Sabtu, 20 Juni 2015

Lunturnya Gemah Ripah Loh Jinawi di Indonesia

Lunturnya gemah ripah loh jinawi di IndonesiaLunturnya gemah ripah loh jinawi di Indonesia, mungkin istilah itu bukan hisapan jempol semata saat ini. Siapa saat ini yang bisa mengatakan atau menyimpulkan Indonesia itu tentram? Dan masihkah Indonesia dikatakan sebagai negara makmur serta subur tanahnya? Sepintas jawabannya masih, tapi bila dicermati sepertinya tentram dan makmur serta subur tanahnya sudah luntur dari Indonesia.
Arti dari istilah bahasa gemah ripah loh jinawi itu adalah tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya. Dulu jadi sebagian semboyan negeri tercinta Indonesia, tapi kini sepertinya pelan-pelan tapi pasti, pergi dan  menjauh untuk dijadikan semboyan negeri ini. Banyak sekali daerah di Indonesia ini menggunakan istilah gemah ripah loh jinawi, dimana istilah ini sebagai gambaran daerah tersebut tentram dan makmur serta sangat subur tananhnya. Bisa juga dimaknai dengan Kemakmuran, kesenangan, kesuburan yang dinikmati oleh seluruh penduduk tanpa kecuali.
Istilah gemah ripah loh jinawi juga banyak ditemui dibuku-buku tua jaman dulu, dan ketika saya tahu arti serta maknanya sepertinya tidak lagi sesuai dengan kenyataan yang terjadi di negeri ini. Menurut saya istilah itu sudah luntur, meleleh dan lari ditelan bumi entah kemana. Untuk kata makmur akan membuat kening berkerut dan sontak berpikir, apa Indonesia masih bisa dibilang makmur? Makmur dalam bidang apa? Gampangnya kata makmur bagi saya, ya paling tidak seperti si Tegar pengamen cilik yang kini masuk dapur rekaman dan hidup makmur. 
Misalkan gemah ripah loh jinawi dimaknai tentram dan makmur, lalu dikaitkan dengan kondisi negara Indonesia saat ini, pastinya kita sulit untuk menjabarkannya dengan objektif. Tentram dalam arti tidak perang memang iya, tapi coba lihat saja aksi unjuk rasa alias demonstrasi hampir terjadi setiap saat di seluruh wilayah Indonesia. Apa itu yang dinamakan tentram? Kalau di gedung DPR atau di Istana pastinya tentram, meski di demo habis-habisan, sedikit budeg dibalik tameng rakyat yang  menjadi aparat keamanan.. Untuk rakyat yang berada dilingkungan terjadinya demo atau kerusuhan bagaimana? Apa mereka itu bisa dibilang hidup tentram? Oh, tentu tidak jawabnya! Lantas bila tentram saja susdah bergeser, bagaimana dengan kata makmur?
Sederhananya adalah bagaimana kita atau sebut saja rakyat bisa hidup makmur, bila ketentraman sudah jauh berubah. Sedikit tidak setuju dengan aturan,  demo! Tidak puas dengan hasil pilkada, demo! Protes ini dan itu, unjuk rasa! Bukankah itu gambaran tentram di wilayah tersebut sudah tidak lagi ada. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab dengan hilangnya ketentraman tersebut? Ya sebenarnya kita semua yang bertanggung jawab, ya kita yang merasa sebagai pembuat kebijakan dan keputusan, serta kita juga sebagai pemilih mereka dengan kekeliruan akibat amplop dan mau dibodohi dengan sembako dan janji manis. Akhirnya, kita juga yang hidup tidak tentram, tidak makmur alias mealrat, kecuali kita rawe-rawe rantas, malng-malang puntung yaitu berkerjalah dengan keras dan hancurkanlah setiap penghalang plus.
Gemah ripah loh jinawi memang masih ada di Indonesia, tapi bukan milik rakyat orang Indonesia secara keseluruhan. Gemah ripah loh jinawi hanya milik kalangan terbatas dan tertutup rapat. Jadi jangan pernah berharap untuk berada dilingkaran gemah ripah loh jinawi, bila kita adalah rakyat golongan 'biasa'. Mereka yang gemah ripah loh jinawi tidak terpengaruh kenaikan BBM, TDL atau mungkin bila sebiji klengkeng dihargai 10 ribu tidak menjadi masalah. Mereka punya dan tinggal ambil, serok semua beres.
Sangat membingungkan sekali bila dulu gemah ripah loh jinawi atau mungkin bukan dulu barangkali, istilah tersebut sangat kental dan bersenyawa dengan bangsa Indonesia. Tapi itu dulu! Sekarang tidak lagi, istilah itu sepertinya ekslusif dan spesial bagi kalangan tertentu, tidak bagi saya atau teman yang sedang membaca ini. Saya malu melihat peristiwa kerusuhan di Jeddah, malu melihat kenyataan terjadi kongkalikong kelulusan UN, dan lain sebagainya. Apa yang terjadi dengan bangsa Indonesia? Mungkin rasa malu itu hanya ada di kita, bukan mereka yang merasa gemah ripah loh jinawi saat ini.
Pada akhirnya semua akan berlomba, rawe-rawe rantas, malang-malang puintung,..untuk meraih gemah ripah loh jinawi dengan segala cara dan masa bodoh dengan lainnya. Itu kenyataan! Bicara sudah, menulis sebagai protes sudah, demo bahkan hingga menutup jalan tol pun rela dilakukan demi sebuah istilah gemah ripah loh jinawi, tapi alhasil nol besar. istilah itu seperti sudah dibeli secara kontan oleh si tuan tamak negeri ini, si tuan birokrat berkedok Indonesia. Lalu kita hanya jadi bulan-bulanan demi mereka, demi kepuasan dan kerjasama mereka.
Sepertinya untuk tentram saja sulit saat ini gimana dengan makmur? Jadi lupakan saja untuk bisa meraih makmur 'dalam tanda kutip'. Kita boleh makmur sebatas cukup makan, bayar kredit, bayar biaya sekolah sambil lari tunggang langgang dan bayar ini dan itu. Kita harus melupakan subsidi demi kemakmuran negeri ini, tapi meraka yang menikmati dengan merampok lewat jalan korupsi dan kolusi. Kita harus bayar hutang negara, padahal kita tidak pernah berhutang dan kita hidup dari banting tulang kepala untuk kaki, kaki untuk kepala. Kita hasru melongo dan pastinya harus bertanggung jawab pada hutang negara gemah ripah loh jinawi Indonesia yang hampir 2000 triliyun rupiah.
Sebagai penutup dari tulisan ini, kita memang masih hidup di negara Indonesia, tapi jangan berharap istilah gemah ripah loh jinawi terlalu besar kecuali kita rawe-rwae rantas, malang-malang puntung plus tidak tahu malu. Kita semua sadar bila saat ini hidup di negara tentram karena tidak ada perang atau dentuman bom tentara penjajah, kita hidup ditengah kemakmuran gedung pencakar langit dan deru mesin mobil mewah kaum birokrat, serta kita juga hidup ditengah sangat suburnya tanah negara Indonesia, meski beras, gula dan lain sebagainya harus import dari negara lain yang belum tentu lebih subur dari Indonesia. Namun, kita harus bangga menjadi bangsa Indonesia dan percaya ada langit diatas langit. Berarti ada akhir bila ada awal, jaman pasti berubah, kesadaran meningkat, kebohongan pasti terungkap meski dibalut kain sutra. Begitulah cerita 'lunturnya Gemah ripah loh jinawi di Indonesia' kali ini. Bersabarlah dan merdeka!! Peace!! (http://kitabasmikorupsi.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar