Tingginya
permintaan hasil industri perkebunan yang berorientasi ekspor mendorong
pemerintah Belanda membangun pabrik untuk pengolahan hasil perkebunan,
salah satunya adalah pabrik gula. Pada masa itu gula merupakan
komoditas ekspor yang sangat penting bagi Hindia Belanda bahkan Hindia
Belanda termasuk sebagai salah satu negara pengekspor gula terbesar di
dunia. Pada tahun 1885, jumlah pabrik gula di Jawa ada 95, belum
termasuk di wilayah vorstenlanden. Puncak kejayaan industri gula
terjadi pada tahun 1930, dimana sebanyak 203 pabrik gula telah berdiri
kukuh di Jawa. Hal inilah yang mendorong pertumbuhan kota-kota pedalaman
beserta fasilitasnya.
Klaten juga merupakan salah satu wilayah
pedalaman yang sangat ideal untuk perkebunan tebu karena didukung
tanahnya yang subur dan ketersediaan sumber air yang melimpah.
Berdasarkan data tahun 1863, ada 9 pabrik gula di Klaten diantaranya
Jungkare, Gondang Winangun, Gondang Wedi, Ceper, Kapitu, Kemuda,
Delanggu, Junggrangan, dan Sepuluh. Salah satu diantara yang masih aktif
beroperasi adalah Pabrik Gula Gondang Baru.
Pabrik Gula (PG) Gondang Baru terletak di
Jalan Raya Yogyakarta – Surakarta, Desa Plawikan (Gondang Winangun),
Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, atau
sekitar 5 km dari Kota Klaten ke arah Yoyakarta.
Pabrik gula ini semula bernama
Suikerfabriek Gondang Winangoen, didirikan pada tahun 1860 oleh NV
Klatensche Cultuur Maatschappij yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda.
Pengelolaannya diserahkan pada NV Mirandolle Vaute dan Co yang
berkantor di Semarang. Ketika terjadi ekonomi dunia tahun 1930-1935,
operasional pabrik sempat berhenti tapi kembali beroperasi pada 1935 –
1942 di bawah pimpinan Boerman dan MFH Breemers, warga negara Belanda.
Pada mulanya, pabrik ini menggunakan
turbin air sebagai penggerak mesinnya. Setelah ditemukannya mesin uap,
dipakailah mesin jenis ini sebagai penggerak utama dalam memperbesar
kapasitas giling. Mesin uap tertua di pabrik ini adalah B. Lahaye &
Brissoneauf buatan Perancis tahun 1884 yang sampai saat ini masih bisa
berfungsi dengan baik. Demikian juga mesin-mesin lain peninggalan abad
19 yang masih relatif baik dan menghasilkan gula bermutu tinggi.
Pada tahun 1942 – 1945 Jepang menguasai
Indonesia akibatnya PG Gondang Winangoen ini juga dikuasai oleh
pemerintah kolonial Jepang. Pimpinan pabrik dipegang oleh orang Jepang,
Niskia dan Inogaki, tetapi masih dibantu oleh MFN Breemers. Pasca
kemerdekaan Indonesia, pabrik gula ini menjadi milik pemerintah Republik
Indonesia. Pengelolaannya diserahkan kepada Badan Penyelenggara
Perusahaan Negara (BPPGN) dan dipimpin oleh Bpk Doekoet (1945 – 1948).
Ketika terjadi aksi militer Belanda ke-2,
tahun 1948, pabrik tidak beroperasi. Baru pada tahun 1950 pabrik mulai
beroperasi kembali. PG Gondang Winangoen pada bulan Desember 1957 diubah
menjadi PG Gondang Baru dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT), yang
dikuasai dan diawasi oleh PPN Unit Semarang dan pimpinan dipegang oleh
R. Imam Sopeno. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 164 tanggal 1
Juli 1964, PT. PG Gondang Baru dimasukkan ke dalam PPN Jateng V di Solo,
selanjutnya diubah namanya menjadi PG Gondang Baru.
Selanjutnya, dengan adanya PP No. 14
tanggal 13 April 1968 maka PPN Jateng V dibubarkan dan dibentuk
Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) XVI yang berkedudukan di Solo, di
mana PG Gondang Baru termasuk ke dalam wilayah ini. Kemudian dengan
adanya PP No. 11 tanggal 1 April 1981 PNP XVI dibubarkan dan digabungkan
ke dalam PTP XV-XVI (Persero) yang berkedudukan di Solo.
Sejak 9 Mei 1994 PTP XV-XVI (Persero)
dikelola oleh PTP XXI-XXII dan selaku direksi berkedudukan di Surabaya,
dan pada tahun 1996 PG Gondang Baru masuk PT. Perkebunan Nusantara IX
(Persero) hingga sekarang.
Pasca 1990-an, masa kejayaan produksi
pabrik gula mulai meredup. Mesin-mesin yang sudah tua dan rusak,
berkurangnya lahan perkebunan tebu, minimnya pasokan bahan baku tebu,
sampai membanjirnya gula impor merupakan gambaran suram wajah pabrik
gula kita. Beberapa diantaranya malah berhenti berproduksi atau ditutup.
Saat ini jumlah pabrik gula di Jawa yang tersisa tinggal 55 namun yang
masih aktif berproduksi sekitar 35. Hal ini sungguh ironi mengingat pada
jaman kolonial Belanda, justru mengalami kejayaan yang luar biasa.
Mengingat bangunan pabrik ini memiliki
keunikan sejarah tersendiri, maka didirikanlah museum untuk melengkapi
fungsinya sebagai salah satu obyek wisata sejarah dan cagar budaya.
Pendirian ini kelak menjadi salah satu unit usaha tersendiri bagi pabrik
gula dalam memperoleh pendapatan untuk membiayai operasionalnya.
Museum gula didirikan atas prakarsa Bapak
Soepardjo Roestam (Gubernur Jawa Tengah) dan Bapak Ir. Waryatmo (Dirut
PTP XV-XVI) dan diresmikan pada 11 September 1982 dalam rangka menyambut
kongres internasional International Society of Sugar Cane Technology
XIX (ISSCT XIX) yang anggotanya terdiri dari ahli gula seluruh dunia di
Pasuruan (22 Agustus 1986). Museum ini didirikan di sebuah gedung kuno
bekas tempat tinggal di sebelah barat pabrik gula tersebut. Bangunan
museum berada di areal seluas 1.261,20 meter persegi dengan luas
bangunan 240 meter persegi yang terdiri dari ruang pameran tetap,
perpustakaan, dan musholla, serta dilengkapi dengan tambahan ruang
auditorium seluas 753 meter persegi. Pengelolaan museum diserahkan
kepada PTP. XV – XVI (Persero) yang berkedudukan di Surakarta dan Pabrik
Gula Gondang Baru.
Ada salah satu peninggalan pabrik gula
ini yang sangat tua dan unik yaitu lokomotif uap kuno buatan Jerman
tahun 1818. Orang-orang pabrik menamakannya Simbah karena umurnya yang sudah sangat tua.
Dulu, loko Simbah digunakan untuk mengangkut tetes tebu ke Stasiun Srowot untuk kemudian dibawa ke Semarang atau Surabaya.
Disamping itu pabrik gula ini juga
meninggalkan beberapa bangunan kuno dengan arsitektur menarik di
sekitarnya. Bangunan tersebut sebagian besar merupakan rumah dinas staf,
karyawan, dan manager pabrik gula pada masa itu. Tak bisa dipungkiri
bahwa kejayaan industri gula pada waktu itu berpengaruh pada kemakmuran
lingkungan sekitarnya. Sayangnya sebagian bangunannya terkesan masih
kurang terawat.
Pada era sekarang, fasilitasnya di
lingkungannya ditambah dengan sarana permainan seperti outbond dan kolam
renang sebagai daya tarik tambahan bagi masyarakat yang mengunjungi
tempat ini. Ada juga sensasi lain dengan menaiki loko uap atau diesel
mengelilingi lingkungan pabrik. Dengan kata lain, museum pabrik gula ini
layak dijadikan kunjungan wisata bagi siapa saja. (https://klatenqta.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar