Tapaktuan, sebuah kecamatan
di Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh ini penuh sejarah, cerita, dan
legenda rakyat. Tapaktuan dikenal juga dengan sebutan Kota Naga. Nama
Tapaktuan tidak lepas dari cerita dan legenda Tuan Tapa dan 2 ekor naga
raksasa.
Di ibukota Aceh Selatan ini, terdapat sejumlah tempat
wisata yang memiliki banyak cerita. Ada pantai Tapak Tuan Tapa, air
terjun 7 tingkat, Pulau Dua, Batu Berlayar, dan makam Tuan Tapa.
Di
bibir pantai Tapak Tuan Tapa, terdapat jejak telapak kaki raksasa
berukuran sekitar 4 x 3 meter. Tapak kaki manusia ini berada di atas
bebatuan karang pantai.
Menurut juru kunci wisata Tapak Tuan
Tapa, Chaidir Karim, Tuan Tapa sejatinya adalah seorang manusia biasa.
Dia juga memiliki ukuran tubuh seperti manusia pada umumnya, bukan
seorang raksasa. Hanya saja, dia diberikan kelebihan oleh Allah karena
ketaatannya, ketakwaannya, dan keimanannya terhadap Sang Maha Penguasa
Jagat Raya.
"Banyak orang yang menganggap Tuan Tapa itu manusia
raksasa. Tapi sebetulnya menurut cerita dari orang-orang terdahulu Tuan
Tapa itu seperti kita. Hanya saja dia diberi kelebihan oleh Allah saat
membantu manusia yang bertarung melawan 2 ekor naga," cerita Chaidir
kepada Liputan6.com saat berkunjung ke wisata Tapak Tuan Tapa, Aceh
Selatan, Sabtu 21 Maret 2015.
Di lokasi tersebut, konon hidup
seekor gurita raksasa yang diyakini sebagai penjaga Tapak Tuan Tapa.
Gurita tersebut tidak mengganggu masyarakat yang berkunjung asalkan
tidak melakukan kemaksiatan maupun hal yang melanggar norma-norma.
Percaya
atau tidak, hal mistis di luar nalar kerap terjadi di lokasi Tapak Tuan
Tapa ini. Agustus 2014 lalu, 2 pengunjung terseret gelombang besar. 1
Orang berhasil diselamatkan dan 1 lainnya tewas. Jasadnya baru ditemukan
3 hari setelah kejadian. Pengunjung tersebut sebenarnya sudah
diperingatkan oleh juru kunci. Namun mereka mengabaikannya.
"Ya,
namanya kuasa Allah. Tidak ada yang tahu. Yang penting pengunjung di
sini tidak melanggar aturan, tidak maksiat, tidak takabur. Sebelumnya 2
anak itu sudah saya peringatkan, hati-hati karena cuacanya kurang bagus
meski saat itu gelombang terlihat tenang," ucap Chaidir.
Bukti
kekuasaan Allah lainnya terlihat saat bencana tsunami 2004 lalu. Kota
dengan luas 92,68 kilometer persegi ini terlindungi oleh Pulau Simeulue.
Gelombang tsunami terpecah saat membentur pulau tersebut sehingga
intensitasnya berkurang saat sampai di bibir pantai Kota Tapaktuan.
Namun
kisah lain menyebutkan, seorang saksi mata melihat ada sosok berjubah
putih besar tinggi di lokasi tongkat Tuan Tapa yang berada sekitar 1
kilometer di dasar laut dari tempat wisata Tapak Tuan Tapa. Sosok
tersebut terlihat tengah menengadahkan tangan berdoa kepada Allah saat
tsunami, sehingga Tapaktuan terhindar dari bencana maha dahsyat itu.
Lokasi
wisata Tapak Tuan Tapa ini masih sangat alami. Pepohonan tumbuh rindang
di sekitar lokasi di bukit yang berada di atas tapak. Untuk bisa
mencapai ke tapak, pengunjung harus melintasi bebatuan besar dan
batu-batu karang, tapi sebagian rute dari pintu masuk sudah dibangun
jalan setapak dengan cor semen.
"Dulu sebelum saya ke sini,
tempat ini tidak terawat. Ini dulu dijadikan tempat pembuangan sampah.
Alhamdulillah renovasi dan pembangunan jalan ini dapat dari bikin
proposal ke pemerintah provinsi," ujar juru kunci itu.
Jarak
lokasi tapak raksasa dari pintu masuk wisata Tapak Tuan Tapa sekitar 1
kilometer dan ditempuh dengan berjalan kaki. Kendaraan bisa diparkir di
halaman samping pos juru kunci. Pengunjung diimbau mematuhi aturan dan
peringatan yang terpasang di pintu masuk. Juga diminta berpakaian sopan
dan tidak berbuat maksiat di lokasi.
Legenda di Gunung Gadis Tidur Telentang
Bicara
Kota Tapaktuan tidak lepas dari legenda putri naga dan seorang petapa
sakti. Kisah ini sudah menjadi sejarah lisan masyarakat pesisir Aceh
Selatan secara turun temurun.
Konon menurut cerita, hiduplah
seorang petapa sakti. Ia bertapa di sebuah gunung yang kini dikenal
dengan Gunung Tuan. Jika dilihat secara cermat, gunung tersebut mirip
seorang gadis yang tidur telentang dengan rambut panjang terurai.
"Kalau
dilihat dari Gunung Lampu, Gunung Tuan itu kelihatan seperti putri yang
sedang tidur. Ini kalau nggak ketutup kabut puncaknya, bentuknya bisa
kelihatan seperti gambar ini," kata Chaidir sambil menunjukkan gambar di
buku legenda Tuan Tapa dan Putri Naga yang ia tulis.
Menurut cerita, banyak orang yang ingin mendatangi puncak Gunung
Tuan namun tak ada yang berhasil. Hanya orang yang tersesat atau tak
sengaja yang bisa mencapai puncaknya. Di atas gunung terdapat
buah-buahan yang jika dimakan orang tersebut bisa kembali pulang. Namun
jika buah itu hendak dibawa pulang, maka ia akan kembali tersesat.
Legenda
Naga mengisahkan tentang sepasang naga jantan dan betina yang mendiami
teluk Tapaktuan. Keduanya diusir dari China karena tidak memiliki
keturunan. Suatu ketika kedua naga ini mendapati sesosok bayi perempuan
terapung di lautan kemudian dipelihara dengan penuh kasih sayang hingga
menjadi seorang gadis cantik.
Suatu ketika sebuah kapal datang
dari Kerajaan Asralanoka di India Selatan di mana sekitar 17 tahun
sebelumnya sang raja kehilangan bayi yang hanyut ke laut. Sang raja
mengenali gadis yang dirawat naga sebagai anaknya yang hilang dari tanda
lahir di telapak kakinya.
Raja Asralanoka bermaksud meminta
kembali gadis yang diyakini sebagai anaknya. Namun sepasang naga itu
menolak karena sudah menganggap sebagai anaknya sendiri. Sang raja
kemudian berusaha membawa lari gadis itu ke kapalnya. Ini membuat kedua
naga tersebut marah dan terjadilah pertarungan hebat hingga mengusik
ketenangan seorang petapa di Gunung Tuan.
Tuan Tapa melihat
peperangan hebat antara penumpang kapal dan sepasang naga. Ia kemudian
berusaha melerai dan melompat ke sebuah gunung -kini disebut Gunung
Lampu- dengan membawa tongkat dan pecinya. Ia membujuk naga
mengembalikan gadis ke orangtuanya. Namun naga justru menantang Tuan
Tapa. Pertarungan sengit pun tak terhindarkan.
Dalam pertarungan
itu, naga jantan berhasil dikalahkan. Naga jantan mati terbunuh akibat
pukulan tongkat Tuan Tapa. Tubuhnya hancur berserakan dan darah
berceceran menyebar memerahkan tanah, bebatuan, bukit, dan juga air
laut. Hati dan tubuh naga hancur berkeping-keping yang kini telah
menjadi bebatuan dan bisa dijumpai di pesisir Desa Batu Itam dan Batu
Merah sekitar 3 kilometer dari pusat Kota Tapaktuan.
Begitu pula
sisa pijakan kaki Tuan Tapa hingga kini masih terlihat di wisata Tapak
Tuan Tapa. Tongkat dan pecinya yang kini menjadi batu berada sekitar 1
kilometer dari lokasi tapak.
Sementara itu, sang naga betina yang
melihat pasangannya tewas segera melarikan diri kembali ke negeri
Tiongkok. Saat melarikan diri, ia mengamuk dan membelah sebuah pulau
menjadi 2 yang kini disebut Pulau Dua. Ia juga memporak-porandakan pulau
besar hingga menjadi 99 pulau kecil. Kini gugusan pulau tersebut
disebut masyarakat sebagai Pulau Banyak di Kabupaten Aceh Singkil.
Sekitar
seminggu setelah kejadian tersebut Tuan Tapa menghilang di sekitar
Gunung Lampu. Sebagian besar masyarakat meyakini Tuan Tapa sakit dan
dimakamkan di dekat Gunung Lampu tepatnya di depan Mesjid Tuo, Gampong
Padang, Kelurahan Padang, Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan. Makam
dengan ukuran sekitar 14 x 4 meter itu hingga kini masih sering
didatangi peziarah baik lokal maupun mancanegara.
"Sebetulnya itu
bukan makam tapi lokasi terakhir Tuan Tapa menghilang. Tapi banyak
orang menganggap itu sebagai kuburan Tuan Tapa," kata Chaidir.
Makam
Tuan Tapa pernah mengalami beberapa kali pemugaran semasa Pemerintahan
Hindia Belanda. Pada 2003 lalu mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono
alias SBY pernah berziarah ke makam keramat itu.
Setelah
pertempuran itu, sang gadis yang kini dikenal sebagai Putri Bungsu atau
Putri Naga dikembalikan kepada orangtuanya, Raja Asranaloka. Namun
mereka tidak kembali ke kerajaan, melainkan memilih tinggal di
pesisirnya. Keberadaan mereka diyakini sebagai cikal bakal masyarakat
Tapaktuan. Sementara kapal sang raja kini telah menjadi batu yang
terletak di Desa Damar Tutung sekitar 20 kilometer dari pusat Kota
Tapaktuan. (http://news.liputan6.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar