Wiki Hasukma SP
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tak terpisahkan dari seni. Seni sudah menjadi salah satu aspek dalam kehidupan manusia. Seni merupakan segala aktivitas batin dengan pengalaman estetikanya yang dinyatakan dalam bentuk ekspresi media, gambar, suara, dan gerak yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan daya tarik keindahan.[1] Hampir seluruh etnis yang ada di Indonesia memiliki keseniannya, sehingga menjadikan bangsa ini kaya akan suatu tradisi, adat istiadat dan kesenian. Salah satunya bisa dilihat dari daerah Sumatera Barat (Minangkabau) yang memiliki banyak tradisi–tradisi, adat istiadat dan juga banyaknya kesenian–kesenian warisan dari nenek moyang orang Minangkabau. Kesenian tradisional Minangkabau merupakan salah satu unsur dari kebudayaan nasional yang berakar dari kebudayaan daerah dan kemudian berkembang serta diajarkan secara turun temurun dari dahulu sampai sekarang.[2]
Kesenian bisa dikatakan juga sebagai sarana komunikasi yang menyikapi berbagai kenyataaan kehidupan saat ini, patut mendapatkan apresiasi dari masyarakat, pemerintah, hingga institusi kebudayaan. Lain halnya para pelaku seni, diharapkan mampu menawarkan nilai-nilai, pola pikir, dan kearifan yang tetap memperlihatkan identitas bangsa ditengah derasnya arus budaya global.[3]
Sumatera Barat yang menjadi tempat etnis Minangkabau berdomisili banyak terdapat jenis kesenian tradisional seperti Randai, Tari Piring, Tari Galombang, Rabab dan juga seni bela diri atau dikenal dengan nama silek. Banyak seni tradisional yang berkembang di Sumatera Barat, tetapi yang paling banyak digemari oleh masyarakat Sumatera Barat saat sekarang ini adalah jenis kesenian yang berhubungan dengan seni tari dan seni musik.
Pada perkembangannya, kelompok–kelompok seni tari dan musik di Sumatera Barat biasanya membentuk suatu grup atau sanggar tradisional yang bertujuan untuk mengembangkan seni tari, musik, dan kesenian tradisional lainnnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya sanggar–sanggar tradisional yang berkembang di Sumatera Barat. Tujuan belajar seni tradisional di sanggar–sanggar bagi masyarakat Sumatera Barat khususnya anak–anak dan remaja selain tempat untuk menyalurkan bakat yang mereka miliki, sanggar bisa juga sebagai tempat untuk mencari uang, serta dapat juga untuk menjaga keutuhan dan keaslian seni tradisional dari kebudayaan Barat.
Pada tahun 1970-an, seni tari dan musik yang terbentuk dalam sebuah grup atau sanggar di Kota Padang ini semakin banyak digemari oleh masyarakat. Tidak mengherankan kemudian bermunculan sanggar–sanggar seperti sanggar Satampang Baniah yang bertempat di daerah Pilano, kemudian sanggar Indojati yang bertempat di Taman Budaya Padang, kemudian sanggar Alang Babega yang juga bertempat di Taman Budaya, dan sanggar–sanggar lainnya di kota Padang.[4]
Kesenian tradisional Minangkabau ini banyak melahirkan berbagai tokoh–tokoh dalam dunia seni tari yang terkenal seperti Gusmiati Suid. Ia adalah seorang Maestro Tari, Gusmiati menciptakan gerak tari berdasarkan gerakan pencak silat. Kemudian Syofyani Bustamam yang juga dikenal sebagai seniman tari di Sumatera Barat dimana ia terkenal dengan karya Tari Pacah Piriang. Selain itu ada juga salah satu maestro tari yang tidak kalah pentingnya yaitu Darwis Loyang yang juga menempatkan dirinya sebagai salah satu maestro seni tari di Sumatera Barat, Darwis dikenal sebagai pakar seni tari Melayu dan Minang. Darwis Loyang lahir di Pulau Aia, Padang, 16 Februari 1936. Puluhan tahun berkecimpung dalam dunia tari, Darwis Loyang cukup banyak melahirkan karya–karya tari seperti Tari Gadih Minang, Tari Saiyo, Tari Payung, Tari Piriang Dasar, Tari Lenggang Moderina, Tari Ma’ Inang Kualo, Tari Rantak Remaja Ria, Tari Murai Kencak, Tari Geyana danTari Sapu Tangan.[5] Banyak karya–karya tari minang yang telah dikreasikan dan dikembangkan ke arah yang lebih kontemporer, namun Darwis Loyang lebih memilih untuk mengembangkan dan menggabungkan tari Minang dengan sentuhan melayu. Ini dibuktikan dengan mendirikan sanggar tari Alang Babega yang mengajarkan dan melatih tari Melayu dan tari Minang. Sanggar tari Alang Babega ini telah eksis di dunia kesenian Sumatera Barat semenjak berdirinya pada tanggal 16 April 1970 yang awalnya sanggar ini bernama Sentana yaitu Seni Tari Nasional.[6] Baru pada tahun 1972 nama sanggar Sentana diganti dengan nama Sanggar Tari Alang Babega.
Sanggar tari Alang Babega adalah nama sanggar yang didirikannya memang lebih dikenal sebagai tempat belajar menari, terutama untuk anak – anak dan pemula. Sanggar Alang Babega ini mengajarkan tari – tari Melayu dan Minangkabau. Darwis Loyang langsung menjabat sebagai pelatih tari. Ia banyak memiliki murid yang ikut berlatih. Sekian banyak dari murid–muridnya, telah ada yang menjadi tokoh–tokoh seni tari di Sumatera Barat salah satunya Eri Mefri merupakan koreografer Sumatera Barat.
Darwis Loyang menjadi salah satu seniman tari yang tidak pernah berganti profesi. Di kehidupan beliau semata–mata mengenalkan dan melatih tari kepada anak–anak, remaja, bahkan orang dewasa apakah itu para guru sekolah ataupun para pegawai negeri dan swasta, ia melatihnya setiap hari bahkan sampai malam hari. Bisa dikatakan, Darwis Loyang mempersembahkan kehidupannya untuk perkembangan kesenian, khususnya seni tari di Sumatera Barat.
Selain melatih tari Minang dan tari Melayu, Darwis Loyang juga dikenal sebagai penari tari Balanse Madam.[7] Tari Balanse Madam merupakan tari yang diciptakan oleh masyarakat suku Nias pada abad ke 16 dimana tari ini bisa dikatakan tari pergaulan bagi masyarakat suku Nias.[8] Pakaian yang dipakai dalam menari adalah pakaian yang bercorak Melayu dan juga tarian ini diiringi oleh musik khas Melayu yaitu musik Gamad. Hal inilah yang membuat Darwis Loyang tertarik mempelajari, mengembangkan dan menjadi penari tari Balanse Madam.
Seni tari sudah menjadi dunia tersendiri bagi Darwis Loyang, namun Darwis juga dikenal sebagai seorang aktifis musik gamaik, dilihat dari bagaimana Darwis hadir dalam setiap pagelaran musik gamaik ini dan Darwis juga selalu hadir disetiap event gamaik bahkan ia ikut menari diikuti lagu gamaik.[9]
Kiprah Darwis loyang sebagai penari dan pelatih tari di luar Sumatera Barat juga memperlihatkan kemampuannya dalam dunia kesenian, beberapa pekan tari yang pernah dia ikuti di luar Sumatera Barat, antara lain Jambi dan Palembang pada tahun 1984, kemudian Darwis ikut meramaikan pagelaran tari di Taman Mini Indonesia Indah sejak tahun 1987 hingga 2005. Kiprah Darwis semakin berkibar di tingkat Nasional ketika karya Darwis Loyang pernah dikirim sebagai utusan Sumatera Barat dalam Pekan Tari Rakyat di Gelora Bung Karno, kemudian tampil di Istana Negara pada tahun 1979.[10] Sampai saat ini penelitian dan penulisan tentang riwayat hidup/biografi para penari minang belum banyak lagi dilakukan. (https://rangkiangbudaya.wordpress.com)
[1] Mahdi Bahar. Seni Tradisi menentang Perubahan. (Padang Panjang: STSI. 2004). hal. 30.
[2] A. A Navis. Adat dan kebudayaan Minangkabau. (Sumatera Barat: Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. 1986). hal. 306.
[3]Anggaran Dasar Sanggar Tari Alang Babega No: 8. 2013.
[4] Wahyudi Wendra.”Syofyani Bustamam : Biografi Seorang Seniman Tari Minangkabau (1968 – 2005)”. Skripsi. (Padang : Fakultas Sastra Universitas Andalas). hal. 4.
[5] Seni Budaya. Darwis Loyang : Tiga Generasi Menari. Padangmedia.com. Senin 17 September 2012. diunduh tanggal 12 Oktober 2013.
[6] Anggaran Dasar Sanggar Tari Alang Babega No: 8.
[7] Tari Balanse Madam adalah sebuah kesenian tari yang berupa peninggalan budaya lama yang telah ditransmisikan secara turun temurun dalam masyarakat suku Nias di Seberang Palinggam Padang.
[8] Indrayuda. Tari Balanse Madam Pada Masyarakat Nias Padang Sebuah Perspektif Etnologi. (Padang: UNP Press. 2008). hal. 2.
[9] Op,.Cit, Darwis Loyang : Tiga Generasi Menari.
[10] Op,.Cit, Darwis Loyang : Tiga Generasi Menari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar