Kamis, 12 Maret 2015

Pabrik Gula Gondang Baru

12 
Tingginya permintaan hasil industri perkebunan yang berorientasi ekspor mendorong pemerintah Belanda membangun pabrik untuk pengolahan hasil perkebunan, salah satunya adalah pabrik gula.  Pada masa itu gula merupakan komoditas ekspor yang sangat penting bagi Hindia Belanda bahkan Hindia Belanda termasuk sebagai salah satu negara pengekspor gula terbesar di dunia. Pada tahun 1885, jumlah pabrik gula di Jawa ada 95, belum termasuk di wilayah vorstenlanden.  Puncak kejayaan industri gula  terjadi pada tahun 1930, dimana sebanyak 203 pabrik gula telah berdiri kukuh di Jawa. Hal inilah yang mendorong pertumbuhan kota-kota pedalaman beserta fasilitasnya.
Klaten juga merupakan salah satu wilayah pedalaman yang sangat ideal untuk perkebunan tebu karena didukung tanahnya yang subur dan ketersediaan sumber air yang melimpah. Berdasarkan data tahun 1863, ada 9 pabrik gula di Klaten diantaranya Jungkare, Gondang Winangun, Gondang Wedi, Ceper, Kapitu, Kemuda, Delanggu, Junggrangan, dan Sepuluh. Salah satu diantara yang masih aktif beroperasi adalah Pabrik Gula Gondang Baru.
Pabrik Gula (PG) Gondang Baru terletak di Jalan Raya Yogyakarta – Surakarta, Desa Plawikan (Gondang Winangun), Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, atau sekitar 5 km dari Kota Klaten ke arah Yoyakarta.
Bangunan PG Gondang
Bangunan PG Gondang
Pabrik gula ini semula bernama Suikerfabriek Gondang Winangoen, didirikan pada tahun 1860 oleh NV Klatensche Cultuur Maatschappij yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda. Pengelolaannya diserahkan pada NV Mirandolle Vaute dan Co yang berkantor di Semarang. Ketika terjadi ekonomi dunia tahun 1930-1935, operasional pabrik sempat berhenti tapi kembali beroperasi pada 1935 – 1942 di bawah pimpinan Boerman dan MFH Breemers, warga negara Belanda.
Mesin-mesin pabrik
Mesin-mesin pabrik
Pada mulanya, pabrik ini menggunakan turbin air sebagai penggerak mesinnya. Setelah ditemukannya mesin uap, dipakailah mesin jenis ini sebagai penggerak utama  dalam memperbesar kapasitas giling. Mesin uap tertua di pabrik ini adalah B. Lahaye & Brissoneauf buatan Perancis tahun 1884 yang sampai saat ini masih bisa berfungsi dengan baik. Demikian juga mesin-mesin lain peninggalan abad 19 yang masih relatif baik dan menghasilkan gula bermutu tinggi.
Pada tahun 1942 – 1945 Jepang menguasai Indonesia akibatnya PG Gondang Winangoen ini juga dikuasai oleh pemerintah kolonial Jepang.  Pimpinan pabrik dipegang oleh orang Jepang, Niskia dan Inogaki, tetapi masih dibantu oleh MFN Breemers. Pasca kemerdekaan Indonesia, pabrik gula ini menjadi milik pemerintah Republik Indonesia. Pengelolaannya diserahkan kepada Badan Penyelenggara Perusahaan Negara (BPPGN) dan dipimpin oleh Bpk Doekoet (1945 – 1948).
Ketika terjadi aksi militer Belanda ke-2, tahun 1948, pabrik tidak beroperasi. Baru pada tahun 1950 pabrik mulai beroperasi kembali. PG Gondang Winangoen pada bulan Desember 1957 diubah menjadi PG Gondang Baru dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT), yang dikuasai dan diawasi oleh PPN Unit Semarang dan pimpinan dipegang oleh R. Imam Sopeno. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 164 tanggal 1 Juli 1964, PT. PG Gondang Baru dimasukkan ke dalam PPN Jateng V di Solo, selanjutnya diubah namanya menjadi PG Gondang Baru.
Selanjutnya, dengan adanya PP No. 14 tanggal 13 April 1968 maka PPN Jateng V dibubarkan dan dibentuk Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) XVI yang berkedudukan di Solo, di mana PG Gondang Baru termasuk ke dalam wilayah ini. Kemudian dengan adanya PP No. 11 tanggal 1 April 1981 PNP XVI dibubarkan dan digabungkan ke dalam PTP XV-XVI (Persero) yang berkedudukan di Solo.
Sejak 9 Mei 1994 PTP XV-XVI (Persero) dikelola oleh PTP XXI-XXII dan selaku direksi berkedudukan di Surabaya, dan pada tahun 1996 PG Gondang Baru masuk PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) hingga sekarang.
Rumah dinas manager
Rumah dinas manager
Pasca 1990-an, masa kejayaan produksi pabrik gula mulai meredup. Mesin-mesin yang sudah tua dan rusak, berkurangnya lahan perkebunan tebu,  minimnya pasokan bahan baku tebu, sampai membanjirnya gula impor merupakan gambaran suram wajah pabrik gula kita. Beberapa diantaranya malah berhenti berproduksi atau ditutup. Saat ini jumlah pabrik gula di Jawa yang tersisa tinggal 55 namun yang masih aktif berproduksi sekitar 35. Hal ini sungguh ironi mengingat pada jaman kolonial Belanda, justru mengalami kejayaan yang luar biasa.
Prasasti Museum
Prasasti Museum
Mengingat bangunan pabrik ini memiliki keunikan sejarah tersendiri, maka didirikanlah museum untuk melengkapi fungsinya sebagai salah satu obyek wisata sejarah dan cagar budaya. Pendirian ini kelak menjadi salah satu unit usaha tersendiri bagi pabrik gula dalam memperoleh pendapatan untuk membiayai operasionalnya.
Museum Gula PG Gondang
Museum Gula PG Gondang
Museum gula didirikan atas prakarsa Bapak Soepardjo Roestam (Gubernur Jawa Tengah) dan Bapak Ir. Waryatmo (Dirut PTP XV-XVI) dan diresmikan pada 11 September 1982 dalam rangka menyambut kongres internasional International Society of Sugar Cane Technology XIX (ISSCT XIX) yang anggotanya terdiri dari ahli gula seluruh dunia di Pasuruan (22 Agustus 1986). Museum ini didirikan di sebuah gedung kuno bekas tempat tinggal di sebelah barat pabrik gula tersebut. Bangunan museum berada di areal seluas 1.261,20 meter persegi dengan luas bangunan 240 meter persegi yang terdiri dari ruang pameran tetap, perpustakaan, dan musholla, serta dilengkapi dengan tambahan ruang auditorium seluas 753 meter persegi. Pengelolaan museum diserahkan kepada PTP. XV – XVI (Persero) yang berkedudukan di Surakarta dan Pabrik Gula Gondang Baru.
Loko Uap "Simbah"
Loko Uap “Simbah”
Ada salah satu peninggalan pabrik gula ini yang sangat tua dan unik yaitu lokomotif uap kuno buatan Jerman tahun 1818.  Orang-orang pabrik menamakannya Simbah karena umurnya yang sudah sangat tua.
Stasiun Srowot
Stasiun Srowot
Dulu, loko Simbah digunakan untuk mengangkut tetes tebu ke Stasiun Srowot untuk kemudian dibawa ke Semarang atau Surabaya.
Rumah Dinas Staf
Rumah Dinas Staf
Disamping itu pabrik gula ini juga meninggalkan beberapa bangunan kuno dengan arsitektur menarik di sekitarnya. Bangunan tersebut sebagian besar merupakan rumah dinas staf, karyawan, dan manager pabrik gula pada masa itu. Tak bisa dipungkiri bahwa kejayaan industri gula pada waktu itu berpengaruh pada kemakmuran lingkungan sekitarnya. Sayangnya sebagian bangunannya terkesan masih kurang terawat.
Pada era sekarang, fasilitasnya di lingkungannya ditambah dengan sarana permainan seperti outbond dan kolam renang sebagai daya tarik tambahan bagi masyarakat yang mengunjungi tempat ini. Ada juga sensasi lain dengan menaiki loko uap atau diesel mengelilingi lingkungan pabrik. Dengan kata lain, museum pabrik gula ini layak dijadikan kunjungan wisata bagi siapa saja.  (https://klatenqta.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar