga diberitahu tentang pecahnya revolusi di negeri
hindia belanda dan dibutuhkan sebanyak mungkin pasukan untuk
mengembalikan kekuasaan Belanda. Karena pasukan KNIL saat itu tidak
dalam kondisi yang baik sejak jatuh ke tangan Jepang. Di Belanda, ribuan
sukarelawan mendaftarkan diri, sejak musim semi 1947, wajib militer
juga digabungkan dalam Angkatan Darat, pemerintah mengatakan tentang
operasi polisionil yang bertujuan untuk membebaskan penduduk Indonesia
dari para pemberontak, namun kenyataannya mereka berakhir dalam perang
gerilya yang mengerikan.
Jacobus adalah anak seorang penata rambut. Mungkin nama panggilannya
adalah Jaap atau mungkin Koos. Dia sudah meninggal ,bahkan keluarganya
pun tidak mudah untuk menemukan jawabannya, mungkin saja dia benci untuk
pergi ke Indonesia. Antara satu sama lain antar prajurit, mereka banyak
mengeluh. Tepat sesudah perang dunia kedua berakhir, tidak banyak
pemuda yang memiliki hasrat untuk bertempur, namun menolak wajib militer
adalah sama artinya dengan memilih melawan negara dan dipenjara.
Beberapa dari mereka juga memandang ini sebagai sebuah kesempatan
untuk pergi berpetualang, pergi dari Belanda yang pengap dan kacau balau
menuju tanah yang menjanjikan : Indonesia
Pada 8 Mei 1947 Jacobus memasuki kapal pasukan MS Johan van
Oldenbarnevelt. Saat menyeberangi equator, dia dan kawan-kawannya
mendapatkan gelar diploma. Dalam sertifikat tersebut dapat dibaca bahwa
Neptune, dewa lautan, menyatakan bahwa dia layak dan mampu untuk
menaklukkan semua marabahaya di Timur Jauh, Indonesia. Nampaknya dia
sangat bangga dengan hal tersebut, jika tidak tentunya dia tidak akan
menaruhnya didalam album fotonya tiga tahun setelah semua ini berlalu.
SATU BULAN PERJALANAN, Perjalanan itu
memakan waktu hampir satu bulan lamanya, pada 5 Juni 1947 mereka sampai
di Tanjung Priok, pelabuhan di Jakarta di pulau Jawa. Setelah singgah
sehari mereka dinaikkan truk militer sejauh ratusan kilometer ke sebuah
tempat bernama Batujajar dekat Bandung. Rencana mereka adalah mengambil
alih pasukan KNIL dan relawan, tapi karena situasi politik ( agresi
militer I akan segera dilaksanakan dalam waktu satu bulan) maka aksi itu
ditunda.
3-12 RVA berada dibawah komando basis militer Bandung. Aturan
tertulis mereka seharusnya memiliki empat senjata api, namun pada
kenyataannya mereka harus menggabunfkan beberapa persenjataan tua untuk
membuat artileri primitif. Tak seorangpun tahu bagaimana mengoperasikan
artileri lapangan 7,5 karena mereka dilatih untuk mengoperasikan
artileri 9, hanya beberapa perwira KNIL yang melatih mereka namun tak
lama kemudian 2 perwira pergi untuk mendapat pelatihan menjadi komandan
anti udara.
Pada pagi hari tangal 23 Juli, dua hari setelah aksi polisionil
berjalan untuk pertama kalinya melakukan latihan dengan amunisi
sungguhan. Pada hari yang sama juga mereka mendapatkan perintah untuk
memindahkan persenjataan artileri ke Cilampeni,sebelah selatan bandung
pada malam harinya.
Dua hari kemudian mereka terperangkap ditengah pertempuran ketika
Soreang dikuasai pejuang Indonesia dan mereka harus mensupport pasukan
infantri dengan tembakan ke desa desa dan tembakan kearah bunker bunker
lawan. “Sangat Efektif“, itulah yang tertulis dalam catatan sejarah
batalion yang menulis laporan menyeluruh tentang operasi Batalion 3-12
RVA, dokumen ini sekian lama berstatus dokumen sangat rahasia,namun saat
ini siapapun dapat membuka arsip ini, tersimpan di Arsip Nasional Den
Haag. Tidak tertulis detil seberapa “efektif”nya operasi ini berjalan.
Pada hari sabtu mereka kembali ke markas Batujajar dan sehari
kemudian mereka diserang oleh 200 tentara Indonesia. Pertempuran
berlangsung selama satu setengah jam. Seorang prajurit KNIL terluka.
Mata mata mengatakan bahwa musuh menderita kerugian setidaknya 30 tewas
dan 15 korban luka. Pada hari yang sama juga, 3-12 RVA mendapat bantuan
seorang Kapten KNIL yang berpengalaman dibidang artileri.
Mereka bergerak lebih jauh ke selatan untuk mendukung aksi okupasi
dari angkatan darat. Aksi Polisionil pertama berakhir pada awal Agustus
1947. Bulan September adalah bulan yang tenang,kecuali datangnya masalah
infeksi penyakit kulit. Prajurit yang tidak istirahat di tempat tidur
harus berlatih menembak.
Pada November 1947 akhirnya mereka siap untuk serah terima kekuasaan
Cilimus dari pasukan KNIL dan sukarelawannya (A III Field). Pada akhir
Desember salah satu jeep mereka terkena ranjau dan dua orang tewas
dengan satu orang terluka parah. Mereka harus melakukan banyak kegiatan
patroli, namun ini seharusnya bukanlah tugas dari pasukan artileri dan
lagi ada banyak orang yang menderita penyakit.
Album foto ini tidak menceritakan apakah Jacobus juga menderita sakit
juga. Dia tidak memotret kawan kawannya yang sedang sakit atau terluka.
Sangat bisa dipastikan bahwa Jacobus menukar kameranya dengan
kawan-kawannya karena dia sendiri nampak dalam abum fotonya dan
kemungkinan juga bukan hanya dia yang membawa kamera. Sayangnya dia
tidak menuliskan keterangan foto di albumnya sehingga informasi mengenai
tempat dan waktu tidak ada.
Kadang ada beberapa foto yang sesuai dengan sejarah resmi. Seperti
contoh evakuasi dari pasukan TNI dimana pasukan TNI dengan topi dan peci
berwarna hitam. Dengan truk chevrolet milik militer ( cat dan krom
mengkilap ) mereka dipindahkan ke garis demarkasi seperti yang sudah
disepakati pasca aksi agresi militer I. Jacobus dan kawan kawannya
menemani konvoi pemindahan sambil mengambil beberapa foto dalam
perjalanannya.
Penghabisan, Berdasarkan catatan
sejarah batalion,mereka mulai menyerang kelompok bersenjata yang tersisa
yang mereka maksudkan disini adalah kelompok Hisbullah dan Sabilillah,
kelompok muslim yang menolak hasil perundingan dan memilih untuk tetap
bertempur dengan Belanda. Pasukan Belanda menghabisi mereka dengan cepat
dan mudah sedangkan pemuda Indonesia lain tidak melakukan tindakan
apapun. (karena terikat perjanjian damai.pen)
Mungkin saja kelompok muslim ini yang menjadi korban penembakan dalam
foto, mereka tidak berseragam dan tidak berambut panjang seperti para
pejuang kemerdekaan yang fanatik pada umumnya kala itu. Namun bisa juga
mereka ini gerombolan pengganggu keamanan yang ditemukan di lingkungan
area tersebut.
Sepertinya bukanlah Jacobus pelaku langsung eksekusi , hal macam itu
bukanlah tugas seorang prajurit artileri, namun adalah tugas dari
pasukan khusus. Pasukan khusus harus melumpuhkan kekuatan musuh dan
mengembalikan keadaan kembali aman, jadi kemungkinan pasukan inilah yang
berpatroli semacam ini. J.A Moor seorang ahli mengenai Indonesia
menyatakan bahwa taktik yang digunakan pasukan khusus dalam aksi
polisionil (perang westerling) adalah keras dan teliti. Eksekusi dan
penghabisan dari tawanan adalah hal yang biasa. Tidak pernah ada
estimasi data pasti jumlah korban dikarenakan laporan sudah hilang atau
mungkin bahkan sengaja tidak dituliskan. Aturan resmi seharusnya tawanan
dipindahkan ke tempat khusus untuk interogasi, namun taktik dari
pasukan khusus adalah adalah pendadakan dan menghabisi lawan ( surprise
and eliminate ) dan mereka ini tidak terbiasa membawa tawanan perang.
Saksi.
Jadi Jacobus menyaksikan pembantaian ini. Dia mengambil gambar dan
tampaknya tak seorangpun berusaha mencegah dia memotret. Bahkan
sesudahnya pun tak ada yang meminta roll film nya. Hingga kemudian hari
dia menyimpannya dalam album foto pribadinya.
Foto foto ini diperkirakan dibuat pada awal 1948. Ada banyak sekali
pertempuran di Jawa Barat sekalipun aksi polisionil kedua belum dimulai.
Batalion 3-12 RVA menuliskan dalam laporannya : “tembakan dimana mana” ,
seperti yang telah mereka sebut tembakan ke desa desa, lapangan udara,
tambang tembaga.
Dalam “laporan tembakan” juga dituliskan rinci hingga berapa jumlah
granat yang mereka gunakan, data kematian juga dituliskan, namun
3-12-RVA tidak pernah menuliskan apapun tentang eksekusi.
Ada kekhawatiran lain juga yang membutuhkan perhatian mereka. Pada
akhir Januari 1948 mereka menemukan 10 buah Radio Amerika. Jacobus
memotretnya. Laporan menuliskan : “setelah dipelajari beberapa staff ,
radio dapat difungsikan dengan cukup baik, baik digunakan di pos
permanen sebagai pengintai di garis depan dan juga mudah digunakan untuk
berpindah pindah karena mudah untuk diangkut.
Namun mereka punya masalah yang lebih besar dengan kendaraan
“bersyukur atas kemampuan dan bakat improvisasi dari para
mekanik,kendaraan dapat berjalan dengan layak” begitu tulis Commander
A.Lammers. Dia juga menuliskan bahwa moral prajuritnya terjaga dengan
baik. Juga laporan pada pertengahan 1948, dia mengeluhkan mengenai
perlengkapan dan komunikasi telepon namun kekuatan mereka masih utuh
dengan 11 perwira, 16 sersan dan 186 prajurit. Hanya saja jumlah tentara
yang sakit bertambah.
Satuan ini terpisah menjadi dua kelompok, kemungkinan Jacobus
bergerak lebih ke timur yaitu ke Tegal. Melewati Pemalang,mereka menuju
Belik dimana mereka tergabung dalam kelompok tempur “Bernardi”. Pada 19
Desember 1948 aksi polisionil kedua (operasi gagak) dimulai, mereka
membantu pasukan infantri untuk mengecek desa desa dan memberikan
support pada batalion zeni.
Ternyata pertempuran sama sekali belum terhenti bahkan saat aksi
polisionil kedua ini berakhir pada Januari 1949. Kenyataannya di
lapangan perang gerilya terus berlanjut hingga gencatan senjata pada
Agustus 1949, hingga Desember 1949 Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya.
Sejak saat itu pula Jacobus dan kawan kawannya ingin untuk kembali
pulang. Jacobus juga memotret foto pasukannya yang sedang mengundurkan
diri. Pada Maret 1950 resimen dari prajurit Jacobus dikembalikan pulang
ke Belanda oleh Kapal Angkut Pasukan Amerika “Fair Sea”. Sesampainya di
Belanda, 3-12 RVA dihapuskan.
Sesampainya dirumah dia menempatkan seluruh fotonya dalam sebuah
album foto, jepretan dari rekan-rekannya sesama prajurit, jeep,
peralatan radio, bangunan, foto wanita Indonesia yang mencuci di sungai,
sebuah desa atau parade kecil dari anak anak sekolah. Dia juga
menyelipkan sertifikat Diploma yang dia dapat, mata uang Indonesia,
surat izin penggunaan senjata, kartu tahun baru dari 3-12-RVA dan
sertifikat dari insignia yang dia dapatkan dari Menteri Perang (
Minister of War ). Dan juga tersimpan foto pacarnya, orang tuanya,
anjingnya dibawah pengering di sebuah salon dan foto rekreasi ke
Valkenburg dan Pisa. Ringkasan kehidupan pada umumnya setelah 3 tahun
peperangan.
http://kabarnet.wordpress.com/2012/08/06/album-foto-di-tempat-sampah-gegerkan-belanda/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar